

Dalam kehidupan ini, ujian adalah keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Setiap manusia, baik yang beriman maupun yang tidak, pasti akan diuji oleh Allah SWT. Namun, yang membedakan adalah bagaimana kita menyikapi ujian tersebut. Ujian sejatinya bukanlah bentuk kebencian Allah terhadap hamba-Nya, melainkan tanda kasih sayang dan cara Allah mendidik serta mengangkat derajat manusia.
Ujian adalah Sunatullah dalam Kehidupan
Allah SWT telah menegaskan bahwa manusia pasti diuji. Hal ini merupakan sunatullah, hukum tetap dalam kehidupan. Dalam surah Al-Baqarah ayat 155, Allah berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dan sungguh, Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Baqarah: 155)
Ayat ini menunjukkan bahwa ujian dalam bentuk musibah, kesulitan, dan kekurangan adalah bagian dari kehidupan dunia. Sikap yang diperintahkan oleh Allah saat menghadapi ujian adalah sabar—sebuah kualitas agung yang akan mendatangkan pahala besar.
Ujian Tidak Selalu Berbentuk Kesulitan
Banyak orang berpikir bahwa ujian hanya berupa kesusahan, kesedihan, atau penderitaan. Padahal, ujian juga bisa berupa nikmat, kelapangan, kekayaan, dan kekuasaan. Allah menguji siapa yang tetap bersyukur dan tidak sombong saat diberi kenikmatan.
Allah berfirman:
وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (fitnah). Dan hanya kepada Kami kamu dikembalikan.”
(QS. Al-Anbiya’: 35)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa “al-syar” (keburukan) bisa berupa penyakit, kemiskinan, atau kesulitan, sedangkan “al-khair” (kebaikan) bisa berupa kesehatan, kekayaan, dan kedudukan. Kedua-duanya adalah ujian yang harus dihadapi dengan hati yang tunduk kepada Allah.
Sikap Seorang Mukmin saat Menghadapi Ujian
Rasulullah SAW memberikan panduan yang sangat indah tentang bagaimana seharusnya seorang Muslim menyikapi ujian. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, beliau bersabda:
“Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik baginya. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu pun baik baginya.”
(HR. Muslim)
Dari hadits ini kita belajar bahwa dalam kondisi apapun—senang atau susah—seorang mukmin tetap memiliki nilai di sisi Allah asalkan ia menempatkan sikap yang tepat: syukur dan sabar.
Mengambil Hikmah dari Ujian
Setiap ujian membawa pesan dan pelajaran. Ujian bisa menjadi sarana untuk:
- Menghapus dosa-dosa kita.
Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah seorang Muslim tertimpa suatu kelelahan, sakit, kesedihan, kesusahan, atau gangguan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapus dosa-dosanya karenanya.”
(HR. Bukhari dan Muslim) - Meningkatkan derajat di sisi Allah.
Dalam surah At-Taghabun ayat 11, Allah menegaskan: “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa kecuali dengan izin Allah. Dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.”
(QS. At-Taghabun: 11) - Menguatkan keimanan dan ketergantungan kepada Allah.
Penutup
Ketika ujian itu datang, baik dalam bentuk kenikmatan maupun kesusahan, maka kembalikanlah semuanya kepada Allah. Hadapi dengan penuh sabar, syukur, dan tawakal. Yakinlah bahwa di balik setiap ujian tersimpan hikmah besar yang akan menjadikan kita lebih dekat kepada Allah dan lebih matang dalam menjalani kehidupan.
Allah berfirman:
فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا. إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
(QS. Al-Insyirah: 5–6)
Maka, janganlah goyah saat diuji, karena ujian adalah bagian dari cinta dan perhatian Allah kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki menjadi lebih baik dan mulia di sisi-Nya.
*Akademisi UINSA dan Pengasuh Pesantren Miftahul Ula Surabaya
Tinggalkan Balasan