
Oleh: KH Arif Fahrudin – (Wasekjen MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah
Kebenaran Al-Quran sebagai kalamullah (perkataan Allah) memiliki sifat pasti dan abadi sesuai dengan perkembangan situasi dan perkembangan zaman atau Shalihun li kulli zaman wa makan.
Pada era kenabian hingga abad ke-15, umat Islam pernah merebut kejayaan peradaban dunia melalui Al-Quran. Sehingga, Islam menjadi imam peradaban dunia.
Namun, di abad 21 ini, peradaban Islam mendapat ujian berupa modernisasi sains, teknologi dan kebudayaan.
Sekarang ini yang menjadi puncak panutan nilai global yaitu peradaban saintifik dan positivistik. Negara-negara di kawasan Muslim pun masih tercecer menjadi makmun peradaban. Sehingga, belum mampu berkontribusi secara maksimal dalam kancah peradaban sekarang ini.
Dengan demikian, seolah tercipta anomali peraban Islam. Padahal, dalam Alquran disebutkan bahwa umat Islam adalah edisi umat terbaik (kuntum khaira ummatin ukhrijat lin naas). Namun, fakta kontemporer belum mampu mewujudkannya. Meski demikian, dunia intelektual Islam tidak lantas tinggal diam.
Upaya untuk mengembalikan Alquran sebagai imam peradaban global terus dilakukan. Salah satunya oleh Syakh Zaghlul An-Najjar.
Syakh Zaghlul An-Najjar merupakan pengarang tafsir ayat-ayat kauniyah yang kontribusinya sangat layak diberikan apresiasi karena mampu membuktikan bahwa Al-Quran dan sains bersifat faktual dan empirik.
Hal-hal seperti inilah yang mestinya terus digalakkan oleh seluruh pegiat literasi Islam.
Seluruh ormas Islam, pondok pesantren, dan perguruan tinggi Islam di Indonesia harus mampu menjamin terlahirnya ahli-hali linguistik Alquran.
Sangat mustahil bisa menikmati lezatnya hidangan Alquran tanpa mengusai perangkat bahasa Alquran yang berbahasa Arab tersebut.
Untuk itu, pentingnya menguasai ilmu Nahwu, Sharaf, Badi’, Ma’ani, Bayan, dan sejenisnya bagi komponen pegiat literasi Islam.
Dengan demikian, maka kandungan mutiara dan tuntunan menjadi imam peradaban dalam Alquran dapat tergali dan terjadi bagi kemajuan Islam dan dunia.
Tinggalkan Balasan