
Los Angeles (Trigger.id) — Perseteruan hukum antara aktris Blake Lively dan sutradara sekaligus lawan mainnya dalam film It Ends With Us, Justin Baldoni, memasuki babak baru. Hakim Distrik AS, Lewis J. Liman, pada 18 Juni memutuskan bahwa Lively harus menyerahkan pesan teks yang relevan dengan Taylor Swift kepada tim hukum Baldoni, sebagai bagian dari proses pembuktian dalam kasus tersebut.
Dalam dokumen yang diperoleh Entertainment Weekly, hakim Liman menyatakan bahwa Lively secara eksplisit menyebut Taylor Swift sebagai seseorang yang mungkin memiliki informasi penting terkait keluhan atau percakapan tentang suasana kerja di lokasi syuting film tersebut. Oleh karena itu, permintaan dari pihak Baldoni untuk mengakses pesan antara Lively dan Swift dinilai “masuk akal dan relevan” dalam upaya mengungkap kebenaran atas klaim pelecehan dan pembalasan yang diajukan Lively.
Awal Mula Kasus
Konflik hukum ini bermula pada 20 Desember 2024, ketika Lively mengajukan keluhan kepada California Civil Rights Department, menuduh Baldoni melakukan pelecehan seksual saat proses produksi film. Ia juga menuduh Baldoni melancarkan kampanye balasan terstruktur dan dibiayai besar-besaran untuk menghancurkan reputasinya jika tuduhan itu terungkap ke publik.
Sehari setelah keluhan tersebut, The New York Times merilis artikel berjudul “We Can Bury Anyone: Inside a Hollywood Smear Machine”, yang mengulas dugaan strategi tim humas Baldoni untuk merusak citra Lively. Lively lalu mengajukan gugatan resmi pada 31 Desember 2024 terhadap Baldoni, rumah produksi Wayfarer Studios, dan tim PR-nya.
Sejak itu, drama hukum mereka terus bergulir, dengan gugatan dan gugatan balik yang silih berganti, serta perdebatan sengit di ruang publik. Pada Februari 2025, Baldoni bahkan merilis situs web yang memuat seluruh isi gugatan balik terhadap Lively. Tak lama kemudian, suami Lively, Ryan Reynolds, melontarkan candaan tentang kasus ini dalam acara ulang tahun ke-50 Saturday Night Live.
Keterlibatan Taylor Swift
Nama Taylor Swift, sahabat dekat Lively, mulai ikut terseret pada Mei 2025, saat tim hukum Baldoni mengeluarkan surat panggilan (subpoena) kepada sang bintang pop. Meskipun panggilan tersebut kemudian dibatalkan, tim Baldoni tetap meminta akses ke pesan pribadi antara Lively dan Swift, khususnya yang berkaitan dengan proses produksi film.
Pihak Lively menuduh bahwa permintaan itu hanyalah bagian dari upaya untuk membentuk narasi opini publik, bukan demi kepentingan hukum. Namun hakim Liman menolak argumen itu, dengan menyatakan bahwa “kekhawatiran ini tidak cukup untuk menolak permintaan bukti yang relevan.”
Meski begitu, hakim juga menolak permintaan Baldoni dan Wayfarer untuk memaksa Lively menyerahkan dokumen produksi lainnya.
Respons Pihak Lively
Dalam pernyataan resmi kepada Entertainment Weekly, juru bicara Lively mengatakan bahwa pengadilan telah “menolak sepenuhnya” permintaan Wayfarer untuk memaksa Lively menyerahkan dokumen tambahan, dan justru menegaskan bahwa Lively sudah menyerahkan lebih banyak dokumen dibanding pihak lawan.
Lebih lanjut, pernyataan tersebut menyinggung bahwa Wayfarer sebelumnya mengklaim telah menerima sesuatu dari Swift, namun kini justru mengakui sebaliknya di hadapan pengadilan.
“Justin Baldoni dan timnya telah berupaya menyeret Taylor Swift ke dalam kasus ini sejak lama, bahkan sejak Agustus 2024,” kata pernyataan tersebut. Disebutkan bahwa firma PR milik Melissa Nathan pernah mencantumkan nama Swift dalam dokumen skenario krisis, menyebutnya sebagai “pembully,” dan merancang strategi untuk memengaruhi fanbase Swift.
“Kami akan terus mengkritisi upaya Justin Baldoni yang tanpa henti mengeksploitasi popularitas Ms. Swift, yang sejak awal hanya menjadi pengalih perhatian dari tuduhan serius pelecehan seksual dan pembalasan yang sedang ia hadapi,” tutup pernyataan itu. (ian)
Tinggalkan Balasan