
Surabaya (Trigger.id) – Video viral aksi anak berseragam Pramuka di Tapanuli Selatan menendang seorang nenek hingga terjengkang, lalu di dekat pintu tol Sidoarjo Jawa Timur ada seorang anak berseragam sekolah yang marah-marah dihentikan oleh petugas kepolisian karena tidak menggunakan helm. Ia lebih marah lagi karena tahu bahwa aksi marahnya tersebut direkam oleh petugas yang lain.
Lalu ada lagi kasus yang membuat orang tua dan para pendidik miris, yakni di sebuah sekolah di Bandung Jawa Barat, seorang siswa dipukuli oleh teman-temannya sendiri dan hal itu disaksikan teman-teman sekelasnya.
Deretan beberapa kasus tersebut menjadi catatan buruk dunia anak di Indonesia, dimana 20 Nopember 2022 lalu, di seluruh dunia anak-anak sedang merayakan Hari Anak Sedunia.
Pengurus Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Isa Ansori mengatakan, dari data yang ada memang terjadi trend peningkatan kekerasan terhadap anak. “Mulai dari anak di Bandung yang dipukuli temannya, nenek ditendang anak berseragam Pramuka, hingga anak sekolah marah-marah dan mengumpat misuh kepada petugas kepolisian di Sidoarjo,” terang Isa.
Isa juga menjelaskan, rentetan kasus kekerasan tersebut semua pelakunya anak-anak. “Ada ueforia perlindungan anak yang menyebabkan terjadi kegenitan dalam pendisiplinan anak,” urai mantan ketua Dewan Pendidikan Surabaya tersebut.
Isa Ansori yang juga aktivis di Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Timur menuturkan, seringkali pendisiplinan dengan ketegasan dianggap kekerasan. Sekolah, guru, orang tua dan masyarakat, sudah saatnya sepaham tentang ketegasan. “Sehingga siapapun yang peduli terhdap masa depan anak harus menegakkan ketegasan,” tegas Isa Ansori.
Isa juga memberikan ilustrasi antara ketegasan dan kekerasan, polisi karena tugasnya adalah melindungi masyarakat, maka kalau ada penjahat, polisi boleh melumpuhkan dengan tembakan, maka itu disebut dengan ketegasan. Sekarang jika hal tersebut dilakukan oleh masyarakat umum, maka itu dianggap sebagai kekerasan, karena tidak ada aturan yang membolehkan masyarakat melakukan itu. “Kata kuncinya supaya tidak dianggap keras, tapi tegas, maka perlu dibuat aturan yang mengikat antar semuanya,” saran Isa.
Jika sudah ada aturan yang mengikat, menurut Isa, guru, sekolah, orang tua dan masyarakat punya “keberanian” untuk melakukan pendisiplinan dan pembentukan karakter dengan ketegasan.
Tinggalkan Balasan