

Dalam Islam, nusyuz merujuk pada tindakan pembangkangan atau ketidakpatuhan seorang istri terhadap suaminya dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syariat. Konsep nusyuz ini terdapat dalam Al-Quran, tepatnya di Surah An-Nisa’ ayat 34, yang menjelaskan bahwa seorang istri yang melakukan nusyuz tidak menjalankan tanggung jawabnya sebagai istri yang taat dalam rangka menjaga keharmonisan rumah tangga.
Dalam Islam, setiap pasangan memiliki hak dan kewajiban yang saling melengkapi. Kurangnya pemahaman terhadap peran sebagai istri yang harus menghormati dan menaati suami (selama tidak bertentangan dengan syariat) bisa menjadi penyebab utama nusyuz. Ketidaktahuan tentang tanggung jawab rumah tangga atau ketidakpedulian terhadap pentingnya menjalankan tugas ini dapat memicu sikap pembangkangan.
Komunikasi yang buruk antara suami dan istri sering kali menjadi akar dari konflik dalam rumah tangga. Ketidakmampuan untuk menyampaikan perasaan, keinginan, atau keluhan dengan baik dapat memicu ketidakpatuhan. Dalam kasus seperti ini, istri mungkin merasa tidak dipahami atau dihargai, sehingga memicu sikap nusyuz.
Perbedaan dalam harapan tentang peran suami dan istri dapat memicu ketidakpatuhan. Jika istri merasa bahwa suaminya tidak memenuhi ekspektasi tertentu, baik dalam hal nafkah, perhatian, atau kasih sayang, hal ini dapat memicu sikap pembangkangan.
Stres, beban psikologis, dan masalah emosional seperti depresi atau kecemasan bisa menjadi penyebab nusyuz. Ketika istri merasa terbebani secara mental atau emosional, ia mungkin kesulitan menjalankan perannya dengan baik dalam rumah tangga, sehingga memicu sikap pembangkangan.
Tentang nusyuz Allah SWT berfirman di surah An Nisa’ ayat 34:
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An Nisa’: 34)
Sejarah Nusyuz pada Zaman Rasulullah SAW
Di zaman Rasulullah SAW, ada beberapa contoh yang menggambarkan nusyuz. Salah satu kisah yang cukup dikenal adalah terkait istri-istri Nabi yang pernah meminta nafkah lebih banyak dari beliau, dan hal ini dianggap sebagai bentuk pembangkangan (nusyuz). Nabi SAW kemudian mengambil sikap tegas, memberikan pilihan kepada istri-istrinya, antara tetap hidup sederhana bersamanya atau memilih duniawi dengan meninggalkannya. Kisah ini menunjukkan pentingnya ketaatan istri dalam menjaga ketenangan rumah tangga, serta pentingnya komunikasi dan penyelesaian konflik dalam Islam.
Kriteria Nusyuz
Nusyuz bukan hanya berupa ketidakpatuhan fisik, tetapi juga mencakup sikap yang tidak menghormati suami, seperti:
- Menolak ajakan suami tanpa alasan syar’i – Sebagaimana disebutkan dalam hadits, seorang istri yang menolak ajakan suami tanpa alasan syar’i mendapat laknat hingga pagi.
- Meninggalkan rumah tanpa izin suami, kecuali untuk alasan yang sah menurut syariat.
- Mengabaikan tanggung jawabnya sebagai istri, misalnya dalam hal mendidik anak atau mengelola rumah tangga.
Sikap Suami dalam Menghadapi Istri Nusyus
Islam memberikan panduan yang jelas dalam menangani istri yang melakukan nusyus:
- Nasihat: Suami dianjurkan untuk menasihati istrinya dengan cara yang baik dan bijaksana, mengingatkannya tentang kewajiban sebagai istri dan pentingnya menjaga keharmonisan rumah tangga.
- Pisah Tempat Tidur: Jika nasihat tidak diindahkan, suami dapat memisahkan tempat tidur sebagai bentuk teguran.
- Memberikan Teguran Fisik yang Ringan: Islam memperbolehkan teguran fisik yang ringan tanpa melukai fisik atau mental, sebagai langkah terakhir jika cara-cara sebelumnya tidak efektif. Namun, teguran ini harus dilakukan tanpa kekerasan dan tetap dalam batasan syariat.
Dalam seluruh proses ini, suami diharapkan tetap bersikap sabar dan adil. Jika nusyus terus berlanjut dan tidak ada perubahan, maka langkah terakhir yang dapat diambil adalah perceraian sebagai jalan keluar dari konflik yang tidak terselesaikan.
—000—
*Muslim Influencer, tinggal di Sidoarjo
Tinggalkan Balasan