
Bali (Trigger.id) – Manusia seharusnya menghormati adat istiadat dan budaya dimana mereka berada. Tak terkecuali mereka sebagai wisatawan tidak bisa seenaknya melakukan sesuatu meskipun mereka mampu membayar mahal.
Adat istiadat apalagi yang terkait dengan kepercayaan masyarakat setempat, haruslah dihormati, termasuk yang ada di Pulau Bali. Pulau yang kental dengan adat istiadat, kebudayaan dan kepercayaan yang menyatu dengan kegiatan masyarakat setempat tersebut, memiliki aturan-aturan yang mengikat bagi semuanya, termasuk para wisatawan.
Saat dunia pariwisata mengalami lonjakan tajam seiring kebijakan pemerintah memberikan kelonggaran kegiatan masyarakat, saat itu pula beberapa daerah dibanjiri wisatawan, tak terkecuali di Pulai Bali.
Bali dengan segala macam budaya dan keindahan alamnya, memang selama ini menjadi primadona industri pariwisata di tanah air. Para wisatawan baik domestik maupun mancanegara, berkunjung ke Bali tak hanya 1-2 hari. Bahkan mereka bisa seminggu atau bahkan lebih tinggal di Bali.
Beberapa tempat di Bali selama ini dianggap sebagai tempat suci dan digunakan sebagai tempat untuk persembahyangan, sehingga tidak boleh siapapun seenaknya melakukan kegiatan atas nama kebebasan berekspresi.
Mengutip BBCIndonesia, pada April lalu, seorang pria asal Kanada dideportasi dan dilarang untuk kembali mengunjungi Bali setelah mengunggah video-video dirinya menari tanpa sehelai benang pun di media sosial, tepatnya di puncak Gunung Batur. Gunung ini adalah satu dari empat gunung yang dianggap suci oleh penduduk lokal.
Turis asing yang kemudian menghapus video-video tersebut dan meminta maaf atas kelakuannya, menjadi viral di kalangan pengguna media sosial Indonesia.
Ia melakukan tarian yang terinspirasi dari budaya Māori di Selandia Baru. Akan tetapi, Ia tetap dituduh tidak menghormati haka, sebuah pertunjukan upacara penting dalam budaya Māori.
“Untuk semua turis asing yang berkunjung ke Bali, harap berperilaku sesuai dengan hukum dan nilai-nilai budaya kami di Bali,” kata direktur kantor imigrasi Bali setelah insiden tersebut.
Kelakukan tak senonoh turis asing tak hanya terjadi di Pulau Bali. Di beberapa negara lain yang kaya akan peninggalan sejarah dan bangunan atau tempat-tempat yang disucikan, kerap kali mengalami hal yang sama.
Misalkan di Mesir. Pada 7 November lalu, petugas keamanan Piramida Giza, Mesir, meminta seorang perempuan mengenakan kembali pakaiannya, setelah ia mencoba untuk swafoto bugil di depan patung Sphinx yang ikonik. Patung ini diyakini dibangun antara 2.600 – 2.500 Sebelum Masehi.
Menteri Pariwisata dan Purbakala Mesir merilis pernyataan resmi mengenai adegan yang viral di Facebook dengan mengatakan: “Melepas pakaian merupakan pelanggaran hukum, adat istiadat dan tradisi Mesir.”
Setelah mengenakan kembali pakaiannya, “turis tersebut diizinkan untuk menyelesaikan kunjungannya ke area arkeologi tanpa hambatan,” kata pihak berwenang Mesir.
Perketat Aturan dan Sanksi Bagi Turis Nakal
PBB memperkirakan 700 juta turis telah melakukan perjalanan internasional antara Januari hingga September 2022. Jumlah ini meningkat 133% dari periode yang sama di tahun 2021, tapi masih di bawah 2019 (63%) sebelum pandemi.
Seiring dengan peningkatan kasus-kasus kelakuan buruk turis (seperti contoh yang Anda lihat di atas) sejumlah kota dan negara sekarang berusaha untuk mengatasinya.
Di kota seperti Sorrento di Italia, wisatawan yang kedapatan menggunakan pakaian renang di ruang perkotaan akan didenda hingga Rp8,1 juta – langkah ini mulai berlaku Juli lalu.
Di Spanyol, tepatnya di Kota Vigo, sudah diterapkan aturan denda sebesar Rp10 juta bagi mereka yang ketahuan buang air kecil di pantai.
Dan pihak berwenang California, Amerika Serikat, mengumumkan sanksi denda sebesar Rp78 juta dan hukuman hingga enam bulan penjara bagi mereka yang berkeras mendaki demi melihat pohon tertinggi di dunia (mengunjungi pohon setinggi 115 meter dilarang, tapi banyak turis baru-baru ini merusak pohon dan sekitarnya saat melakukan perjalanan). (ian)
Tinggalkan Balasan