
Surabaya (Trigger.id) – Budaya takbenda juga dikenal istilah budaya hidup. Sejak Indonesia menjadi Negara Pihak Konvensi 2003 tentang pelindungan warisan budaya takbenda, sesuai pasal 11 dan 12 konvensi 2003 Indonesia diwajibkan untuk mengatur identifikasi dan inventarisasi warisan budaya takbenda Indonesia yang ada di wailayah Republik Indonesia dalam saru atau lebih inventaris yang dimuhtahirkan scara berkala.
Untuk melakukan identifikasi dan inventarisasi warisan budaya takbenda direktorat jenderal kebudayaan melalui direktorak warisan dan diplomasi budaya melakukan pecatatan,penetapan dan peneminasian warisan budaya takbenda.
Pencatatan dilakukan dengan bantuan 11 (sebelas) Balai Pelestarian Nilai Budaya yang ada di seluruh Indonesia. Penetapan warisan budaya takbenda diusulkan oleh pemerintah daerah untuk tingkat nasional. Penominasian diusulkan oleh komunitas adat dan pemerintah daerah melalui kementerian pendidikan dan kebudayaan untuk diajukan ke UNESCO.
Pengusulan Warisan Budaya Takbenda Indonesia ke UNESCO diakukan oleh Pemerintah daerah dan komunitas adat kepada kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Berikut beberapa Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang telah masuk dalam List of Intangible Cultural Heritage UNESCO:
1. Wayang Indonesia pada tahun 2003 sebagai a masterpiece of the oral and intangible heritage of humanity dan pada tahun 2008 masuk dalam kategori sebagai Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
2. Keris Indonesia pada tahun 2005 sebagai a masterpiece of the oral and intangible heritage of humanity dan pada tahun 2008 masuk dalam kategori sebagai Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
3. Batik Indonesia pada tahun 2009 masuk dalam kategori sebagai Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity dan Education and training in Indonesian Batik intangible cultural heritage for elementary, junior, senior, vocational school and polytechnic students, in collaboration with the Batik Museum in Pekalongan dimasukan dalam kategori sebagai Best Safeguarding Practices.
4. Angklung Indonesia pada tahun 2010 masuk dalam kategori sebagai Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
5. Tari Saman pada tahun 2011 masuk dalam kategori sebagai List of Intangible Cultural Heritage in Need of Urgent Safeguard.
6. Noken: Tas multifungsi yang dibuat dengan cara dirajut atau dianyam, kerajinan tangan masyarakat Papua pada tahun 2012 masuk dalam kategori sebagai List of Intangible Cultural Heritage in Need of Urgent Safeguard.
7. Tiga Genre Tari Tradisional di Bali pada tahun 2015 masuk dalam kategori sebagai Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
8. Gamelan resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (Intangible Cultural Heritage) UNESCO.
Di tengah kampanye “Kebaya Goes to UNESCO,” patut dicatat, bukan hanya perempuan Indonesia yang gemar mengenakan kebaya. Pemerintah menegaskan bahwa jika kebaya Indonesia mendapat pengakuan dari UNESCO, bukan berarti Indonesia berhak mengklaim hak kekayaan intelektual atas warisan budaya tak benda tersebut.
Gerakan pakai kebaya menggema menjelang hari kemerdekaan RI, dari Indonesia hingga ke Amerika Serikat (AS). Ratusan perempuan Indonesia berkebaya berpawai di pusat kota Washington DC pekan lalu (7/8).
“Ikut melestarikan kebaya sebagai warisan nenek moyang kita yang patut kita jaga dan tentunya jangan sampai punah,” kata Duta Besar RI untuk Amerika, Ayu Heni Roeslani, yang memimpin pawai “Cantik Berkebaya” itu.
Pengakuan UNESCO Bukan Pemberian Hak Cipta
Terlepas dari itu, Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid mengingatkan bahwa daftar UNESCO yang berjudul “Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity” bertujuan untuk menunjukkan keragaman warisan budaya dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya warisan itu.
Pengakuan UNESCO bukan pemberian hak cipta, tegas Hilmar. “Semangatnya bukan kalau sekarang Indonesia daftar kemudian punya hak eksklusif atas budaya itu, negara lain ngga boleh pakai, bukan! Tapi ini adalah kontribusi dari masing-masing negara dan kebudayaannya terhadap kebudayaan dunia,” terang Hilmar. (ian)
Tinggalkan Balasan