
Imam As Syafi’i bermimpi ketemu dengan Rasulullah lalu berwasiat kepadanya dan hal tersebut disampaikannya kepada muridnya yakni Imam Ahmad bin Hambal…..
Oleh: Isa Anshori (Pemred Trigger.id)

Nabi pernah bersabda yang artinya “Siapa saja sahabat saya yang meninggal di kampungnya, maka ia akan menjadi pemimpinnya atau menjadi obor di hari kemudian”. Tema pembahasan kita kali ini adalah tabarruk kepada orang-orang yang Shaleh, di mana mereka ini adalah panutan-panutan atau suri tauladan bagi masyarakat sekitarnya.
Tabarruk adalah sebuah tindakan mencari harakah (kebaikan Tuhan) melalui pengaruh orang-orang yang dipandang suci, seperti Nabi, wali, kiai dan sebagainya yang dengan perantaraannya diakui dapat mendatangkan kebaikan.
Di Indonesia dikenal banyak ulama-ulama yang memiliki keshalehan yang tinggi, sehingga dengan keshalehannya Allah menganugerahinya suatu Karomah kepada orang Shaleh tersebut.
Salah satu contoh ulama besar dan pejuang dakwah yang ada di Sulawesi Selatan yakni Syekh Yusuf Al Makassary, yang memiliki banyak catatan-catatan karomahnya dan di mana pun ia berada, Syekh Yusuf senantiasa mengajarkan dakwah dan risalah agama Islam.
Seperti halnya di daerah Jawa yang dikenal dengan para ulamanya yakni Wali Songo yang menyebarkan dakwah, sehingga dengan dakwahnya mereka ini kita bisa mengenal syiar Islam dan hal tersebut akan menjadi obor di hari akhirat bagi masyarakat nusantara.
Sebagaimana dalam Alquran pun telah dikatakan bahwa pada hari akhir itu manusia akan dipanggil berdasarkan pemimpinnya atau imamnya yang mereka ikuti sehingga ibadah-ibadah yang kita lakukan itu akan ber sanad hingga kepada sahabat dan sudah pasti ke Rasulullah.
Sebuah kisah yang terjadi pada zaman salafus saleh, saat Imam As Syafi’i bermimpi ketemu dengan Rasulullah lalu berwasiat kepadanya dan hal tersebut disampaikannya kepada muridnya yakni Imam Ahmad bin Hambal melalui surat yang diceritakan tentang wasiat tersebut, dan tatkala Imam Ahmad bin Hambal menerima surat itu Ia sangat senang dan membalasnya dengan memberikan sebuah baju yang dipakainya sebagai hadiah balasan kepada gurunya yakni Imam Syafi’i.
Setelah hadiah baju tersebut sampai ke Imam Syafi’i, maka ia pun mengatakan bahwa baju ini akan dijadikannya sebagai berkah baginya dan membasahi baju tersebut untuk airnya dijadikan sebagai berkah, oleh karena pemilik baju ini adalah orang yang Saleh.
Tidak diragukan lagi bahwa memang Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam itu pada tubuhnya dan benda-benda yang pernah beliau gunakan mengandung keberkahan. Keberkahan ini sama besarnya seperti berkahnya perbuatan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Ini sebagai tanda bahwa Allah memuliakan semua Nabi dan RasulNya, ‘alaihis shalatu was salaam.
Oleh karena itulah para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ber-tabarruk (mencari keberkahan) dari tubuh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta dari benda-benda yang pernah beliau gunakan semasa hidupnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun membolehkan perbuatan tersebut dan tidak mengingkarinya. Maka para sahabat pun melakukannya. Juga generasi salaf setelah mereka, bertabarruk dengan benda-benda yang pernah beliau gunakan.
Ini semua menunjukkan bahwa tabarruk yang mereka lakukan sama sekali tidak mengandung sesuatu yang dapat mencacati tauhid uluhiyyah ataupun tauhid rububiyyah. Perbuatan mereka juga tidak termasuk perbuatan ghuluw yang tercela. Andaikan termasuk ghuluw, tentu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah memperingatkan mereka sebagaimana beliau memperingatkan sebagian sahabat yang mengucapkan kata-kata yang mengandung kesyirikan, dan dari kata-kata yang termasuk ghuluw.
Sumber: Berbagai sumber
Tinggalkan Balasan