
“Tidak sedikit mereka yang menabung bertahun-tahun hasil jerih payahnya bekerja, digunakan untuk membeli porsi haji sebesar Rp25 juta.”
Oleh: Isa Anshori (Pemred Trigger.id)

Usulan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tentang Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH/Bipih) sebar Rp69,1 juta sontak membuat kaget banyak pihak, terutama para calon jamaah haji yang berangkat tahun ini dan tahun-tahun mendatang.
Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) mewakili pemerintah mengusulkan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2023 sebesar Rp 98.893.909. Dari angka Rp98,8 juta itu, biaya yang dibebankan kepada jemaah haji sebesar Rp69,1 juta. Sementara sisanya dibayarkan dari nilai manfaat dana haji.
Sikap Komisi VIII DPR RI yang selama ini menjadi mitra pemerintah dalam urusan haji terpecah, ketika usulan BPIH tersebut disampaikan Menteri Agama. Ada yang langsung bereaksi menolak, sebagian bisa memahami keterangan Menteri Agama meskipun belum mengambil sikap setuju atau tidak, dan sebagian lagi menerima.
Menurut data Kementerian Agama (Kemenag), pada 2011 dan 2012 nilai manfaat dana haji dipakai untuk membayarkan 19% dari BPIH per jamaah.
Tahun-tahun berikutnya persentase tersebut terus naik, hingga pada 2022 kemarin nilai manfaat menanggung 59% dari BPIH, sedangkan jemaah hanya menanggung 41%.
Namun, mulai 2023 Kemenag berencana menurunkan komposisi tanggungan nilai manfaat menjadi 30%. Artinya, biaya haji yang harus dibayarkan jemaah naik menjadi 70%.
Jika komposisi nilai manfaat 59% dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat cepat habis. Padahal, jemaah yang mendapat jadwal ibadah haji 5-10 tahun mendatang juga berhak atas nilai manfaat. Begitu penjelasan Hilman Latief, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag.
Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily mencoba menurunkan tensi gejolak calon jemaah haji dengan menyebutkan jumlah itu masih usulan dan akan dibahas lebih detail dalam rapat panitia kerja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (Panja BPIH) di DPR.
Namun jika besaran BPIH jadi diputuskan sesuai usulan Menteri Agama, tentu bagi sebagian calon jamaah haji keberatan. Mengingat, tak semua jamaah haji itu masyarakat mampu secara finansial. Tidak sedikit mereka yang menabung bertahun-tahun hasil jerih payahnya bekerja, digunakan untuk membeli porsi haji sebesar Rp25 juta.
Ketika porsi telah diperoleh lalu mereka harus menambah jumlah sesuai keputusan presiden sebesar Rp69,1 juta, tentu jumlah penambahan yang tidak sedikit. Belum lagi mereka harus membawa bekal uang tunai meskipun setiap jamaah akan mendapatkan jatah living cost 1500 riyal.
Berangkat haji pasti tidak hanya mengeluarkan dana sesuai jumlah BPIH, tetapi sebagian besar jamaah harus mengadakan tasyakuran, pamit kepada keluarga, para tetangga, rekan kerja dan seterusnya. Habis itu ketika di tanah suci tergiur beli oleh-oleh, atau memang harus beli oleh-oleh. Jika pulang haji tidak membawa oleh-oleh, apa kata dunia.
Karena itu, rencana kenaikan biaya haji yang terlampau tinggi itu perlu dikaji lebih mendalam. Sebab, jamaah haji reguler cenderung kemampuan ekonominya menengah ke bawah, seperti kalangan petani, nelayan, pedagang, hingga buruh.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris menilai kenaikan ongkos haji terlampau tinggi dan berdampak memberatkan calon jamaah haji. Karenanya, kenaikan ongkos haji tersebut perlu dikaji lebih mendalam. Sebelum melemparkan usulan kenaikan ongkos perjalanan ibadah haji, pemerintah semestinya mengkaji terlebih dahulu dengan melibatkan pihak terkait.
Tak hanya soal hitung-hitungan biaya, tapi juga melakukan audit dan mengevaluasi kualitas pengelolaan dana haji. Termasuk efektivitas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dalam penempatan dan investasi dana calon jamaah haji.
Melalui kajian komprehensif, pemerintah, DPR serta publik akan memiliki pemahaman yang sama dalam menilai usulan kenaikan ongkos perjalanan ibadah haji.
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) di DPR Saleh Partaonan Daulay meminta kita bersama-sama mengawasi evaluasi dan monitoring terhadap kinerja BPKH. Sebab, usulan kenaikan ongkos haji periode 2023 tak lepas dari dari kinerja BPKH. Buktinya, alasan kenaikan ongkos haji antara lain kesinambungan dan keadilan penggunaan nilai manfaat yang dikelola BPKH.
Jika alasan kenaikan BPIH 2023 karena khawatir tergerusnya nilai manfaat dana haji sehingga tidak adil bagi jamaah haji yang berangkat belakangan, menjadi layak mempertanyakan kinerja dan kontribusi BPKH dalam mengelola keuangan haji.
Saleh Partaonan Daulay berpendapat, BPKH semestinya tak hanya menghitung pengeluaran, tetapi juga pemasukan. Sebab, jika pengelolaan dana jamaahnya benar, semestinya nilai manfaatnya bakal cepat bertambah dan meningkat. Sementara jika nilai manfaatnya bertambah dan naik, masalah kesinambungan dan keadilan yang dijadikan alasan tak perlu dipersoalkan.
Tinggalkan Balasan