Jakarta (Trigger.id) – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian berikan apresiasinya atas berbagai capaian sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Indonesia. Dimana sebelumnya Menparekraf Sandiaga Uno telah menyampaikan peningkatan atas nilai devisa pariwisata, kontribusi PDB pariwisata, ekspor Ekraf, jumlah wisatawan mancanegara dan nusantara, nilai tambah ekonomi kreatif, dan jumlah kerja tenaga Parekraf.
Kemenparekraf memaparkan berbagai capaian sektornya yang berhasil melampaui target 2022 dan menargetkan target berkali lipat di tahun 2023. Menurut data BPS yang terbit pada Oktober 2022, kunjungan Wisman sudah mencapai 3.92 juta dan pergerakan Wisnus mencapai 633 juta. Sedangkan di sisi ekonomi kreatif, ekspornya sudah mencapai US$ 24,79 miliar atau meningkat 3,8%, dan dengan nilai tambah sebesar Rp 1,236 triliun.
“Selain berbagai capaian yang disampaikan Menparekraf tadi, Indonesia juga telah meraih berbagai prestasi di level internasional. Diantaranya Bali sebagai The Greatest Place 2022 oleh Majalah TIME, The World’s Happiest Holiday Destinations 2022 oleh Club Med Prancis, peringkat Indonesia dalam Global Tourism Index meningkat, Indonesia ditetapkan sebagai destinasi wisata halal terbaik dunia tahun 2022 berdasarkan standar Global Muslim Travel Index (GMTI), ‘Lonely Planet’ memasukkan Raja Ampat kedalam daftar ‘Best Travel Destinations’ untuk tahun 2023, dan masih banyak capaian lainnya,” kata Hetifah, Rabu (28/12/2022)
Namun, Hetifah memberikan beberapa catatan evaluasi yang perlu diperhatikan sektor Parekraf Indonesia, diantaranya kasus polemik tiket dan izin masuk Komodo dan Candi Borobudur. “Pertama, ketidakpastian harga tiket mempengaruhi minat para wisatawawan asing bahkan banyak yang jadi membatalkan perjalanannya ke wilayah Labuan Bajo dan Candi Borobudur. Hal ini dianggap merugikan pelaku usaha lokal. Namun, di sisi lain, pemerintah menilai kebijakan tersebut diperlukan untuk konservasi cagar budaya dan alam,” ucap Hetifah yang juga pernah menjadi Ketua Panitia Kerja Pemulihan Pariwisata DPR RI.
Lebih lanjut, Hetifah soroti implementasi Program Desa Wisata yang dinilai belum optimal. “Program Desa Wisata sangat baik untuk memajukan usaha wisata lokal, namun pada implementasinya belum optimal. Contohnya, kurangnya perhatian Dispar dalam program pengembangan dan pendampingan, serta persoalan dana yang masih masuk Dana Desa dan bukan APBN/dana Dispar. Selain itu terjadi kebingungan akibat nomenklatur yang tumpang tindih, seperti kata ‘Desa’ yang masuk ranah Kemendes dan ‘Wisata’ yang masuk ranah Kemenpar,” lanjut Hetifah.
Hetifah juga sampaikan dua regulasi yang menjadi perhatian masyarakat. “UU KUHP dengan pasal zina yang dikhawatirkan akan diimplementasikan secara ugal-ugalan dan merugikan wisatawan mancanegara. Selain itu, ada rencana merevisi UU 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Sehingga berbagai hal di tahun 2022 dan masukan dari semua stakeholders harus menjadi masukan perbaikan UU tersebut,” kata Hetifah.
Terakhir, Hetifah menekankan pentingnya membangun komunikasi publik hingga ke tingkat terkecil. “Berbagai persoalan diatas sebenarnya dapat dihindari jika informasi yang sampai ke masyarakat lebih utuh. Karenanya, saya mendorong upaya komunikasi publik yang lebih menyeluruh ke segala pihak dan tingkat, mulai dari kementerian dan lembaga hingga pelaku parekraf. Agar satu pemahaman dan dapat bergerak bersama lebih cepat,” tandas Hetifah. (zam)
Tinggalkan Balasan