
Surabaya (Trigger.id) – Hingga kini kasus gagal ginjal akut masih menjadi perhatian banyak media. Memang kejadian tersebut tidak hanya di Indonesia, namun kejadian di Indonesia dengan jumlah kasus yang begitu besar hingga 304 kejadian, 159 diantaranya meninggal dunia sungguh sebuah kasus yang tidak bisa dianggap sepele.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegaskan harus ada pihak yang bertanggung jawab atas kasus gagal ginjal akut yang menelan korban jiwa ratusan anak di Indonesia.
“Karena ini bisa disebut kasus kejadian luar biasa, maka harus ada yang bertanggung jawab atas peristiwa ini,” kata Wakil Ketua Internal Komnas HAM RI Munafrizal Manan di Jakarta, Kamis 27 Oktober 2022.
Muncul pertanyaan, bagaimana tanggung jawab BPOM sendiri, sehingga kasus ini memakan korban demikian banyak.
Mengutip voaindonesia.com, ketidakmampuan BPOM untuk mendeteksi sejak dini kasus cemaran bahan berbahaya di dalam sirop obat anak, terkait dengan regulasi yang ada. Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo menyebut, ada politik perundangan-undangan yang harus diperbaiki.
“Bagi YLKI sebenarnya begini. Kasus gagal ginjal akut itu kan kegagalan regulasi dan kegagalan kelembagaan pengawasan obat dan makanan,” ujarnya kepada VOA.
“Karena itu, menyeret industri ke meja hijau, tidak serta-merta menghilangkan potensi terulangnya kasus ini di masa depan. Yang harus dilakukan, tidak cukup mempidana industri, tapi bagaimana reformasi regulasi dan kelembagaan pengawasan obat dan makanan di Indonesia. Masalah utamanya di situ,” tambahnya.
Belajar dari banyak negara, lembaga pengawas obat dan makanan adalah sebuah otoritas tunggal. Lembaga ini memiliki kewenangan pengawasan, sejak bahan-bahan obat masuk ke Indonesia, proses produksi obat, hingga pengawasan produk obat selama di pasaran.
“Di kita, itu multi agensi. Jadi Badan POM itu juga masih berbagi peran dengan Kemenkes. Kelemahan kita itu, bagaimana mungkin lembaga pengawasan obat dan makanan tidak melakukan regular inspection dan post market control, itu kesalahan besar,” ujarnya.
Sesuai namanya, BPOM adalah badan pengawas. Melihat kasus yang sudah berlangsung berbulan-bulan dengan korban meninggal hingga saat ini lebih dari 200 anak, Sudaryatmo mempertanyakan dimana letak fungsi pengawasan itu sendiri.
“Lebih aneh lagi, pengawasan kok diserahkan ke industri. Lantas kalau industri menyalahgunakan kepercayaan seperti dalam kasus etilen glikol ini, siapa yang bertanggung jawab?,” kata Sudaryatmo setengah menggugat. (ian)
Tinggalkan Balasan