

“Tertidurnya” selama 28 menit secara bersamaan yang dialami pilot dan ko-pilot pesawat sebuah maskapai penerbangan, mengandung banyak hikmah. Dari sisi keselamatan penerbangan, peristiwa itu sungguh mengkhawatirkan. Pasalnya kini pemerintah tengah mempersiapkan dengan sungguh-sungguh transportasi massal yang aman jelang lebaran.
Momen mudik lebaran merupakan arus puncak pergerakan warga yang sudah bisa diprediksi jauh hari sebelumnya. Asumsinya, beban kerja akan meningkat tajam pada semua petugas modalitas transportasi. Kelelahan dan rasa kantuk,merupakan konsekuensi yang hampir pasti akan terjadi pada mereka. Tanpa manajemen risiko yang adekuat, kejadian yang mengkhawatirkan tadi, berisiko bisa terulang kembali. Bukan hanya menyangkut masalah transportasi udara, modalitas transportasi lainnya harusnya juga bisa mengambil pelajaran dari kejadian tak lazim itu.
Sejatinya kantuk dapat dialami oleh siapa pun dan kapan pun juga. Itu sesuatu hal yang fisiologis dan manusiawi bila terjadi. Masalahnya kantuk yang tidak tepat waktu dan tempat, terutama bagi seseorang yang memegang kendali terhadap keselamatan orang lain, memantik risiko bahaya. Dari perspektif medis, fenomena kantuk, tidur, dan aktivitas terjaganya seseorang, sejatinya sangat berkaitan dengan suatu siklus biologi.
Tanpa bermaksud untuk berdakwah karena penulis memang bukan ahlinya, proses alamiah “tidur” telah diuraikan dalam Kitab Suci Alquran. Surat Al Qashash ayat 73 menyatakan : “Dan adalah karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, agar kamu beristirahat pada malam hari dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya”. Bila “diterjemahkan” dari sisi perspektif medis,pada dasarnya Allah telah mengatur aktivitas harian seorang hamba-Nya, melalui suatu sensor kendali yang berada di otak. Bagian penting itu dinamakan nukleus suprachiasmatic (NSC) yang terletak di hipotalamus. NSC sangat sensitif terhadap paparan cahaya, khususnya cahaya matahari yang merupakan “isyarat” eksternal. Isyarat tersebut selanjutnya diterjemahkan ke bagian/organ tubuh lainnya, sebagai sinyal biologi koordinatif/pengendali.
Semua mekanisme alamiah tersebut mengikuti pola siklus yang sifatnya reguler, sesuai rotasi bumi dalam sehari semalam (24 jam). Siklus biologi tersebut, dikenal dengan istilah irama sirkadian. Sebagai contohnya adalah temperatur tubuh yang berfluktuasi mengikuti suatu pola spesifik. Jam 19.00 merupakan puncak tertinggi suhu tubuh. Sebaliknya titik suhu terendah,akan terdeteksi pada jam 4.30. Demikian pula beberapa hormon (misalnya melatonin) di dalam tubuh manusia yang kadarnya akan berfluktuasi, mengikuti pola ritme/siklus harian tertentu.
Baca juga: Citra Diri Obesitas dan Hikmah Puasa Ramadhan
Melatonin dan fenomena tidur
Melatonin adalah hormon neurotropik yang diproduksi oleh kelenjar pineal yang terletak di area sekitar hipotalamus. Senyawa itu sangat berperan dalam ritme biologi/irama sirkadian, regulasi tekanan darah, dan sistem imunitas pada seseorang. Produksinya dikendalikan oleh suatu reseptor pada retina mata yang peka terhadap cahaya. Pada lingkungan yang gelap, sekresinya akan meningkat. Sebaliknya, sintesisnya akan terhambat bila terpapar oleh cahaya. Kadar melatonin pada seseorang, bervariasi dari waktu ke waktu. Puncaknya pada malam hari dan mencapai level terendah sekitar jam 7.30. Saat kadarnya mulai meningkat sekitar jam 21.00, hormon ini menginduksi rasa kantuk dan berperan penting memodulasi tidur nyenyak sepanjang malam hari. Saat kadarnya mulai menurun, seseorang akan terjaga dari tidurnya. Demikian seterusnya, siklus itu berlanjut mengikuti perputaran waktu.
Sejatinya individu yang bekerja shift pada malam hari yang notabene minim pencahayaan, ibarat melawan ritme sirkadian dalam tubuhnya sendiri. Ada beberapa riset yang menghubungkan antara pekerja shift malam hari dengan risiko kecelakaan kerja. Risikonya meningkat signifikan pada pekerja sore hari dan bahkan semakin meningkat pada pekerja shift malam hari, bila dibandingkan pekerja shift pagi-siang. Kelelahan, rasa kantuk yang tak tertahankan, dan kehilangan konsentrasi saat bekerja, menjadi latar belakang penyebabnya. Menurut kabar yang beredar, tertidurnya pilot dan ko-pilot tadi, sangat mungkin terjadi akibat kelelahan dan kurang tidur, menjelang bertugas menerbangkan pesawat.
Ada suatu fakta yang menarik, bahwa kadar melatonin dalam sirkulasi darah manusia berbanding terbalik dengan bertambahnya usia. Artinya, dengan semakin bertambahnya usia manusia, kadar hormon tersebut semakin berkurang. Pada seseorang yang mengalami gangguan tidur (insomnia), akan menimbulkan dampak perubahan pada level melatonin. Bila terjadi insomnia kronik, produksi senyawa tersebut bisa sangat terganggu secara signifikan. Keadaan ini persis sama, bila seseorang mengalami rasa cemas yang berkepanjangan.
Saat ini banyak riset yang berupaya mengungkap manfaat melatonin dari sisi medis. Terutama ditujukan untuk mengatasi gangguan tidur, rasa cemas, sebagai komponen anti oksidan, dan memodulasi sistem imun.
Tidur dan hikmah puasa Ramadhan
Puasa wajib pada bulan Ramadhan, setiap tahunnya dijalankan oleh umat muslim di seluruh dunia. Puasa dimulai sejak terbitnya fajar, hingga terbenamnya matahari. Biasanya hanya akan berlangsung sekitar 12-18 jam saja. Beberapa macam aktivitas ibadah selama puasa Ramadhan, biasanya akan meningkat pula. Salat tarawih, tadarus Al-Qur’an, salat tahajud, memperbanyak zikir dan aktivitas religi lainnya, akan cukup menyita waktu. Selama berjalannya waktu tersebut, akan memberikan berbagai perubahan/efek biologi.Waktu tidur yang berkurang, merupakan salah satu konsekuensinya.
Akankah defisit waktu tidur itu, menimbulkan dampak yang “merugikan” ? Banyak riset yang berusaha mengungkap tabir dibalik pertanyaan tersebut. Sebagian besar jawabannya terletak pada masalah yang bersifat “abstrak”. Niat tulus dan ikhlas dalam beribadah, merupakan unsur penting yang dapat memberikan ketenangan batin. Semuanya itu akan menekan stres kejiwaan dan menghasilkan efek relaksasi. Terjadi peningkatan fungsi kognitif yang terkait dengan bertambahnya fokus pada persoalan dan stabilitas pikiran. Pada akhir Ramadan, berbagai indikator inflamasi/peradangan dalam sirkulasi darah, dapat mengalami penurunan.
Unsur spiritual sebagai hikmah puasa Ramadan, akan menimbulkan efek positif pada berbagai fisiologi organ tubuh. Fungsi sistem imun dapat bekerja lebih sempurna. Selain itu, puasa juga akan memperbaiki profil metabolik, mengurangi risiko timbulnya kanker dan penyakit inflamasi kronik lainnya.
Tidur yang sehat
Walaupun selama menjalankan puasa Ramadhan terjadi defisit waktu tidur, sebaiknya diusahakan mendapatkan kompensasi kualitas tidur yang prima. Tujuannya agar performa kerja/aktivitas dapat terjaga. Hindarilah blue light dari perangkat elektronik dan gawai. Bila memungkinkan, buatlah jadwal tidur yang teratur, sehingga dapat memelihara ritme sirkadian. Minum kopi menjelang tidur sebaiknya dihindari. Mandi air hangat sebelum tidur, dapat memberikan lebih banyak manfaat. Demikian pula suhu ruangan, diatur pada temperatur yang paling optimal dengan suasana ruangan yang tenang.
Rasa kantuk dan tidur, serta antara siang dan malam, merupakan fenomena alamiah yang banyak mengandung hikmah. Irama sirkadian yang mendasarinya, bisa dimaknai secara spiritual akan tanda-tanda Kebesaran Sang Pencipta. Meski dapat mengurangi waktu tidur, namun menjalankan puasa Ramadhan dengan segala bentuk ibadah lainnya dengan tulus ikhlas, akan memberikan banyak manfaat.
—–o—–
*Penulis:
- Staf pengajar senior di: Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya
*Penulis buku:
- Serial Kajian COVID-19 (tiga seri)
- Serba-serbi Obrolan Medis
Tinggalkan Balasan