

Orkestra semesta dalam isi kepala berevolusi menjadi kata dan tinta, bagaimana kita merekontruksi pikiran lewat kata-kata mencerminkan seberapa kuat fondasi pengetahuan kita. Membaca adalah membangun pilar-pilar itu, menjebatani kesenjangan antara ide dan ekspresi. Bukan hanya itu kata-kata adalah medium perjumpaan ruh penulis dan pembaca.
Kata-kata yang kita sampaikan bukan sekedar bunyi tetapi pantulan pikiran yang tidak kita bentuk, seperti tanah perdikan yang subur, tradisi membaca menanamkan benih-benih kosakata yang tumbuh menjadi kalimat-kalimat bernas, kritis, mencerahkan.
Tanpa panggung dengan sorot lampu, lengkingan suara trompet, juga para pemandu sorak membaca adalah cara diam-diam melatih seni berbicara. Setiap paragraf yang kita akrab’i, setiap kalimat yang kita siasati, setiap kata yang kita nikmati adalah kelas retorika kecil yang mengajarkan struktur, logika, dan nada.
Berbicara tanpa makna seperti drum yang nyaring bunyinya tapi kosong, membaca memberi kita keluasan pegetahuan juga kedalaman ilmu, sehingga setiap kata yang diucapkan memiliki makna yang lebih dari sekedar getaran udara, dalam idiom Jawa “ojo waton omong”. Rangkaian kata yang padat metafor, penyampaian pesan yang lebih kaya dan efektif tapi tidak kehilangan kedalaman makna.
Ditengah uforia era visual yang sangat dinamis dan serba instan, otak kita terbiasa dengan kecepatan tetapi kehilangan kedalaman. Tradisi membaca memaksa kita untuk melambat, merenung, dan menggali makna-hal yang tidak bisa diberikan oleh visual cepat saji. Visual cepat saji (IT) ini sebagai alat bukan tujuan, kita akan gagal dalam segala dimensi jika tanpa membaca.
Dari membaca, kita belajar bahwa berbicara bukan hanya tentang kata-kata, tetapi tentang merekonstruksi ide, gagasan, menggunakan medium olah pikir, olah batin yang mampu menyentuh hati dan pikiran orang lain. Yang muncul dari hati akan sampai pada hati, yang muncul dari pikiran yang jernih akan minubulkan vibrasi positif, mengalir dan bermuara pada sikap dan tindakan yang artistik.
Pribadi yang surplus kosa kata tidak datang dari latihan bicara semata, tetapi dari tradisi membaca yang sabar sekaligus kuat. Setiap buku menambah warna baru kedalam planet bahasa kita, menambah partitur kata dalam pikiran, membuka tabir kebodohan, membuka cakrawala pengetahuan. Para pribadi luhur yang mengagumkan mereka mawat daya baca dengan konsisten, setiap waktu sangat berharga.
Ketika berbicara menjadi seni, ia tidak hanya informatif tetapi juga transformatif, bahkan pada level tinggi menjadi inspiratif. Dari bacaan, kita memahami bahwa kata-kata mempu mengubah suasana, membangun hubungan, dan bahkan menciptakan dunia baru. Membaca mempunyai sisi magis yang kuat bahkan kekuatan kata-kata bisa melesat hingga lintas zaman mempengaruhi cara berfikir, mempengaruhi kehidupan manusia, dalam kontek yang lebih luas bisa mempengaruhi tatanan dunia.
Paradok kata-kata, dalam setiap kata yang kita pilih ada dua sisi kekuatan untuk membangun dan menghancurkan. Membaca adalah menetesi batin dan pikiran, membaca mengajarkan kita untuk menggunakan senjata ini dengan bijak, untuk menyampaikan bukan sekedar membunyikan, membaca tidak boleh berhenti pada wacana harus sampai pada sebuah tindakan.
Ada keajaiban dalam setiap kata yang kita tulis, ketika jeri menari diatas keyboard mengikuti irama pikiran atau pena menggoreskan tinta diatas kertas, sebuah dunia baru terbuka-dunia dimana sebuah emosi menemukan tempatnya, ide-ide tumbuh bermekaran, dan pikiran menjadi lebih jernih. Saat menulis kita bukan hanya menuangkan kata-kata tetapi pergi kedalam diri dan berbicara. Setiap kata yang kita tulis adalah pantulan emosi yang selama ini terpendam, membawa rasa lega seperti hujan yang jatuh setelah kemarau panjang.
Lebih dari itu, menulis adalah tempat dimana kreatifitas kita diuji, otak mencari ide baru, menghubungkan hal-hal yang sebelumnya tampak tak terkait, dari satu kata ke kata lainya, sebuah cerita, rencana, atau solusi terlahir dengan sendirinya. Saat kita mulai menuliskan tujuan atau merencanakan hari-hari, hidup terasa lebih terarah, satu-persatu setiap aktivitas menjadi lebih mudah dijalani akrena semua tertata rapi dalam pikiran kita.
Dengan menceritakan peristiwa sederhana keseharian, menuliskan keresahan, atau sekedar menuangkan ide, kita tak hanya lebih tenang, kualitas tidur kita meningkat, tubuh kita terasa lebih segar, dan stress pun perlahan sirna. Menulis bukan hanya menjadi cara untuk berbicara dengan diri sendiri tetapi juga untuk menjangkau wajah dunia yang lebih luas, menulis adalah perjumpaan dua ruh, ruh penulis dan ruh pembaca. Menulis tidak bisa menunggu moment atau mut tetapi harus dilatih, bukan hanya banyak membaca buku tetapi olah rasa, dan kejernihan piran, menulis itu bukan bakat tetapi sebuah asah keterampilan.
—-0000—-
*Dosen JIP UWKS, Ketua GPMB Jatim
Tinggalkan Balasan