
Oleh: dr. Ari Baskoro, Sp.PD-KAI (Divisi Alergi-Imunologi Klinik Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo– Surabaya)

Perjalanan mudik lebaran 2023 telah ramai diberitakan. Semua pihak telah mempersiapkan dengan saksama “ritual” tahunan ini. Tetapi berita memprihatinkan soal korban kecelakaan lalu lintas (KLL) sudah mulai terdengar. Dikabarkan delapan orang tewas di jalur tengkorak Boyolali.
KLL menjelang subuh, merupakan dampak momok kantuk yang selalu menghantui para pengemudi. Peristiwa mengenaskan seperti itu, bukan untuk pertama kalinya terjadi. Kantuk saat mengemudi, dituduh menjadi biang penyebab KLL. Terutama terjadi di jalan tol/bebas hambatan.
Data yang dilansir dari The National Highway Traffic Safety Administration/NHTSA (Badan Keselamatan Transportasi Amerika Serikat) tahun 2023, menarik untuk disimak. Akibat mengantuk saat mengemudikan kendaraan,menyebabkan 1550 kematian dan 71 ribu korban luka-luka per tahunnya. Dampak ekonominya bisa mencapai 13 persen dari total $836 miliar biaya sosial akibat KLL.Itu artinya $12,5 miliar terbuang sia-sia,akibat kantuk pada situasi dan tempat yang tidak tepat. Kelelahan menjadi latar belakang utama penyebab kantuk.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO,2015) dalam Global Status Reporton Road Safety, sebanyak 1,25 juta kematian terjadi akibat KLL di seluruh dunia. Negara berkembang menempati porsi terbesar, yaitu 90 persen kasus. Padahal jumlah kendaraannya hanya sebanyak 54 persen dari keseluruhan yang terdaftar di seluruh dunia. Bila tidak dilakukan antisipasi yang tepat, diprediksi akan terjadi 25 juta korban jiwa berjatuhan, dalam kurun waktu 20 tahun ke depan.
Data KLL di Indonesia tidak jauh berbeda. Menurut Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri) yang dipublikasikan Kementerian Perhubungan, KLL di negara kita mencapai 103.645 kasus pada tahun 2021. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 100.028 kejadian. Di antaranya menimbulkan korban tewas hingga mencapai 25.266 jiwa. Korban lainnya mengalami luka ringan hingga berat. Kerugian materi ditaksir hingga menyentuh angka Rp246 miliar. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyatakan, mengantuk dan letih menjadi 80 persen penyebab KLL di jalan tol.
Menurut survei NHTSA (2023), ada beberapa cara mengembalikan kebugaran pengemudi, saat mengalami serangan kantuk. Terbanyak(29,9 persen), menyatakan sebaiknya kendaraan harus menepi. Beristirahat untuk tidur sejenak merupakan pilihan yang terbaik. Ada beberapa pilihan lainnya, seperti mengobrol dengan penumpang lainnya (19,6 persen), mendengarkan alunan musik yang ceria (18,2 persen), mengunyah permen (6,7 persen), mendengarkan podcast(5,3 persen). Minum sesuatu (tidak harus kopi), menempati segmen sebesar 20,3 persen.
Artinya setiap individu secara spesifik harus dapat mengatasi kendala kantuk di jalan, sesuai cara/kebiasaannya masing-masing. Mengonsumsi kopi yang selama ini didengung-dengungkan sebagai cara yang efektif mengatasi rasa kantuk, tidak selalu tepat. Beberapa penelitian malah mendapatkan hasil yang sebaliknya.
Efek kopi
Kopi mengandung senyawa kimia yang disebut dengan kafein. Secara farmakologi tergolong sebagai psikoaktif (efek spesifik pemicu susunan saraf pusat) dan diuretik (menimbulkan efek kencing) ringan.Aktivitasnya bisa menghambat/mengikat reseptoradenosin di otak. Adenosin adalah komponen nukleotida yang dapat menimbulkan penekanan pada aktivitas sel-sel saraf.
Efeknya menyebabkan rasa kantuk. Bila adenosin terblokir, aktivitas otak akan meningkat. Akibatnya rasa kantuk menjadi “tertunda”.Keadaan itu disertai dengan pelepasan hormon epinephrine/adrenalin. Dampak rentetan dari kenaikan adrenalin, dapat menginduksi peningkatan detak jantung dan tekanan darah. Aliran darah ke otot-otot pun menjadi bertambah. Efek tersebut disertai eskalasi pengeluaran glukosa dari deponya di lever dan memicu peningkatan kadar gula darah. Kafein juga menginduksi sekresihormon dopamin (dapat memengaruhi emosi, sensasi kesenangan, dan rasa percaya diri) sebagai neurotransmiter.
Adenosin yang terblokir pada reseptornya, akan mengalami akumulasi. Reseptornya pun menjadi lebih peka.Dampaknya,serangan kantuk tidak akan terhindarkan lagi. Pada situasi seperti itu,tidur menjadi solusi terbaik. Konsumsi kopi berikutnya, tidak akan mampu memacu kewaspadaan, tetapi malah memberikan efek toleransi. Singkatnya, kopi dapat membuat “melek” dalam jangka pendek, tetapi memicu rasa lelah yang berkepanjangan kemudian.
Kafein dapat memengaruhi fisiologi seseorang secara beragam dan berlaku spesifik pada setiap individu (Jinkins,2023, Oldfield,2023). Efeknya pada tingkat seluler, berbeda secara genetik antara satu orang dengan orang lainnya.Ada individu tertentu yang memiliki enzim untuk metabolisme kafein secara efisien, sehingga efeknya dapat dirasakan secara nyata. Sebaliknyapada tipegenetik tertentu, metabolisme kafeinnya berjalan lambat. Akibatnya konsumsi kopi justru menimbulkan efek berlawanan.Bahkan merugikan.
Kenali diri saat mengemudi
Kantuk merupakan fenomena biologi yang bersifat fisiologis. Tetapi sangat berbahaya bila sedang mengemudi. Microsleep (hilangnya kesadaran /kewaspadaan dalam waktu sangat singkat/hitungan detik), berisiko terjadi pada pengemudi kendaraan yang mengalami kelelahan. Penyebab kantuk di jalan raya sangat beragam. Irama sirkadian tubuh dan fluktuasi kadar hormon sangat berperan. Selain pola hidup, faktor kebiasaan tidur sehari-hari (terkait kecukupan dan kualitas tidur), dapat memengaruhi terjadinya microsleep pada seseorang.
Rasa cemas, stres dan gangguan emosi, dapat menyebabkan gangguan konsentrasi serta memicu rasa kantuk. Bila sedang menjalani pengobatan, terutama yang mengandung antihistamin (umumnya merupakan komposisi obat flu/batuk dan anti alergi), sebaiknya tidak mengemudi. Apalagi yang sedang mengonsumsi alkohol, obat anti cemas dan penenang, “diharamkan” mengemudikan kendaraan.
Situasi sekitar jalan, juga berpengaruh. Terutama di jalan tol. Rasa kantuk bisa dipicu pemandangan sekeliling yang monoton. Suara bising kendaraan yang bersifat konstan (whitenoise), bisa berefek “menenangkan” (highwayhypnosis), sehingga menimbulkan microsleep. Tidak selamanya mengonsumsi kopi, dapat mengatasi rasa kantuk seperti pada contoh-contohkasustersebut.
Sebelum berkendara, sebaiknya dapat melakukan kalkulasi terhadap diri sendiri. Khususnya prediksi dalam melawan rasa kantuk. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, sebaiknya beristirahat setelah maksimal empat jam melakukan perjalanan. Melakukan peregangan otot ataupun tidur singkat sejenak, dapat memulihkan konsentrasi dan kemampuan fisik. Bersilaturahmi dengan sanak keluarga di kampung halaman, merupakan harapan dan “perjuangan” pemudik. Tetapi jangan sampai harapan itu pupus di tengah jalan gara-gara faktor mengantuk.
Tinggalkan Balasan