Derajat kemuliaan manusia di mata Allah SWT diukur melalui tiga aspek utama: ketaqwaan, ilmu pengetahuan, dan kerendahan hati. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan bahwa manusia yang paling mulia adalah yang paling bertakwa (QS Al-Hujurat: 13).
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya: Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.
Meskipun sama-sama bertakwa, namun derajat kemuliaan seseorang bisa berbeda dengan yang lain berdasarkan kedalaman ilmu yang dimilikinya. Ilmu memberikan kemampuan untuk memahami kebenaran, menegakkan keadilan, dan menjalani kehidupan sesuai dengan syariat Allah SWT. Semakin mendalam ilmu seseorang, semakin besar potensinya untuk bermanfaat bagi masyarakat.
Namun, ilmu yang tidak disertai dengan ketaqwaan dan akhlak mulia tidak akan meningkatkan derajat di sisi Allah. Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
Artinya: “Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan memahamkannya dalam agama.”
(HR. Bukhari, no. 71; Muslim, no. 1037)
Hadis ini menunjukkan keutamaan ilmu agama sebagai tanda kebaikan yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Pemahaman mendalam tentang agama adalah jalan untuk meningkatkan iman dan amal.
Agama Islam memang sangat menghargai orang-orang yang berilmu. Karena dengan ilmu maka manusia mampu mengenal diri dan Tuhannya. Sehingga Allah meninggikan derajat orang yang berilmu (QS Al-Mujadilah: 11), menekankan pentingnya ilmu sebagai sarana memahami kebesaran-Nya. Sifat rendah hati juga menjadi indikator kemuliaan, sebagaimana dicontohkan oleh para nabi dan orang saleh, yang selalu mengakui keterbatasannya di hadapan Allah.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dalam tradisi Islam, tiga istilah yang sering dibahas terkait pencari ilmu adalah muta’alim, alim, dan muhib (muhibbun):
- Muta’alim: Orang yang sedang belajar atau mencari ilmu. Mereka mendapat keutamaan besar karena menempuh jalan yang diridai Allah untuk meningkatkan pengetahuan, terutama dalam agama.
- Alim: Orang yang sudah memiliki ilmu mendalam. Mereka berkewajiban menyebarkan ilmu tersebut dan menjadi cahaya bagi orang lain.
- Muhib (muhibbun): Orang yang mencintai ilmu atau ulama. Meski tidak secara langsung menjadi muta’alim atau alim, mereka tetap mendapat keutamaan karena kecintaan pada ilmu dan mendukungnya.
Ketiga kelompok ini dipuji dalam Islam karena berkontribusi dalam menjaga dan menyebarkan ilmu sebagai cahaya kehidupan.
Setelah seseorang mencapai kesempurnaan dalam ketakwaan dan keilmuan, langkah berikutnya untuk meraih derajat kemuliaan yang lebih tinggi adalah memiliki akhlakul karimah. Akhlak mulia mencerminkan integrasi antara iman, ilmu, dan perbuatan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Akhlakul karimah, seperti kejujuran, kesabaran, rendah hati, dan kasih sayang, adalah tanda bahwa ilmu dan takwa telah menghasilkan perubahan karakter yang baik. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Ahmad). Dengan akhlak, seseorang menjadi rahmat bagi sekitarnya dan diridai Allah.
—000—
*Wakil Katib Syuriah PWNU Jatim
Tinggalkan Balasan