• Skip to main content
  • Skip to secondary menu
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer
  • BERANDA
  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Sitemap
Trigger

Trigger

Berita Terkini

  • UPDATE
  • JAWA TIMUR
  • NUSANTARA
  • EKONOMI PARIWISATA
  • OLAH RAGA
  • SENI BUDAYA
  • KESEHATAN
  • WAWASAN
  • TV

Neurotransmiter Pemburu Kekuasaan

23 Januari 2024 by admin Tinggalkan Komentar

“Jadi, jika kita berbohong pada penguasa, itu kejahatan. Jika mereka berbohong kepada kita, itu politik”

Oleh: Ari Baskoro*

Tatkala seorang dermawan dengan rasa ikhlas memberikan sedekah pada peminta-minta, seketika itu timbul perasaan lega yang membahagiakannya. Padahal dia sendiri bukan tergolong sebagai orang yang berada.

Suasana bahagia yang sama, bisa dialami oleh seorang guru. Ada rasa syukur yang mendalam, saat berjumpa dengan mantan muridnya yang sukses menjadi seorang pengusaha. Sedangkan sang guru ingat betul, bahwa mantan muridnya tersebut, tergolong sebagai siswa yang membutuhkan“pendampingan khusus”. Semasa di bangku sekolah, dia mendapat julukan sebagai “anak nakal”. Berkat kesabaran dan dedikasi seorang guru, “si anak nakal”, bisa berubah drastis menjadi siswa yang berprestasi. Di sisi lain, kepuasan dan kebanggaan bagi seorang politikus bisa diraihnya, setelah menggapai atau bahkan mempertahankan suatu kekuasaan.

Semua orang tanpa kecuali, bisa menuai kepuasan, kesenangan, dan kebahagiaan. Meski demikian,wujudnya bisa memiliki pola dan gradasi yang berbeda. Sifatnya sangat personal. Postulat Hierarki dari Abraham Maslow, telah menjadi rujukan para ahli selama berpuluh-puluh tahun, untuk mengungkap derajat pencapaian kebutuhan seseorang.

Bentuk kepuasan yang dicapai oleh seorang politikus, bisa jadi menempati  level tertinggi. Penghargaan dari masyarakat dan aktualisasi dirinya, dapat direngkuhnya setelah melalui “perjuangan berat” menggapai kekuasaan. Pada hakikatnya, Pemilu merupakan proses politik untuk meraih legitimasi kekuasaan. Di sisi lain, kesenangan tiada tara sudah bisa dinikmati oleh seorang fakir miskin, setelah kebutuhan makannya terpenuhi. Sejatinya semua kepuasan dan kesenangan yang dirasakan setiap orang, diperankan oleh neurotransmiter yang sama.

Neurotransmiter

Karunia berupa kecerdasan intelektual manusia, banyak berkaitan dengan fungsi kognitif otak. Manusia dianugerahi sekitar seratus miliar sel-sel saraf (neuron) yang saling terhubung melalui suatu senyawa “pembawa pesan”. Sinyal elektro-kimiawi atau neurotransmiter tersebut, bertanggung jawab atas regulasi “pemikiran luhur” dan  fisiologi semua organ tubuh manusia.

Tidak diragukan lagi, beberapa penyakit fisik dan  problem psikis, sangat berkaitan dengan peranan neurotransmiter. Mekanisme yang saling berinteraksi itu, dikenal dengan konsep Psycho-Neuro-Endocrine-Immunology. Jadi ada hubungan timbal balik antara sistem saraf, endokrin/hormon, kondisi kejiwaan, dan status imunitas seseorang.

Individu yang merasa “bahagia” kehidupannya, pada dasarnya bersifat relatif dan berkaitan erat dengan pelepasan neurotransmiter tertentu. Dopamin, endorfin, serotonin, Gamma-Amino-butyric-Acid (GABA), dan oksitosin, merupakan contoh-contoh neurotransmiter yang sudah dikenal luas.

Tidak hanya dari sisi positif, sinyal pembawa pesan itu juga memengaruhi efek negatif kehidupan manusia. Misalnya “kebiasaan” berbohong, kecanduan/adiksi, atau sulit berempati pada kesulitan hidup orang lain. Tegasnya, neurotransmiter sangat menentukan keseimbangan/homeostasis fungsi kognitif seseorang.

Kata-kata bijak yang dilontarkan Nikita Kruschev , seorang politikus Rusia kala itu, sungguh fenomenal. “Politisi itu semuanya sama. Mereka berjanji membangun jembatan, meski sebenarnya tidak ada sungai di sana”. Ada “humor politik” lain yang lebih menggelikan. “Sebelum pemilu politikus menjanjikan surga kepada anda, tetapi setelah pemilu mereka memberikan neraka kepada anda”. Janji politik merupakan bagian integral dari kehidupan seorang politikus. Jika publik menagih realisasi janjinya, mereka dengan cerdas telah menyiapkan janji berikutnya. Sudah sangat dipahami publik, bahwa seorang politikus tidak boleh melakukan blunder politik, dalam arti “keseleo berbicara”. Tetapi masyarakat juga paham betul, bahwa sebenarnya saat itu mereka sedang berbohong. Bila dibandingkan, ada perbedaan prinsip paradigma yang dianut di ranah ilmiah. Salah berbicara atau tidak tepat dalam menarik suatu kesimpulan, merupakan sesuatu yang lumrah terjadi. Tetapi pakta integritas harus dijunjung di atas segala-galanya.

Seorang ilmuwan atau peneliti, haram berbohong atau merekayasa suatu fakta. Kebohongan ilmiah bisa berdampak besar pada hasil suatu riset yang dapat memantik kegagalan mengeksekusi suatu kebijakan. Dalam bidang medis, kebohongan bahkan bisa membahayakan jiwa.

Konon mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah melakukan sebanyak 30.573 kebohongan selama masa empat tahun periode jabatannya. Artinya jumlah tersebut identik dengan 21 klaim yang tidak benar dalam satu hari (Glenn Kessler, dkk, Washington Post 2021).

Menurut para peneliti, kebohongan dimanfaatkan untuk membangun suatu keyakinan palsu yang muaranya bertujuan memperoleh dukungan/simpati rakyat. Meski demikian, kebohongan bukan masalah absolut politikus. Semua orang tanpa kecuali, berpotensi melakukan hal yang sama.

Dopamin

Banyak riset yang dilakukan para ahli dalam upaya menguak peran dopamin secara lebih mendalam. Ketika seseorang dikagumi karena kecerdasan, gaya bicara, ataupun sifat bijaknya, dopamin memainkan peran yang penting. Motivasi dan suasana hati seseorang, juga melibatkan peran transmiter tersebut. Seperti konsep biologi pada umumnya, terpicunya rangsangan dopamin yang berlebihan, malah sebaliknya dapat memantik hal negatif. Misalnya yang terjadi pada kasus kecanduan, depresi, hiperaktif, dan kondisi obsesi-kompulsif.Tidak jarang pula dapat mengakibatkan timbulnya kecemasan, insomnia, dan halusinasi. Sebaliknya kadar dopamin yang rendah,bisa berdampak merugikan.Parkinson merupakan suatu contoh penyakit,akibat berkurangnya level transmiter tersebut.

Pada hakikatnya kekuasaan politik, dapat menginduksi aktivitas sirkuit susunan saraf pusat,dengan semakin banyaknya merangsang pelepasan dopamin. Perasaan gembira dan dihargai akibat peningkatan transmiter tersebut,menimbulkan persepsi diri yang berlebihan. Sikap narsis dan mengagumi prestasi dirinya sendiri yang eksesif, akan selalu memicu fantasi tentang kesuksesan dan usaha melanggengkan kekuasaan.

Figur otoriter dengan perasaan superior tersebut, membutuhkan perlakuan khusus yang terus menerus dari lingkungannya. Tetapi di saat yang sama,akan sulit menanggapi kritik atau menerima kekalahan. Individu dengan perilaku narsis yang ekstrem, akan berupaya keras mempertahankan “hak” mereka atas pengakuan, perhatian, atau perlakuan. Saat “hak istimewa” itu terabaikan, dapat menyinggung harga dirinya dan memantik kemarahan yang kadang diekspresikannya dalam bentuk kata-kata tak pantas atau gertakan (bluffing) (Miller, 2019).

Apa yang diuraikan Anna Lembke dalam bukunya yang berjudul “Dopamine Nation: Finding Balance in the Age ofIndulgence”, sungguh menarik. Kesenangan dalam bentuk apa pun, senantiasa ingin dipertahankan. Itu tidak lain memiliki kemiripan dengan dampak kecanduan terhadap Napza (narkotika, psikotropika, zat adiktif). Dalam bentuk yang lebih ringan, efek kecanduan akibat rangsangan dopamin, bisa tampak pada seseorang yang tidak bisa lepas dari film porno atau gawainya. Semuanya itu, dapat menginduksi pelepasan dopamin, meski menghasilkan kesenangan semu. Perilaku kompulsif, akan dipertahankannya secara terus menerus, walaupun dapat membahayakan dirinya sendiri serta lingkungannya. Cara pemulihannya tidak lain harus  mampu menavigasi dirinya sendiri, agar bisa kembali dari “kelebihan dopamin” menuju  homeostasis baru.

 Kata-kata bijak dari Bill Murray, seorang aktor legendaris Amerika Serikat, mungkin cocok untuk mengakhiri tulisan ini. “Jadi, jika kita berbohong pada penguasa, itu kejahatan. Jika mereka berbohong kepada kita, itu politik”.

—–o—–

*Penulis:

  • Staf pengajar senior di Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo
  • Penulis buku: Serial Kajian COVID-19 (tiga seri) dan Serba-serbi Obrolan Medis
Share This :

Ditempatkan di bawah: jatim, Kesehatan, update, wawasan Ditag dengan:Ari Baskoro, Neurotransmiter, Neurotransmiter Pemburu Kekuasaan, Pemburu Kekuasaan

Reader Interactions

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Sidebar Utama

Lainnya

Menlu Sugiono: Pengiriman 10 Ribu Ton Beras ke Gaza Terkendala Akses Masuk

1 Juli 2025 By admin

Fluminense Singkirkan Inter Milan di 16 Besar Piala Dunia Antarklub 2025

1 Juli 2025 By admin

Film Terakhir Fast & Furious Tayang 2027, Vin Diesel: Brian Kembali Hadir

1 Juli 2025 By admin

Makepung, Pacuan Kerbau Pelestari Tradisi dan Identitas Budaya Bali

1 Juli 2025 By admin

Jazz: Simbol Kebebasan, Pemberontakan, dan Pertukaran Budaya Global

1 Juli 2025 By admin

Cristiano Ronaldo Tolak Piala Dunia Antarklub Demi Mimpi Terakhir di Piala Dunia 2026

30 Juni 2025 By admin

AS Desak Israel Capai Gencatan Senjata dan Pertukaran Tawanan di Gaza

30 Juni 2025 By admin

Indonesia Harus Siapkan Regulasi AI Demi Wujudkan Kedaulatan Digital

30 Juni 2025 By admin

Maratua Jazz & Dive Fiesta 2025 Dimulai, Kolaborasi Irama dan Alam Tarik Ribuan Wisatawan

30 Juni 2025 By admin

Dua Gol Harry Kane Antar Bayern Muenchen Lolos ke Perempat Final Piala Dunia Antarklub 2025

30 Juni 2025 By admin

Jeff Bezos dan Lauren Sanchez Akhiri Pesta Pernikahan Megah Selama Tiga Hari di Venesia

30 Juni 2025 By admin

Membuka Pintu Keberkahan Rezeki, Belajar Dari Kisah Abdurrahman bin Auf RA

30 Juni 2025 By admin

Yoan Bonny Segera Bergabung dengan Inter Milan dari Parma

30 Juni 2025 By admin

Marc Marquez Juarai MotoGP Belanda 2025, Samai Rekor Giacomo Agostini

30 Juni 2025 By admin

Waspada Empat Hal yang Meracuni Hati

29 Juni 2025 By admin

Katy Perry Absen dari Pernikahan Jeff Bezos dan Lauren Sánchez

29 Juni 2025 By admin

Riuhnya Festival Kuda Tradisional Cibogo, Warisan Budaya Rakyat Sumedang

29 Juni 2025 By admin

Berjalan Lebih dari 100 Menit Sehari Bisa Kurangi Risiko Sakit Punggung Bawah Kronis

29 Juni 2025 By admin

Israel Keluarkan Perintah Evakuasi Warga Palestina dari Gaza Tengah

29 Juni 2025 By admin

Tragedi Rinjani, Kemenparekraf Tegaskan Pentingnya Kepatuhan SOP Pendakian

29 Juni 2025 By admin

Makan Mangga Setiap Hari, Apa Dampaknya terhadap Kadar Gula Darah Anda?

29 Juni 2025 By admin

Wali Kota Surabaya Ajak Pelajar Teladani Bung Karno Lewat Tur Literasi

29 Juni 2025 By admin

Trump Sebut Gencatan Senjata di Gaza Mungkin Terjadi dalam Sepekan

29 Juni 2025 By admin

Remaja Suriah Didakwa Terkait Rencana Teror di Konser Taylor Swift di Wina

28 Juni 2025 By admin

BPH Kaji Masa Tinggal Jamaah Haji Jadi 30 Hari pada Musim Haji 1447 H

28 Juni 2025 By admin

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • YouTube

TERPOPULER

Kategori

Video Pilihan

WISATA

KALENDER

Juli 2025
S S R K J S M
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031  
« Jun    

Jadwal Sholat

RAMADHAN

Merayakan Keberagaman: Tradisi Unik Idul Fitri di Berbagai Negara

31 Maret 2025 Oleh admin

Khutbah Idul Fitri 1446 H: Ciri-ciri Muttaqin Quran Surat Ali Imran

31 Maret 2025 Oleh admin

Ketika Habis Ramadhan, Hamba Rindu Lagi Ramadhan

30 Maret 2025 Oleh admin

Tujuh Tradisi Lebaran yang Selalu Dinantikan

29 Maret 2025 Oleh admin

Ramadhan, Sebelas Bulan Akan Tinggalkan Kita

28 Maret 2025 Oleh admin

Footer

trigger.id

Connect with us

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • YouTube

terkini

  • Gen Z, Antara Fenomena Waithood dan Penyakit Menular Seksual
  • 418 Jemaah Haji Wafat, Kemenkes: Pentingnya Pengetatan Istitha’ah Kesehatan
  • 10 Film Terbaik Tahun 2025, dari Horor Distopia hingga Blockbuster Superhero
  • Kunjungan Presiden Prabowo ke Saudi Perkuat Kerja Sama Strategis di Bidang Haji
  • Menkes Ajak BGN Perkuat Intervensi Gizi Ibu Hamil untuk Tekan Angka Stunting

TRIGGER.ID

Redaksi

Pedoman Media Siber

Privacy Policy

 

Copyright © 2025 ·Triger.id. All Right Reserved.