
Jakarta (Trigger.id) – Pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan pemberian amnesti kepada narapidana kelompok fundamentalisme Jamaah Islamiyah. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan pemberian grasi, amnesti, atau abolisi berpeluang diberikan menyusul deklarasi pembubaran kelompok yang dicap terorisme di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara tersebut.
Selain itu, pemerintah juga merencanakan amnesti bagi narapidana kasus korupsi dengan kriteria tertentu. Yusril menjelaskan bahwa penekanan upaya pemberantasan korupsi sesuai dengan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) adalah pencegahan, pemberantasan korupsi secara efektif, dan pemulihan kerugian negara (asset recovery). Oleh karena itu, jika aset hasil korupsi dikembalikan kepada negara, pelaku dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan amnesti.
Dikutip Republika.co.id, Menko Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan bahwa pemerintah akan mendata narapidana, mantan terpidana, serta aktivis yang terafiliasi dengan Jamaah Islamiyah untuk mempertimbangkan kemungkinan pemberian amnesti atau abolisi oleh Presiden Prabowo Subianto. Yusril menyampaikan hal ini dalam keterangan pers yang diterima wartawan di Jakarta pada Senin, 23 Desember 2024.
Menurut Yusril, langkah ini bertujuan untuk membuka ruang rekonsiliasi dan memberikan kesempatan kepada mereka yang bersedia meninggalkan ideologi kekerasan untuk kembali ke masyarakat. Pendekatan ini akan dibahas secara mendalam, termasuk menilai risiko keamanan dan komitmen para penerima amnesti atau abolisi untuk berintegrasi kembali ke masyarakat secara damai.
Namun, rencana ini kemungkinan akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Satu sisi, langkah ini dapat dilihat sebagai upaya penyelesaian konflik dengan pendekatan damai. Di sisi lain, ada kekhawatiran terkait risiko keamanan nasional dan dampak terhadap keadilan bagi korban aksi terorisme. (bin)
Tinggalkan Balasan