
Surabaya (Trigger.id) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berhasil mengendalikan inflasi per Agustus 2023. Tentunya, keberhasilan ini tidak lepas dari peran serta Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Surabaya yang beranggotakan sejumlah lembaga dan instansi. Tim ini selalu rutin memantau perkembangan harga dan selalu rutin menggelar rapat evaluasi bersama Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2023, Kota Surabaya terjadi inflasi month to month (m-to-m) sebesar 0,14 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 116,29. Angka ini menurun karena pada bulan Juli 2023 masih sebesar 0,15 persen.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi bersyukur karena inflasi Surabaya terkendali dan cenderung turun meskipun hanya 1 digit. Menurutnya, laju inflasi cenderung terkendali akibat komoditas yang mengalami inflasi tidak terlalu signifikan kenaikannya dibanding komoditas yang mengalami penurunan harga.
“Komoditas barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting) yang meningkat harganya masih dapat dikontrol melalui operasi pasar dan penyederhanaan rantai distribusi. Selanjutnya adalah rutin melakukan pemantauan dan pengawasan harga di pasar,” kata Wali Kota Eri, Minggu (3/9/2023).
Menurutnya, komoditas yang menjadi penyumbang utama terjadinya inflasi di seluruh kabupaten/kota berdasarkan IHK di Provinsi Jawa Timur adalah beras. Namun, harga beras di Kota Surabaya masih berada di bawah HET (Harga Eceran Tertinggi) dibandingkan di daerah lain yang sudah mengalami kenaikan.
“Jadi, sekarang ini harga dasar dari Bulog sudah naik, sehingga tidak mungkin tidak naik harganya di sejumlah daerah. Nah, di Surabaya kita menjaga harganya itu, kita mensubsidi ongkos transportasinya, sehingga harga dari Bulog itu tidak berubah sampai di tempat pedagang jualan, sehingga naiknya tidak terlalu tinggi,” kata dia.
Selain itu, Pemkot Surabaya juga bekerjasama dengan daerah-daerah lainnya untuk memenuhi sejumlah kebutuhan pokok di Surabaya. Meskipun sudah menjalin kerjasama, tidak mungkin Surabaya mensubsidi pupuknya, karena memang tidak diperbolehkan. “Namun, yang bisa disubsidi adalah ongkos transportasinya, sehingga harganya tidak terlalu tinggi ketika dijual oleh pedagang,” ujarnya. (sby/zam)
Tinggalkan Balasan