
“Saat itu, tekanan ekonomi dapat memunculkan sejumlah perilaku yang tidak sehat.”
Oleh: dr. Ari Baskoro, Sp.PD-KAI (Divisi Alergi-Imunologi Klinik Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo– Surabaya)

Resesi global diprediksi akan menghantui seluruh dunia pada tahun 2023. Perkiraan itu disampaikan oleh bapak Presiden Jokowi pada beberapa kali kesempatan. Walaupun harus bersikap optimis, Indonesia seyogianya bersiap diri dan lebih waspada,di tengah situasi yang tidak normal tahun depan.
Krisis energi, pangan, dan finansial, serta inflasi yang dibayangi tersendatnya perekonomian, diprediksi akan melanda negara-negara di seluruh dunia. Strategi luar biasa di semua lini harus dipersiapkan di dalam negeri, untuk menjawab tantangan tersebut. Termasuk kebijakan dalam penanganan masalah medis yang terkait dengan masalah gangguan stabilitas ekonomi.
Ketimpangan ekonomi, kemiskinan dan meningkatnya angka pengangguran, telah lama dipahami dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Tidak hanya masalah kesehatan fisik, dampak stres psikis diperkirakan akan meningkat secara signifikan. Riset tentang the biology of chronic stress, menjadi bahan pembelajaran penting atas peristiwa resesi global yang pernah dialami dunia tahun 2007-2009. Saat itu, tekanan ekonomi dapat memunculkan sejumlah perilaku yang tidak sehat.
Pola makan yang tidak teratur, meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol, merupakan wujud “pelarian” terhadap kekhawatiran akan masa depan yang penuh ketidakpastian.Namun semuanya masih tergantung pada pola interaksi antara kesiapan individu, peranan lingkungan sosial dan agen penyebab penyakit. Durasi waktu terjadinya resesi, juga merupakan faktor penting yang bisa sangat memengaruhi.
Efek biologi stres kronik
Dampak stres kronik pada sistem biologi manusia, telah dapat diidentifikasi oleh para ahli. Risiko meningkatnya penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk hipertensi, masih menjadi perhatian utama. Terganggunya kualitas dan kuantitas tidur, berdampak signifikan pada terjadinya penekanan sistem kekebalan tubuh dan kekacauan produksi hormon. Keadaan ini akan semakin diperparah dengan suasana depresi dan kecemasan, pada individu yang terimbas secara ekonomi. “Anehnya” pada orang-orang tertentu, stres justru dapat memicu pola makan yang berlebihan. Menurunnya minat untuk melakukan aktivitas fisik dan olah raga, juga sering menyertai. Efek hilirnya dapat memantik munculnya persoalan obesitas dan sindrom metabolik.
Melemahnya sistem imun tubuh, dapat mempermudah terjadinya infeksi saluran nafas yang bisa timbul berulang kali. Dalam beberapa kasus berpotensi menjadi lebih berat, bahkan menjurus fatal. Beberapa penelitian tentang respons imun pasca vaksinasi, juga menunjukkan gangguan dalam derajat yang bervariasi. Hal ini diprediksi bisa berdampak negatif pada performa sistem imun, dalam menghadapi paparan virus Covid-19.
Riset molekuler bahkan bisa mendeteksi hingga tingkat kromosom manusia, akibat stres berkepanjangan. Dapat terjadi pemendekan pada telomere yang secara fisiologis melindungi kromosom, dari berbagai macam efek biologi yang merugikan. Ujung-ujungnya berisiko memicu terjadinya kanker, penuaan, bahkan kematian dini.
Dampak resesi terhadap kesehatan masyarakat, juga sangat dipengaruhi kondisi masing-masing individu sebelum terjadinya resesi. Efeknya bisa beragam antar lintas generasi. Tergantung pada perbedaan kondisi demografis antar wilayah dan kelompok sosial ekonomi. Dampak merugikan pada anak-anak, bisa memicu trauma psikis yang berkepanjangan. Pada perempuan dapat menimbulkan gangguan kesuburan.
Risiko medis resesi
Resesi ekonomi akan selalu meningkatkan potensi terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Berdasarkan data asuransi kesehatan masyarakat di Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan, kehilangan pekerjaan dapat meningkatkan risiko kematian. Hal ini terkait dengan terjadinya strok, hipertensi, penyakit jantung, radang sendi, diabetes, problem emosional dan kejiwaan. Risiko kematian akibat bunuh diri, tercatat meningkat.
Fenomena akibat resesi, berakibat pada pengeluaran dana cadangan mereka, untuk menutupi biaya hidup.Persoalan ini akan semakin menyulitkan mereka mengakses pelayanan kesehatan. Riset yang pernah dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan, 40 persen penyandang diabetes dan jantung, mengalami kesulitan mengelola penyakit mereka. Sebanyak 20 persen penderita kanker, juga mengalami situasi yang sama. Bantuan berupa jaring pengaman sosial, terbukti dapat meredam gejolak negatif munculnya penyakit-penyakit akibat PHK. Di sisi lain, meningkatkan budaya ikatan sosial dan solidaritas antar warga masyarakat, dapat menekan dampak stres sosial.
Kecemasan akibat resesi dan pengangguran, juga dapat memicu penyalahgunaan narkoba dan timbulnya masalah kriminal. Terutama terjadi pada orang-orang yang telah berusaha keras, namun mengalami kegagalan dalam mencari solusi bagi masa depannya yang lebih baik. Mereka sering kali akan menyalahkan diri sendiri.
Ada pula hasil penelitian yang justru memperoleh kesimpulan yang berbeda. Selama resesi, terjadi penurunan polusi udara. Hal ini membawa pengaruh pada menurunnya angka morbiditas dan mortalitas penyakit-penyakit terkait polusi. Misalnya asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Angka kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan di tempat kerja juga menurun. Berkurangnya aktivitas sosial dan mobilisasi masyarakat, dapat menekan penularan penyakit-penyakit infeksi. Khususnya penularan virus.
Aspek perlindungan kesehatan
Aspek psikologis positif, khususnya membangun sikap optimis, dapat menekan risiko timbulnya/memberatnya penyakit jantung koroner dan penyakit lainnya.Dukungan sosial dari keluarga, teman, rekan kerja dan tetangga, sangat berarti untuk menciptakan rasa optimis dan menekan rasa putus asa. Waktu yang lebih banyak tercurah pada hewan peliharaan, juga mampu meredam kecemasan dan menciptakan suasana hati yang lebih baik.
Pemerintah sangat berperan besar dalam meningkatkan upaya pencegahan timbulnya penyakit terkait resesi. Kampanye gaya hidup sehat dan peningkatan efisiensi sistem layanan kesehatan, seharusnya menjadi prioritas. Penghematan biaya diperlukan agar dapat dialokasikan pada layanan sosial.
Apabila sistem kesehatan nasional dapat terlindungi akibat resesi ekonomi, problem medis masyarakat yang terkena dampak dapat tertolong. Organisasi sosial kemasyarakatan dapat berperan lebih, khususnya dalam hal memberikan sokongan moril dan bantuan sosial.
Prediksi gejolak ekonomi tahun 2023, belum tentu akan terjadi. Diakhirinya perang Rusia-Ukraina yang disuarakan dalam deklarasi G20 di Bali, akan semakin mempercepat pemulihan ekonomi.Untuk menjawab tantangan terhadap prediksi resesi global dan dampaknya,diperlukan persiapan yang matang sejak dini. “Sedia payung sebelum hujan”, menjadi kata kunci yang terbaik bagi semua pihak.
Tinggalkan Balasan