
Surabaya (Trigger.id) – KH. Ma’ruf Amin Wakil Presiden tahun lalu bilang, jutaan pekerja migran Indonesia (PMI) telah bekerja di berbagai negara. Nilai dana remitansi yang dikirim PMI ke Tanah Air pun sangat tinggi. Bahkan, jumlahnya merupakan kedua terbesar setelah penerimaan devisa sektor migas.
“Dari jutaan pekerja migran yang berangkat ke berbagai negara selama beberapa tahun terakhir, nilai dana remitansi yang dikirim ke Indonesia mencapai Rp160 triliun per tahun atau kedua terbesar setelah penerimaan devisa dari sektor migas,” kata Wapres saat itu.
Wapres juga bilang, besarnya penerimaan devisa tersebut membuat PMI disebut sebagai pahlawan devisa bagi negara. Para PMI disebut sebagai pahlawan karena perjuangan dan pengorbanannya.
“Namun saya ingin menekankan bahwa mereka digelari pahlawan bukan hanya karena memberikan kontribusi terhadap devisa negeri ini, melainkan juga karena keberanian, perjuangan dan pengorbanan yang telah mereka berikan untuk keluarga, bangsa dan negara,” tandasnya.
Gelar pahlawan yang disandang para PMI rupanya hanya angin surga yang hanya bisa diucapkan namun seringkali sulit diwujudkan. Namanya pahlawan mustinya mendapat imbalan perlakuan dan perhatian sepadan dengan pengorbanan yang telah dilakukan. Tetapi sudah bukan rahasia lagi, jika banyak TKI/PMI yang kurang mendapat perlindungan sewajarnya.
Mengutip Tempo.co, Ketua Komisi Kebijakan Umum Dewan Jaminan Sosial Nasional Mickael Bobby Hoelman mengatakan Indonesia merupakan salah satu negara pengirim pekerja migran terbesar di Asia setelah Cina dan Filipina. Dengan jumlah yang banyak itu, pekerja migran Indonesia telah banyak memberikan sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi nasonal.
“Terutama melalui remitansi yang menurut data Bank Indonesia pada 2020 di masa sebelum pandemi jumlah itu mencapai US$ 11,4 M atau tumbuh 21 persen dalam kurun waktu lima tahun sebelumnya,” kata Bobby.
Kendati begitu, kata dia, pekerja migran Indonesia masih rentan terhadap berbagai risiko. Risiko itu seperti gagal ditempatkan, ancaman pengehentian kontrak, kecelakaan kerja, sakit, hingga cuti tanpa dibayar.
Risiko lainnya termasuk ketidakmampuan menolak pekerjaan selama pemberlakuan karantina wilayah di masa pandemi atau lockdown, pengurangan hari kerja dan upah hingga ancaman pelecehan atau kekerasan dari pemberi kerja.
Menurutnya, peningkatan perlindungan bagi para pekerja migran Indonesia perlu terus ditingkatkan. Salah satunya dapat dilakukan melalui perluasan kepesertaan dan manfaat jaminan sosial.
“Jaminan sosial menjadi komponen vital perlindungan terhadap risiko kerentanan tersebut, yang mencakup perlindungan sebelum bekerja, pada saat bekerja dan atau setelah bekerja,” ujarnya.
Seperti kita tahu, Indonesia membekukan sementara pengiriman tenaga kerja ke Malaysia karena negara itu dinilai tidak menghormati nota kesepahaman yang ditandatangani pada April 2022.
Direktur Perlindungan Warga Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha, dalam jumpa pers, Kamis (14/7/2022) menjelaskan, 1 April lalu Indonesia dan Malaysia telah menandatangani sebuah nota kesepahaman mengenai penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia di Malaysia.
Dalam nota kesepahaman tersebut, khususnya di Pasal 3 dan Appendiks C, disepakati bahwa penempatan pekerja migran sektor domestik dari Indonesia ke Malaysia dilakukan melakui satu kanal.
Sistem ini menjadi satu-satunya mekanisme yang sah untuk merekrut dan menempatkan pekerja migran sektor domestik asal Indonesia di Malaysia.
Namun, lanjut Judha, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Kuala Lumpur menemukan beberapa bukti yang menunjukkan Malaysia masih menerapkan “Maid Online,” sistem perekrutan lewat internet yang tidak ada dalam nota kesepahaman antara kedua negara.
Perekrutan secara online tersebut membuat pekerja migran Indonesia rentan dieksploitasi dan jelas melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran.
Ini dikarenakan sistem “Maid Online” itu membuat pekerja migran Indonesia masuk ke Malaysia tanpa melalui pelatihan, tidak memahami kontrak kerja dan datang menggunakan visa turis yang kemudian diubah menjadi visa kerja. Kementerian dan lembaga terkait sudah mengadakan rapat untuk menyikapi persoalan itu.
“Dan diputuskan untuk menghentikan sementara waktu penempatan PMI (pekerja migran Indonesia) ke Malaysia hingga terdapat klarifikasi dari pemerintah Malaysia termasuk komitmen untuk menghentikan mekanisme sistem Maid Online untuk penempatan PMI sektor domestik ke Malaysia,” kata Judha. (ian)
Tinggalkan Balasan