Trenggalek (Trigger.id) – Dua tahun terakhir banyak warga Durenan Trenggalek tidak bisa pulang menikmati ‘kupatan” di kampung halaman mereka.
Ada rasa kangen yang luar biasa di hati mereka, manakala hanya bisa ‘menikmati’ lontong kupat lewat video call kerabat mereka di kampung halaman.
Namun tahun ini masyarakat khususnya yang tinggal di kecamatan Durenan kabupaten Trenggalek bisa bernafas lega, karena pemerintah memperbolehkan mereka mudik.
Tradisi kupatan yang diperingati setiap tujuh hari (H+7) Idul Fitri di Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek, konon sudah lebih dari dua abad atau sejak generasi keempat dan hingga kini tetap berjalan alias tetap lestari. Bahkan, tradisi ini dipelopori oleh seorang kiai atau tokoh agama terkemuka di daerah tersebut.
Pengasuh Pondok Pesantren Babul Ulum KH Abdul Fattah Muin mengatakan, tradisi ‘kupatan’ dipelopori KH Mahyin putra dari KH Abdul Masyir. Kala itu, biasanya setiap kali lebaran Kiai Mahyin dijemput oleh Adipati Trenggalek guna mendampingi open house di Pendhapa Kabupaten.
Selama enam hari di Pendhapa Kabupaten Kiai Mahyin tidak makan alias berpuasa Syawal. Karena dzuriyah pondok banyak sehingga di kalangan masyarakat ‘kupatan’ familiar dari KH Abdul Masyir atau lebih dikenal Mbah Mesir.
“Aslinya Mbah Mahyin, putranya Mbah Mesir. Berhubung turunnya Mbah Mesir itu banyak, ya sudah dinisbatkan Mbah Mesir. Agar semua pada ikut, merasa nyengkuyung (bahu-membahu, red), tapi aslinnya Mbah Mahyin,” kata KH Fattah Muin. (ian)
Tinggalkan Balasan