

Untuk sekian kalinya gagasan Dedi Mulyadi, menuai kontroversi. Gubernur Jabar itu mensyaratkan seorang pria harus dilakukan vasektomi terlebih dahulu, untuk memperoleh bantuan sosial (Bansos). Banyak pihak kemudian meresponsnya, antara yang pro dan kontra. Tidak sedikit pula yang menyampaikan kritik ataupun saran. Sebelum diterapkan, metode kontrasepsi pria “berhadiah” Bansos, hendaknya dipertimbangkan secara saksama dari berbagai aspek. Tidak hanya dari perspektif medis. Namun juga pertimbangan penting dari sisi lainnya. Misalnya sudut pandang Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kementerian Kependudukan dan Keluarga Berencana, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Komnas HAM, dan beberapa pihak terkait lainnya.
Fisiologi testosteron
Pada kondisi fisiologis, seorang pria memiliki dua buah testis (pelir, zakar) yang dibungkus oleh skrotum. Dalam perkembangannya menuju fase pubertas, testis memulai proses produksi sperma (spermatogenesis). Selain berperan dalam fungsi reproduksi, testis merupakan tempat sintesis hormon seks pria yang disebut testosteron. Pada dasarnya, testosteron merupakan hormon krusial yang mengendalikan berbagai tahapan spermatogenesis. Artinya, untuk menghasilkan sperma yang berkualitas dan dalam kuantitas yang optimal, mutlak diperlukan testosteron.
Selain menginduksi spermatogenesis, ada beragam fungsi testosteron lainnya. Misalnya mengendalikan karakteristik seks sekunder seorang pria (pola pertumbuhan rambut dan jakun, perubahan suara, efek anabolik, pembentukan masa otot, libido, serta maskulinitas).
Produksi testosteron mencapai puncaknya saat memasuki fase remaja, hingga awal dewasa (sekitar usia 17-20 tahun). Setelah umur 30 tahun, hormon seks pria itu menurun secara bertahap. Biasanya penurunannya sekitar satu hingga tiga persen per tahun. Dibandingkan saat mencapai puncaknya pada umur 25 tahun, kadarnya tinggal sekitar 65-70 persen saja ketika berusia 40 tahun. Pola sekresinya juga bersifat diurnal. Artinya, mencapai kadar puncak tertinggi antara jam 07.00-10.00. Kemudian menurun secara bertahap pada malam hari. Siklus diurnal testosteron, akan berlangsung terus sepanjang hidup manusia. Pola sekresi testosteron yang fluktuatif, bersifat individual. Ada beberapa individu memiliki kadar testosteron yang lebih tinggi, dibanding individu lainnya.
Untuk aktivitasnya, sel-sel sperma memerlukan dukungan media transportasi saat terjadi ejakulasi. Cairan mani yang berasal dari vesikula seminalis dan kelenjar prostat, berperan penting sebagai wahananya. Selain sebagai sarana transpor, cairan mani berfungsi dalam banyak hal. Misalnya sokongan nutrisi dan perlindungan sperma, pelumas uretra, serta mencegah infeksi (lihat gambar di bawah)

Vasektomi
Vasektomi dikategorikan dalam operasi kecil (bedah minor). Prosedurnya dengan cara memotong kedua saluran transportasi sperma (vas deferens). Kemudian ujungnya diikat. Tujuannya agar air mani yang keluar saat ejakulasi, tidak lagi mengandung sel-sel sperma. Dengan demikian seorang pria yang telah dilakukan vasektomi, tidak lagi mampu membuahi sel telur. Proses kehamilan pun, dapat dicegah.
Sejatinya vasektomi merupakan salah satu metode kontrasepsi pada pria. Hingga kini akseptornya terbilang sangat minim. Prevalensinya tidak pernah mencapai satu persen. Pola tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia. Di seluruh dunia pun, juga tidak berkembang dengan optimal. Pasalnya berdasarkan Fatwa MUI tahun 2012, hukumnya haram. Meski demikian ada perkecualiannya, jika dilakukan dengan tujuan yang tidak melanggar syariat agama. Menurut Fatwa tersebut, vasektomi harus tidak mengakibatkan kemandulan permanen, dapat dikembalikan lagi seperti sediakala , dan tidak membahayakan akseptornya.
Vasektomi tidak menghambat produksi sperma. Namun karena salurannya diputus, sel-sel sperma akan diserap kembali oleh tubuh. Libido (gairah seksual) dan ereksi seorang pria juga tidak akan terganggu, meski tidak ada lagi sel-sel sperma yang keluar saat ejakulasi. Meski sangat efektif dan dianggap sebagai prosedur yang permanen, vasektomi tidak dapat mencegah kehamilan hingga seratus persen. Penyebabnya terjadi rekanalisasi spontan.
Sebelum seorang pria hendak dilakukan vasektomi, harus dilakukan suatu konseling terlebih dahulu. Intinya mereka harus siap secara psikologis dan dilakukan secara sukarela, lantaran vasektomi hampir seratus persen efektif. Indikasinya dilakukan jika pria tersebut tidak ingin memiliki anak lagi. Atau memantik risiko tinggi, jika terjadi kehamilan pada istrinya. Keluarga tersebut sedikitnya telah memiliki dua orang anak. Anak terkecil setidaknya telah berumur dua tahun.
Apabila di kemudian hari pihak pria/keluarga memutuskan ingin memiliki anak lagi, dapat dilakukan tindakan rekanalisasi. Meski demikian, tindakan operasinya tergolong rumit, mahal, dan angka keberhasilannya tidak mencapai satu persen. Hingga kini, belum ada aturan terkait sisi pembiayaannya.
Senyampang belum diputuskan gagasan vasektomi “berhadiah” Bansos, sebaiknya pihak-pihak terkait menetapkannya secara bersama melalui kajian yang mendalam.
—–o—–
*Penulis:
- Staf pengajar senior di Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya
- Magister Ilmu Kesehatan Olahraga (IKESOR) Unair
- Penulis buku:
– Serial Kajian COVID-19 (tiga seri)
– Serba-serbi Obrolan Medis
– Catatan Harian Seorang Dokter
Tinggalkan Balasan