

Zakat adalah salah satu dari lima rukun Islam dan merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu (hartanya melebihi satu nisob) untuk memberikan sebagian kekayaan mereka kepada yang berhak menerima.
Dalam Al-Quran, zakat sering kali disebut bersama-sama (bersanding) dengan shalat sebagai dua kewajiban utama dalam agama Islam. Kedua kewajiban ini sering kali disebut dalam satu ayat sebagai bagian dari tata cara ibadah yang diperintahkan Allah.
Para ulama sepakat mengeluarkan zakat hukumnya wajib bagi setiap muslim yang memenuhi syarat wajib zakat. Perintah mengeluarkan zakat tertuang dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an. Salah satunya pada surah Al-Baqarah ayat 110.
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا۟ لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”
Ayat-ayat semacam ini menekankan pentingnya keduanya sebagai praktek ibadah yang utama dalam Islam. Shalat adalah ibadah yang menghubungkan manusia langsung dengan Allah, sedangkan zakat adalah ibadah sosial yang menegaskan pentingnya kepedulian dan pembagian harta kepada yang membutuhkan.
Dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 disebutkan ada delapan asnaf yang berhak menerima zakat. Dalam istilah lain, penerima zakat juga disebut mustahik. Mereka adalah fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil. Allah SWT berfirman:
۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ٦٠
Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”
Golongan Penerima Zakat
Penjelasan mengenai pihak-pihak yang berhak menerima zakat sudah dijelaskan oleh Badan Zakat Nasional (BAZNAS). Berikut ini informasinya:
1. Fakir
Golongan pertama yang berhak menerima zakat adalah fakir. Yang termasuk golongan fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan penghasilan sehingga tidak mampu atau sulit memenuhi kebutuhan pokok hariannya. Oleh karena itu, zakat bermanfaat baginya untuk dapat memenuhi kebutuhan pokoknya.
2. Miskin
Golongan kedua adalah miskin. Hampir sama dengan fakir, golongan ini juga termasuk yang sulit memenuhi kebutuhan. Namun bedanya, golongan miskin memiliki penghasilan. Meskipun demikian, ia masih sulit untuk memenuhi kebutuhannya.
3. Amil
Golongan berikutnya yang berhak menerima zakat adalah amil. Amil adalah orang yang mengurus zakat, dari mulai penerimaan hingga penyalurannya.
Untuk menjadi amil zakat, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi individu tersebut. Beberapa diantaranya adalah merupakan seorang muslim, sudah baligh, dan memiliki sifat jujur. Cakupan pekerjaannya berkaitan dengan mengelola, mendistribusikan, mengumpulkan, dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat.
4. Mualaf
Mualaf adalah orang yang baru memeluk agama Islam. Zakat berfungsi untuk menyenangkan hatinya, dimana bisa saja seorang mualaf tersebut ditinggalkan keluarga atau pekerjaannya sehingga berpengaruh ke kondisi ekonominya.
5. Riqab
Golongan penerima zakat selanjutnya adalah riqab atau hamba sahaya. Hamba sahaya adalah korban perdagangan manusia, pihak yang ditawan oleh musuh Islam, serta orang yang terjajah dan teraniaya.
Pada zaman dahulu, banyak orang yang dijadikan budak oleh para saudagar kaya. Untuk meringankan beban dan penderitaannya, maka hamba sahaya dijadikan salah satu golongan yang berhak menerima zakat. Zakat ini dapat digunakan untuk menebus hamba sahaya agar dapat dimerdekakan.
6. Gharimin
Golongan berikutnya yang berhak menerima zakat adalah gharimin. Gharimin adalah orang yang terjerat utang karena bertahan hidup. Utang ini dapat disebabkan untuk kemaslahatan diri seperti mengobati penyakit, ataupun untuk kemaslahatan umum seperti membangun sarana ibadah dan tidak mampu membayarnya kembali saat jatuh tempo. Gharimin termasuk golongan penerima zakat agar dapat meringankan bebannya.
7. Fi Sabilillah
Fi Sabilillah adalah orang yang sedang berjuang di jalan Allah, seperti berdakwah atau berjihad. Dalam menjalankan perjuangannya di jalan Allah ini tentunya banyak halang rintang yang dihadapi dan waktu yang diberikan. Oleh karena itu, Fi Sabilillah termasuk golongan yang berhak menerima zakat.
8. Ibnu Sabil
Golongan terakhir yang berhak mendapatkan zakat adalah ibnu sabil. Ibnu sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan atau yang biasa kita kenal dengan musafir. Lebih spesifik, musafir yang dimaksud adalah yang sedang dalam perjalanan menegakkan agama Islam, bukan untuk maksiat.
Musafir bisa saja kehabisan perbekalan di perjalanan. Oleh karena itu, golongan ini termasuk golongan yang berhak menerima zakat agar kebutuhannya dalam perjalanannya dapat terpenuhi.
Mengelola Zakat Agar Lebih Manfaat
Mengelola zakat dengan baik adalah kunci untuk memastikan bahwa zakat tersebut dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi yang membutuhkan. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengelola zakat agar lebih bermanfaat:
- Edukasi: Penting untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang konsep zakat, siapa yang berhak menerimanya, dan bagaimana cara menghitungnya. Dengan pemahaman yang baik, orang akan lebih termotivasi untuk memberikan zakat secara benar dan ikhlas.
- Transparansi: Organisasi atau lembaga yang mengelola zakat harus transparan dalam penggunaan dan distribusi dana zakat. Mereka harus memberikan laporan yang jelas kepada para penyetor zakat tentang bagaimana dana tersebut digunakan dan siapa yang menerimanya.
- Pemilihan Penerima Zakat yang Tepat: Penting untuk memastikan bahwa zakat disalurkan kepada mereka yang membutuhkan secara nyata dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam syariah Islam. Hal ini dapat dilakukan melalui survei dan penelitian yang cermat tentang kondisi dan kebutuhan masyarakat yang berpotensi menerima zakat.
- Pengembangan Program Kesejahteraan: Dana zakat dapat dialokasikan untuk membiayai program-program yang membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti bantuan pendidikan, bantuan kesehatan, pelatihan keterampilan, atau program-program pemberdayaan ekonomi.
- Kolaborasi dengan Pihak Terkait: Kerjasama dengan pemerintah, lembaga sosial, dan organisasi masyarakat lainnya dapat memperkuat efektivitas pengelolaan zakat. Kolaborasi ini memungkinkan untuk lebih memahami kebutuhan masyarakat serta menghindari tumpang tindih dalam program-program bantuan.
- Pemantauan dan Evaluasi: Penting untuk terus memantau dan mengevaluasi efektivitas program-program yang didanai oleh zakat. Dengan melakukan evaluasi secara berkala, pengelola zakat dapat mengidentifikasi kelemahan dan memperbaiki program-program mereka untuk mencapai hasil yang lebih baik.
- Pengembangan Inovasi: Pengelola zakat perlu terbuka terhadap inovasi dalam pengelolaan dan distribusi zakat. Ini bisa meliputi penggunaan teknologi untuk mengoptimalkan proses pengumpulan dan distribusi zakat, serta pengembangan model-model baru yang lebih efisien dalam memberikan bantuan kepada yang membutuhkan.
Dengan mengimplementasikan langkah-langkah tersebut, zakat dapat dikelola dengan lebih efektif dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat yang membutuhkan.
—000—
*Pengasuh Pesantren Al Qur’an Nurul Falah Surabaya
Tinggalkan Balasan