
Oleh: Isa Anshori (Pemred Trigger.id)

Beberapa media asing dan media Indonesia, satu dua hari ini ramai-ramai memberitakan meningkatnya jumlah pengikut atheis di jazirah Arab terutama Arab Saudi dan Mesir.
Hal tersebut menjadi perbincangan karena berdasarkan data Pew Research Center tahun 2015 ada 317 juta umat Muslim atau setara 93% penduduk tinggal di jazirah Arab.
Namun pada data survey BBC pada tahun 2019, Arab Saudi mengalami penurunan jumlah masyarakatnya yang beragama Islam. Dala survey tersebut, jumlah masyarakat yang atheis yang semula hanya 8% tahun 2013 menjadi 13% di tahun 2019.
Merujuk data riset Iranian’s Attitudes Toward Religion tahun 2020, terdapat data bahwa 47% dari 40.000 responden mengaku sudah menjadi atheis.
Angka serupa juga muncul di Turki, negara yang 99% masyarakatnya beragama muslim tersebut juga memiliki peningkatan jumlah atheis dalam 10 tahun terakhir.
Apa yang menyebabkan fenomena ini?. Menurut jurnal berjudul Men Without God: The Rise of Atheism in Saudi Arabia yang ditulis Hannah Wallace, salah satu yang membuat banyaknya warga Arab Saudi memilih jadi atheis tak lepas dari sikap politik pemerintah setempat yang memanfaatkan agama.
Sejumlah masyarakat yang menolak untuk dipolitisasi memilih untuk menjadi Atheis. Dalam jurnal tersebut disebutkan pula jika teknologi informasi, khususnya media sosial yang ada di mana-mana, telah memberikan akses yang lebih mudah ke berbagai materi tentang ateisme.
Generasi muda di Arab Saudi dikabarkan semakin kecewa dengan kode hukum negara yang ketat dan pandangan kaku dari para ulama terkemuka.
Menurut Survei Pemuda ASDA’A Burson-Marsteller Arabia pada tahun 2018, 91 persen pemuda berusia antara delapan belas dan dua puluh empat tahun menyetujui naik takhta bin Salman. Fenomena ini sekaligus ingin menunjukkan keinginan untuk perubahan dan kemajuan di negeri Arab.
Tengok Kisah Penganut Atheis Abdullah Al Qasimi
Dalam sejarah Arab Saudi, kisah Abdullah al Qasimi cukup menarik perhatian tidak hanya di negaranya (Arab Saudi), namun juga menjadi pembahasan di banyak negara.
Al Qasimi semula merupakan seorang ulama besar yang terkenal alim, namun pada akhir hidupnya dia menjadi seorang atheis.
Abdullah Al-Qasemi lahir di Buraydah pada tahun 1907. Semasa kecilnya, dia pernah mengenyam pendidikan di sekolah Syeikh Ali Mahmoud.
Setelah ayahnya meninggal pada 1992, seorang pedagang bernama Abdulaziz Al-Rashed Al-Humaid yang terkesan dengan Al-Qasemi membawanya ke Irak untuk belajar.
Dia pun akhirnya masuk ke sekolah Syeikh Amin Shanqeeti, Zubair, Iraq. Setelah itu, dia melakukan perjalanan ke India dan menghabiskan waktu sekitar dua tahun untuk belajar di sana. Dia belajar bahasa Arab, hadits, dan dasar syariah Islam.
Kemudian, dia kembali ke Irak dan masuk ke sekolah al-Kazimiyah sebelum akhirnya memutuskan tinggal di Kairo. Di Kairo, Al-Qasimi belajar di Universitas Al-Azhar pada tahun 1927.
Selama menjadi mahasiswa di Mesir, dia menulis berbagai buku. Salah satu tulisannya yang cukup populer adalah buku berjudul ‘As-Shira Baini al-Islam wa al-Watsaniyyah’ yang berarti Peperangan antara Islam dan Pemuja Berhala.
Buku tersebut mendapat banyak pujian, salah satunya dari guru Al-Qasimi sendiri, yaitu Syekh Shali Munajid yang mengatakan bahwa Al-Qasimi dengan bukunya tersebut sudah membayar mahar untuk masuk surga.
Selain itu. Al Qasimi juga menulis beberapa buku kontroversial yang menyinggung para ulama di Al-Azhar. Hal tersebut membuatnya terusir dari universitas ternama tersebut.
Setelah kejadian itu, Al Qasimi mengubah cara pandangnya. Menurut situs Alarabiya News, Al Qasimi merubah pandangannya sampai dicap sebagai atheis.
Transformasi radikalnya dari pendukung salafisme menjadi atheis yang mengadopsi ideologi dan pemikiran bebas, membuatnya banyak dihujat oleh orang lain.
Salah satu bukunya yang kontroversial adalah buku berjudul ‘Mereka Berbohong untuk Melihat Tuhan yang Indah’.
Dengan aksi kontroversinya tersebut, Al Qasimi tercatat dua kali selamat dari upaya pembunuhan di Mesir dan Lebanon. Bahkan, dia sempat mendekam di penjara atas dorongan pemerintah Yaman. Alasannya adalah karena dia memiliki pengaruh besar terhadap siswa Yaman sering bertemu dengannya.
Pemikirannya tersebut dianggap berbahaya dan tidak cocok untuk Islam.
Di akhir hidupnya, Abdullah Al-Qasimi sempat dirawat di Rumah Sakit Ain-Shams, Kairo pada Desember 1995. Dan pada 9 Januari 1996, dia meninggal karena penyakit kanker dan dimakamkan bersama istrinya di Bab al-Wazir, Mesir. (ian)
Referensi: Wikipedia dan berbagai sumber
Tinggalkan Balasan