
Oleh: Yusron Aminulloh (Master Trainer MEP/ Pengurus ICMI Orwil Jatim)

Program Merdeka Belajar yang digagas Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nadiem Makarim, jauh dari harapan antara teori dan praktik. Hanyalah hadiah artifisial. Bahkan bisa dibilang Merdeka Belajar Tanpa Roh Kemerdekaan.
Merdeka Belajar di Sekolah dan Kampus a-historis bahkan artifisial. Ketika puluhan tahun sekolah dan kampus dikungkung oleh ribuan aturan yang mengekang kemerdekaan belajar, tiba-tiba ada konsep merdeka belajar. Ternyata aplikasinya tetap merdeka belajar sesuai petunjuk teknis (juknis). Bukan merdeka belajar sesungguhnya.
Dalam seminar “Evaluasi Merdeka Belajar” di Surabaya, Selasa (2/5/2023) yang digelar Iqra Semesta dalam rangka Hari Pendidikan Nasional, saya tegaskan bahwa dosen dan guru di Indonesia pola pikirnya “textbook”, semua langkah mengajar sudah diatur kurikulum, panduan utama mereka sudah diatur oleh buku, aturan.
Jika ada dosen dan guru kreatif pasti disalahkan. Apalagi berani out of box. Karena harus sesuai juknis. Meskipun masih ada pengajar yang kreatif dalam metodologi. Tapi hakekatnya, buku yang disahkan pemerintah tetap menjadi acuan utama. Itu artinya, sulit merdeka dalam belajar, karena dari hulu sudah “ditutup” sikap merdeka dan kreativitas mereka.
Jadi jika tiba-tiba ada konsep merdeka belajar, harus diubah dulu mindset dosen dan guru. Dan itu membutuhkan energi, waktu yang lama. Akibatnya jika kita ajak dosen dan guru memerdekan diri saat mengajar. Mereka tetap bilang tidak sesuai dengan juknis Kementerian Pendidikan.
Coba perhatikan, puluhan tahun dosen dan guru terbiasa didengarkan siswa dan mahasiswa, tiba-tiba sekarang disuruh mendengarkan, karena metodenya diubah, peserta didik aktif bicara dan menganalisa.
Ini saja problem. Mendengarkan itu tidak mudah, apalagi mengalah dengan mau mendengar gaya bicara anak sekarang dengan analisanya yang sering beda dengan dosen dan gurunya.
Lantas bagaimana solusinya ?
Solusi pertama, harus mengubah mindset dosen dan gurunya, harus mau memerdekan diri dari yang paling pintar, paling unggul, paling paham banyak hal. Jadilah samudera yang menerima segala kemungkinan perspektif baru dari siswa dan mahasiswa.
Kedua, merdeka belajar juga mengajarkan birokrasi pendidikan membatasi kewenangan. Berilah pedoman global dalam kurikukulum. Jangan detail. Serahkan dosen dan guru menterjemahkan. Beri kemerdekaan mengajar untuk mencapai merdeka belajar.
Apakah ini sulit dilakukan karena dosen dan guru belum semua berubah mindsetnya ?. Semua proses, asal substansi merdeka belajar menjadi kesadaran bersama. Karena merdeka bukan berarti bebas tanpa aturan, tanpa etika. Dosen dan guru pasti paham hal tersebut.
Tinggalkan Balasan