

Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) adalah organisasi yang lahir pada 6 Desember 1990 di Malang, Jawa Timur, atas prakarsa sejumlah cendekiawan, budayawan, dan tokoh nasional, termasuk tokoh politik, yang bertujuan untuk memberdayakan umat Islam Indonesia dalam berbagai bidang. Dengan visi memperjuangkan kesejahteraan umat dan kemajuan bangsa, ICMI awalnya mendapat respons positif dan berhasil menjadi salah satu wadah strategis bagi kalangan intelektual Muslim di Indonesia.
Pada era awal, ICMI memainkan peran signifikan dalam berbagai aspek pembangunan, termasuk pendidikan, ekonomi, sosial, dan politik. Di bawah kepemimpinan tokoh seperti B.J. Habibie, organisasi ini mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia Muslim dan menjadi salah satu penggerak dalam pembentukan kebijakan nasional, terutama di bidang teknologi dan inovasi.
ICMI juga aktif dalam advokasi terhadap kebijakan yang lebih pro-Umat Islam tanpa bersifat eksklusif. Berbagai program, seperti pendirian Bank Muamalat, Universitas Paramadina, dan Tabloid Republika, merupakan beberapa capaian penting dari ICMI.
Pada masa keemasan, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) berfungsi sebagai think tank yang kuat dengan pengaruh signifikan terhadap arah pembangunan bangsa. Pemikiran ICMI tentang politik, ekonomi keumatan, dan visi masa depan Indonesia menjadi rujukan utama pemerintah, bahkan sering kali menjadi katalis kebijakan strategis. Keberadaan ICMI sebagai mitra pemerintah kala itu sangat diperkuat oleh keberadaan tokoh sentral seperti B.J. Habibie, yang menjembatani gagasan intelektual dengan implementasi kebijakan.
Namun, memasuki era Reformasi, ICMI mulai menghadapi tantangan yang signifikan. Euforia demokrasi, fragmentasi politik, dan munculnya organisasi serupa dengan segmentasi berbeda mengurangi daya tarik ICMI. Fokus politik yang lebih cair dan beragam juga membuat organisasi ini terlihat kurang relevan dalam menjawab dinamika baru masyarakat.
Selain itu, munculnya tantangan globalisasi, digitalisasi, dan isu-isu kontemporer yang lebih kompleks, seperti krisis lingkungan, gender, dan kebangkitan generasi milenial, membuat ICMI terlihat kurang adaptif. Ketiadaan inovasi program yang signifikan dan pergantian kepemimpinan yang kurang strategis turut membuat organisasi ini terkesan stagnan.
Saat ini, pengaruh ICMI tampak meredup, baik dalam perannya sebagai mitra pemerintah maupun dalam kapasitasnya sebagai penjaga moral dan intelektual umat. Ada beberapa faktor yang menjelaskan fenomena ini:
1. Melemahnya Konsistensi Gagasan dan Arah Gerakan
ICMI pada masa keemasan dikenal dengan visi yang tegas: memperjuangkan kemajuan umat Islam melalui pendekatan intelektual, teknologi, dan ekonomi. Sayangnya, saat ini organisasi ini terlihat kurang konsisten dalam menawarkan gagasan segar dan relevan untuk menjawab tantangan baru. Dalam konteks globalisasi, digitalisasi, dan ketidakpastian ekonomi, ICMI belum sepenuhnya memanfaatkan posisinya untuk mengembangkan kebijakan berbasis intelektual yang berdampak luas.
2. Fragmentasi dan Kurangnya Daya Jangkau di Era Reformasi
Reformasi membawa kebebasan politik yang juga memecah fokus gerakan intelektual Islam. Banyak tokoh ICMI terlibat dalam berbagai organisasi politik, ekonomi, dan sosial lain yang memiliki visi yang lebih spesifik. Hal ini menyebabkan ICMI kehilangan sebagian tokoh penting yang dulu menjadi penggerak utama organisasi. Fragmentasi ini memperlemah bargaining power ICMI dalam menyampaikan gagasan besar kepada pemerintah.
3. Minimnya Pemanfaatan Teknologi dan Generasi Muda
Di era digital, banyak organisasi berbasis keumatan yang telah memanfaatkan teknologi untuk memperluas pengaruh, seperti gerakan fintech syariah, startup berbasis dakwah, hingga komunitas intelektual berbasis media sosial. Namun, ICMI terlihat belum maksimal dalam mengadopsi pendekatan ini. Selain itu, keterlibatan generasi muda juga masih sangat minim, sehingga organisasi ini terkesan ketinggalan zaman.
4. Pergeseran Fokus Pemerintah
Pemerintah saat ini cenderung lebih pragmatis dalam menentukan mitra strategisnya, dengan berfokus pada aktor yang memberikan solusi langsung terhadap isu-isu mendesak seperti transformasi digital, pendidikan vokasi, dan stabilitas ekonomi. ICMI, yang dulu unggul dalam menawarkan konsep besar berbasis keilmuan, kini jarang tampil di forum-forum diskusi nasional maupun internasional sebagai penghasil gagasan solutif.
Apa yang Harus Dilakukan ICMI?
Untuk kembali mendapatkan posisi strategisnya sebagai mitra pemerintah dan rujukan intelektual, ICMI perlu melakukan beberapa langkah berikut:
- Revitalisasi Gagasan dan Fokus Utama
- ICMI harus kembali menjadi pelopor pemikiran besar, seperti transformasi digital berbasis nilai-nilai Islam, kebijakan ekonomi keumatan dalam era disrupsi, dan kebijakan pendidikan untuk generasi masa depan.
- Menawarkan konsep “Nasib Indonesia ke Depan” dengan basis data, kajian mendalam, dan solusi yang konkret.
- ICMI perlu menciptakan program yang relevan dengan isu-isu kontemporer, seperti ekonomi digital, pengembangan teknologi berbasis syariah, dan penguatan pendidikan berbasis nilai-nilai Islam.
- Menggandeng Generasi Muda Cendekiawan Muslim
- Melibatkan generasi muda intelektual Muslim yang aktif di bidang teknologi, ekonomi kreatif, dan advokasi sosial untuk memperluas daya jangkau organisasi.
- Mengakomodasi partisipasi generasi muda cendekiawan Muslim dengan pendekatan yang lebih inklusif, inovatif, dan berbasis digital.
- Memperkuat Kolaborasi dan Akses ke Pemerintah serta Organisasi Lain.
- Menjadi mitra strategis pemerintah dengan fokus pada isu-isu prioritas nasional, seperti pengentasan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat desa, dan pengembangan ekonomi berbasis syariah.
- Bekerjasama dengan organisasi lain, termasuk yang berfokus pada isu global, seperti perubahan iklim, hak asasi manusia, dan pendidikan, dapat memperluas jaringan dan pengaruh ICMI.
- Memanfaatkan Platform Digital
- Mengembangkan media digital sebagai ruang diskusi, penyebaran pemikiran, dan advokasi kebijakan untuk menarik perhatian masyarakat luas, terutama kaum milenial.
- Kehadiran ICMI di platform digital harus diperkuat untuk menarik perhatian publik, khususnya generasi muda, dan menyebarkan nilai-nilai organisasi secara lebih luas.
Penutup
ICMI, dengan warisan sejarah yang kuat, tetap memiliki potensi untuk memainkan peran besar di Indonesia. Namun, untuk bertahan di tengah perubahan zaman, organisasi ini harus mampu bertransformasi, beradaptasi, dan menawarkan solusi nyata yang relevan bagi umat Islam dan bangsa. Jika langkah ini dilakukan, ICMI dapat kembali menjadi aktor strategis dalam pembangunan Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.
ICMI memiliki sejarah besar sebagai organisasi yang mampu mengintegrasikan intelektualisme dengan keimanan. Namun, untuk bertahan di tengah tantangan zaman, ICMI harus bertransformasi menjadi organisasi yang lebih adaptif, inklusif, dan berorientasi pada solusi konkret. Dengan mengembalikan visi besar dan memperkuat posisinya di tingkat nasional maupun global, ICMI dapat kembali menjadi garda terdepan dalam mewujudkan masa depan Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.
—000—
*Pemred Trigger.id dan Anggota ICMI Orwil Jatim
Tinggalkan Balasan