
Jakarta (Trigger.id) – Nahdlatul Ulama (NU) menyelenggarakan haul atau peringatan ke-15 tahun wafatnya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Pondok Pesantren Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (21/12). Dalam agenda yang dihadiri sejumlah tokoh NU, budayawan, pendeta Kristiani, hingga para menteri dan wakil menteri Kabinet Merah Putih tersebut, putri Gus Dur yakni Yenny Wahid mengkritisi sejumlah kasus yang melibatkan oknum kepolisian.
Yenny Wahid, memanfaatkan momentum tersebut untuk menyampaikan kritik terhadap sejumlah kasus yang melibatkan oknum kepolisian. Pernyataan Yenny ini menunjukkan keberlanjutan semangat Gus Dur dalam menyuarakan keadilan dan kebenaran, bahkan terhadap institusi yang memiliki kekuasaan besar seperti kepolisian.
Kritik ini penting dalam konteks demokrasi, di mana institusi negara, termasuk kepolisian, harus diawasi dan dijaga agar tidak menyimpang dari tugas utamanya sebagai pelayan dan pelindung masyarakat. Dalam hal ini, kritik Yenny mencerminkan nilai-nilai Gus Dur yang konsisten mendukung transparansi, keadilan, dan supremasi hukum.
Warisan besar Gus Dur
Bicara tentang warisan besar Gus Dur, Yenny Wahid menyoroti prinsip kepemimpinan Gus Dur yang menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama. Dalam hal ini, Gus Dur menunjukkan bahwa kekuasaan seharusnya menjadi alat untuk menciptakan kemaslahatan, bukan untuk memperkaya diri atau kelompok tertentu.
“Salah satu warisan penting Gus Dur yang ingin saya sampaikan adalah keberaniannya menggunakan kekuasaan untuk melayani masyarakat, bukan untuk melayani dirinya sendiri. Gus Dur memahami bahwa kekuasaan adalah amanah, bukan alat untuk memanipulasi aturan atau merugikan rakyat,” ujar Yenny Wahid
Menurut Yenny, keberanian Gus Dur dalam menggunakan kekuasaan untuk melayani masyarakat dapat dilihat dari beberapa kebijakan dan langkah-langkahnya yang sering kali kontroversial, tetapi bertujuan untuk menegakkan keadilan, kesetaraan, dan keberagaman.
Menurutnya, semua yang dilakukan Gus Dur selama memimpin adalah untuk kepentingan masyarakat bukan untuk mempertahankan kekuasaan. “Inilah yang seharusnya menjadi pelajaran bagi kita semua, terutama bagi para pemimpin hari ini,” ucapnya
Putri kedua Gus Dur ini mengatakan bahwa saat ini kondisi Indonesia sedang menghadapi tantangan ekonomi, dengan harga kebutuhan pokok yang terus melonjak, daya beli yang menurun, dan semakin banyaknya masyarakat yang tergerus dari kelas menengah. Bahkan, menurutnya sejumlah sembilan juta orang turun kelas.
“Para ekonom menganalisa bahwa konsumsi domestik adalah penopang terbesar laju ekonomi Indonesia, tetapi justru saat ini ada rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen,” ujarnya. (bin)
Tinggalkan Balasan