
Surabaya (Trigger.id) — Suasana Sidang Paripurna DPRD Provinsi Jawa Timur memanas setelah Gubernur Khofifah Indar Parawansa tidak hadir dalam agenda penting penyampaian nota penjelasan gubernur atas Rancangan Perubahan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Ketidakhadiran orang nomor satu di Jawa Timur ini menuai respons keras dari sejumlah anggota legislatif, terutama dari Fraksi Partai Golkar.
Sidang yang seharusnya menjadi ruang pembahasan awal terhadap regulasi strategis mengenai pengelolaan dan tata kelola BUMD, berubah menjadi ajang kekecewaan. Fraksi Golkar secara tegas menyatakan keberatan atas absennya gubernur, dan sebagai bentuk protes, seluruh anggotanya memilih walkout meninggalkan ruang sidang.
Juru bicara Fraksi Golkar, Muhammad Iqbal, menuturkan bahwa ketidakhadiran gubernur dalam sidang sepenting ini menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap mekanisme formal di lembaga legislatif. Ia menegaskan bahwa partainya menghormati jalannya demokrasi, namun ketidakhadiran Khofifah dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap tanggung jawab konstitusional.
“Kami bukan sekadar protes, tapi ingin menunjukkan bahwa pembahasan regulasi publik harus dilakukan secara serius dan melibatkan pihak eksekutif secara langsung, terutama gubernur sebagai penanggung jawab utama Raperda ini,” tegas Iqbal di hadapan wartawan seusai keluar dari ruang sidang.
Sementara itu, dari pihak Sekretariat DPRD, disebutkan bahwa ketidakhadiran gubernur digantikan oleh pejabat yang mewakili, yakni Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur. Namun, langkah itu dinilai tidak cukup mewakili otoritas dan tanggung jawab politis yang melekat pada jabatan gubernur, khususnya dalam penjelasan awal raperda strategis.
Ketua DPRD Jatim, Kusnadi, menyayangkan dinamika tersebut dan berharap ada komunikasi politik yang lebih baik antara eksekutif dan legislatif, agar tidak menimbulkan kesan buruk di mata publik.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan resmi dari pihak Pemerintah Provinsi Jawa Timur terkait alasan ketidakhadiran Gubernur Khofifah dalam sidang paripurna tersebut.
Peristiwa ini menjadi catatan penting menjelang berakhirnya masa jabatan Khofifah, sekaligus menjadi sorotan menjelang tahapan politik 2024–2025, di mana komunikasi dan kehadiran dalam forum publik menjadi semakin krusial. (bin)
Tinggalkan Balasan