
Madrid, Spanyol (Trigger.id) — Andriy Portnov, mantan pejabat tinggi Ukraina yang dikenal luas karena keterlibatannya dalam sistem hukum yang korup dan kedekatannya dengan Rusia, tewas ditembak di sebuah tempat parkir di pinggiran kota Madrid. Peristiwa ini terjadi sesaat setelah ia mengantar anak-anaknya ke American School. Meski kematiannya mengejutkan banyak orang, khususnya di Ukraina, tak banyak yang menunjukkan rasa duka.
Portnov, 51 tahun, dikenal luas sebagai tokoh kontroversial dalam pemerintahan Ukraina, terutama selama era Presiden pro-Rusia Viktor Yanukovych. Ia pernah menjabat sebagai wakil kepala Kantor Kepresidenan dan disebut-sebut sebagai arsitek sistem hukum korup yang digunakan untuk melindungi kepentingan kelompok pro-Kremlin.
“Dia adalah otak di balik sistem peradilan yang dirancang untuk menutupi kejahatan dan mendukung pengaruh Rusia,” ujar pakar hukum Mykhailo Zhernakov dari Dejure Foundation.
Sebelum bergabung dengan kubu Yanukovych, Portnov bekerja bersama mantan Perdana Menteri Yulia Tymoshenko. Namun pada 2010, ia berpaling dan bergabung dengan pemerintahan yang condong ke Rusia. Langkah ini dipandang sebagai bentuk pengkhianatan besar oleh banyak pihak di Ukraina.
Selama bertahun-tahun, Portnov dikenal sering mengintimidasi jurnalis, menggugat media yang mengkritiknya, dan menempatkan loyalisnya di posisi-posisi penting dalam sistem peradilan. Amerika Serikat pun sempat menjatuhkan sanksi terhadapnya karena praktik manipulatifnya tersebut.
“Ketika wartawan mempublikasikan laporan tentang korupsi yang melibatkannya, dia menuduh mereka menyebarkan berita palsu. Padahal ada dokumen dan kesaksian yang jelas mendukung tuduhan itu,” kata Oksana Romaniuk dari Institute of Mass Information.
Setelah Revolusi Maidan 2014 yang menggulingkan Yanukovych, Portnov melarikan diri ke Moskow. Ia kemudian diketahui memiliki banyak properti di Rusia dan tetap berusaha memengaruhi politik Ukraina dari luar negeri, termasuk dengan mengontrol saluran TV pro-Kremlin NewsOne. Ia sempat kembali ke Ukraina pada 2019, namun kembali kabur setelah invasi Rusia ke Ukraina pada 2022.
Ironisnya, setelah berbagai tindakan anti-Barat yang dilakukannya, Portnov justru memilih menetap di Spanyol dan menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Amerika.
Kematian Portnov kini memunculkan beragam spekulasi. Beberapa pihak menilai pembunuhan ini mungkin bermotif ekonomi atau balas dendam pribadi, bukan semata politik. Namun mengingat banyaknya musuh yang ia miliki, termasuk di lingkaran kriminal dan intelijen Rusia, siapa pun bisa jadi pelaku.
“Dia punya ribuan musuh. Bisa siapa saja. Rusia juga mungkin karena dia tahu terlalu banyak hal,” kata jurnalis investigasi Maksym Savchuk.
Pihak keamanan Ukraina sendiri tampak enggan dikaitkan dengan pembunuhan ini. Selama ini, Ukraina diketahui pernah melakukan operasi pembunuhan terhadap target-target tertentu, namun biasanya dilakukan di wilayah pendudukan Rusia atau di Rusia sendiri, bukan di negara seperti Spanyol.
Meski Portnov telah tiada, warisan kekuasaannya disebut masih terasa. Banyak orang yang dahulu diangkatnya masih berada dalam sistem hukum Ukraina. Zhernakov berharap momentum ini bisa dimanfaatkan untuk mereformasi peradilan yang disebutnya masih “busuk”.
“Jangan kira pengaruhnya ikut hilang hanya karena dia sudah mati,” ujarnya. (ian)
Tinggalkan Balasan