

Tanggal 1 Dzulhijjah telah tiba. Umat Islam di seluruh dunia kembali diberi kesempatan istimewa oleh Allah SWT untuk menjalani sepuluh hari paling mulia dalam setahun. Tapi sayangnya, mungkin saja tidak semua umat memahami keistimewaan ini.
Maka tidak ada salahnya jika kita mengingatkan. Karena sebagaimana ditegaskan dalam banyak hadits, amal shalih pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah lebih dicintai Allah melebihi amal-amal lainnya, bahkan jihad fi sabilillah.
Sebuah hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada amal shalih yang lebih dicintai Allah melebihi amal shalih yang dilakukan pada hari-hari ini (yakni sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya, “Tidak juga jihad di jalan Allah?” Beliau (Rosulullah SAW) menjawab, “Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali dengan sesuatu apapun (yakni mati syahid).” (HR. Bukhari, no. 969)
Jika kita mencermati hadis tersebut maka sungguh saying jika keistimewaan 10 hari pertama dzulhijjah ini lewat begitu saja. Juga saying jika informasi penting ini tidak disebarkan, karena mungkin saja diantara kita ada yang lupa atau belum mengetahuinya.
Momentum istimewa ini seharusnya tidak berlalu begitu saja. Kita harus hidupkan, tidak hanya dalam ruang ibadah personal, tetapi juga dalam bentuk gerakan sosial yang kolektif dan masif. Kita ajak keluarga, teman, sahabat, kerabat, dan semuanya saja untuk memanfaatkan momentum ini.
Membangkitkan Spirit Puasa Sunnah 1-9 Dzulhijjah
Puasa sunnah mulai tanggal 1 hingga 9 Dzulhijjah adalah amalan ringan namun penuh makna. Menjadi sarana penjernih diri di tengah kegaduhan dan kebisingan dunia. Apalagi di tengah iklim sosial-politik yang makin mudah tersulut oleh provokasi, puasa mengajarkan pengendalian diri, kejernihan berpikir, serta kesabaran sosial.
Puncaknya adalah puasa Arafah (9 Dzulhijjah), yang pahalanya luar biasa: menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang (HR. Muslim). Andai umat Islam di Indonesia menjadikan hari-hari ini sebagai momentum spiritual bersama (layaknya gerakan nasional) maka akan muncul gelombang keinsafan kolektif yang sangat dibutuhkan dan bermakna bagi bangsa ini.
Berqurban Untuk Ibadah dan Solidaritas Sosial
Hari ke-10 Dzulhijjah adalah Idul Adha, hari raya besar yang juga dikenal sebagai Hari Raya Qurban. Kita tidak boleh puasa di hari ke-10 ini hingga 3 hari tasyrik berikutnya. Tetapi kita sangat dianjurkanuntuk berqurban. Qurban bukanlah sekadar seremoni penyembelihan hewan, tetapi qurban adalah simbol keberanian dan keikhlasan dalam memberi. Qurban adalah ibadah sosial yang menyatukan dimensi spiritual, ekonomi, dan kemanusiaan.
Dalam konteks bangsa, semangat qurban adalah antitesis dari budaya mementingkan diri sendiri. Sebuah pesan tentang pentingnya solidaritas, kepekaan terhadap sesama, serta kesiapan berkorban demi kebaikan yang lebih besar. Di tengah ancaman perpecahan sosial dan melemahnya empati publik, semangat berqurban menjadi sangat relevan dan mendesak untuk dibangkitkan.
Kita Nyalakan Bara Spirit Peradaban
Sepuluh hari pertama Dzulhijjah adalah panggilan ilahi untuk membangkitkan umat. Sebagai titik tolak bagi lahirnya gerakan kebaikan yang sistematis. Dari puasa hingga qurban, dari masjid hingga media sosial, dari hati hingga institusi, semua bisa terlibat.
Momentum ini harus digunakan untuk membangun civil society berbasis nilai, memperkuat pendidikan moral, dan menggerakkan amal kolektif. Mengajak komunitas untuk menata ulang orientasi hidup: dari yang transaksional menjadi spiritual, dari eksklusif menjadi inklusif.
Menghidupkan sepuluh hari Dzulhijjah adalah strategi untuk membangun peradaban. Maka mari kita jadikan momentum ini sebagai awal dari gelombang kebangkitan umat. Dimulai dari diri, meluas ke keluarga, komunitas, dan akhirnya menjadi gerakan nasional. Dari Dzulhijjah, kita bisa menata ulang arah sejarah umat menuju arah yang lebih terang dan bermartabat.
—000—
*Ketua ICMI Jawa Timur, Ketua DPP AMPHURI, Akademisi Unitomo Surabaya
Tinggalkan Balasan