
Buleleng, Bali (Trigger.id) – Di tengah heningnya hutan Taman Nasional Bali Barat (TNBB), Buleleng, Bali, awal Agustus lalu, suasana penuh haru dan bahagia menyelimuti para pegiat konservasi. Dari balik kandang habituasi, satu per satu rusa timor perlahan melangkah keluar, menapaki tanah yang sejatinya adalah rumah mereka.
Bagi Bali Zoo, momen ini menjadi penutup dari perjalanan panjang mengembangbiakkan rusa timor (Rusa timorensis) dan mengembalikannya ke alam. Tak hanya menjadi kado manis bagi Hari Konservasi Alam Nasional yang diperingati setiap 10 Agustus, pelepasliaran ini juga menjadi bukti nyata komitmen pelestarian satwa endemik Indonesia.
Perjalanan Pulang Sang Penghuni Hutan
Sebanyak 12 ekor rusa — enam jantan berusia 5 bulan hingga 7 tahun dan enam betina berusia 4 bulan hingga 2 tahun — kembali dilepaskan di habitat seluas sekitar 19 ribu hektare di TNBB. Dari penangkaran ex-situ di Desa Singapadu, Gianyar, mereka menempuh perjalanan 140 kilometer selama hampir empat jam menuju rumah lama mereka.
Namun, kembali ke alam bukan sekadar membuka pintu kandang. Rusa-rusa ini lebih dulu menjalani pemeriksaan kesehatan, proses administrasi panjang, hingga masa habituasi selama lebih dari seminggu di TNBB. Di sanalah mereka belajar lagi mengenali suara hutan, aroma vegetasi liar, dan perubahan cuaca terbuka.
“Dengan tingkat pengembangbiakan yang cepat, kami memutuskan melepas sebagian untuk memperkuat populasi di alam, menjaga keragaman genetik, dan mendukung keseimbangan ekosistem,” jelas Kepala Humas Bali Zoo, Emma Kristiana Chandra. Saat ini, koleksi rusa timor di penangkaran tersisa 58 ekor.
Rumah yang Kaya dan Ramah
Menurut Budi Mulyanto, Kepala Sub Direktorat Pengawetan Spesies dan Genetik Kementerian Kehutanan, rusa timor memiliki kemampuan adaptasi tinggi. TNBB sendiri menawarkan rumah yang ideal, dengan ekosistem beragam mulai dari hutan bakau, hutan hujan tropis, hutan dataran rendah, hingga sabana.
Wilayah konservasi ini juga dikelilingi gunung tidak aktif seperti Gunung Prapat Agung, Gunung Sanghyang, dan Gunung Klatakan, serta gugusan pulau indah seperti Pulau Menjangan dan Pulau Burung. Keanekaragaman habitat ini menjadi modal besar bagi keberlangsungan rusa timor.
Ancaman yang Masih Mengintai
Meski begitu, perjalanan pulang rusa timor bukan berarti bebas dari ancaman. Satwa jantan dengan ranggah bercabang indah sering menjadi target perburuan ilegal. Kepala Polres Buleleng, AKBP Ida Bagus Widwan Sutadi, mengungkapkan patroli rutin dilakukan bersama polisi kehutanan, Balai TNBB, BKSDA, dan masyarakat adat melalui Pecalang untuk mencegah aksi pemburu liar.
Pada April 2024, dua pemburu lintas provinsi ditangkap karena memburu rusa timor. Kasus semacam ini menjadi pengingat bahwa satwa ini, yang telah berstatus rentan punah menurut IUCN, masih jauh dari aman.
Generasi Muda, Penjaga Masa Depan
Berdasarkan data Balai TNBB, populasi rusa timor di hutan Bali Barat pada 2023 diperkirakan hanya 1.014 ekor. Penyusutan populasi terjadi akibat perburuan dan penyempitan habitat. Karena itu, Kepala BKSDA Bali, Ratna Hendratmoko, menekankan pentingnya melibatkan generasi muda dalam konservasi.
“Kesadaran sejak dini adalah kunci. Menyelamatkan alam, flora, dan fauna adalah tanggung jawab bersama demi masa depan konservasi,” ujarnya.
Pelepasliaran kali ini menjadi simbol harapan bahwa manusia dan alam dapat berjalan berdampingan. Di hutan Bali Barat, rusa timor kembali membangun hidupnya. Dan di hati para pegiat konservasi, tumbuh keyakinan bahwa langkah-langkah kecil ini akan menyusun masa depan yang lebih lestari. (bin)
Tinggalkan Balasan