
Jakarta (Trigger.id) — Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan indikasi penyalahgunaan narkoba dalam rokok elektrik (vape) setelah melakukan uji laboratorium terhadap 341 sampel cairan vape dari berbagai daerah pada Juli–September 2025. Hasilnya, 12 di antaranya positif mengandung narkotika golongan I. Temuan ini menimbulkan kekhawatiran besar, terlebih mayoritas pengguna vape berasal dari kalangan muda.
Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Susi Ari Kristina, S.Farm., M.Kes., Apt., menyatakan temuan tersebut merupakan alarm serius bagi semua pihak terkait, mulai dari bea cukai, Kementerian Kesehatan, hingga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Vape ini terlalu mudah diakses. Cairannya bisa dimasuki zat apapun, termasuk narkotika. Regulasi memang sudah ada, tetapi implementasinya masih lemah dan kurang tersosialisasi,” ujar Susi, Jumat (26/9).
Menurutnya, penggunaan vape di Indonesia justru mengalami normalisasi karena dianggap modern dan menyenangkan, bukan berbahaya. Padahal, negara lain sudah menerapkan kebijakan ketat, sementara BPOM di Indonesia seharusnya berperan lebih aktif dalam pengawasan produk dan peredarannya.
Susi menegaskan, persepsi masyarakat yang menganggap vape lebih aman dibanding rokok tembakau adalah keliru. “Bukan berarti tidak berbahaya,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa zat narkotika dalam cairan vape memiliki sifat adiktif yang mendorong penggunanya terus mencari efek serupa. Selain itu, kelompok tertentu bahkan dinilai gencar mengupayakan pelonggaran aturan vape. “Apalagi nikotin dengan rasa pada vape semakin memperkuat ketergantungan,” tambahnya.
Sebagai solusi, Susi menyarankan langkah edukasi sejak dini, terutama di lingkungan mahasiswa kesehatan agar mampu memberikan konseling berhenti merokok atau menggunakan vape. Edukasi juga harus diperluas pada upaya promotif dan pencegahan. “Bahkan harus dikaitkan dengan kesehatan mental, karena sebagian orang menjadikan vape sebagai pelarian,” pungkasnya. (bin)
Tinggalkan Balasan