
Tel Aviv (Trigger.id) — Seorang mantan sandera Israel yang baru dibebaskan bulan lalu mengungkapkan bahwa ia mengalami kekerasan seksual selama dua tahun masa penahanan di Gaza. Dalam wawancara eksklusif dengan program Hazinor di Channel 13, Rom Braslavski (21) menceritakan bagaimana anggota kelompok Jihad Islam Palestina (PIJ) memperlakukannya dengan kejam.
“Itu adalah kekerasan seksual dengan tujuan utama untuk mempermalukan dan menghancurkan harga diri saya,” ujar Braslavski. Ia menjadi laki-laki pertama di antara para mantan sandera yang secara terbuka mengaku menjadi korban kekerasan seksual selama ditawan.
Braslavski merupakan anggota militer Israel yang saat itu sedang cuti dan bekerja sebagai petugas keamanan di festival musik Nova ketika serangan Hamas dan kelompok bersenjata Palestina terjadi pada 7 Oktober 2023. Serangan tersebut menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan 251 lainnya disandera.
Israel kemudian melancarkan operasi militer besar-besaran di Jalur Gaza yang hingga kini telah menewaskan lebih dari 68.800 orang, menurut data Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas.
Empat minggu lalu, Braslavski termasuk di antara 20 sandera terakhir yang masih hidup dan dibebaskan dalam kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi Amerika Serikat antara Israel dan Hamas.
Dalam wawancara yang disiarkan Kamis malam (6/11/2025), ia menceritakan bahwa perlakuan PIJ terhadapnya memburuk setelah dirinya menolak permintaan untuk berpindah agama dari Yahudi ke Islam pada Maret 2025, bertepatan dengan berakhirnya gencatan senjata sebelumnya.
Ia mengatakan sempat dibutakan dengan penutup mata selama tiga minggu, diberi batu di telinga agar pendengarannya terganggu, serta dikurangi jatah makanan dan air. Tak lama kemudian, para penyiksanya mengaku menerima perintah untuk menyiksanya secara fisik.
“Mereka mengikat, memukul, dan mencambuk saya dengan kabel logam berulang kali setiap hari. Saya sempat berpikir tidak akan bisa bertahan hidup,” kenangnya.
Pada Agustus 2025, PIJ sempat merilis video yang memperlihatkan Braslavski dalam kondisi lemah, menangis, dan mengaku hampir meninggal karena kelaparan serta dehidrasi. Setelah video itu tersebar, menurut Braslavski, para penyiksanya mulai melakukan kekerasan seksual terhadapnya.
“Mereka menelanjangi saya sepenuhnya, mengikat saya, dan saya hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar semuanya segera berakhir,” tuturnya dengan suara bergetar. Ia menolak untuk merinci lebih jauh bagian tersebut karena masih mengalami trauma mendalam.
Presiden Israel Isaac Herzog memuji keberanian Braslavski yang berani mengungkap kekejaman yang dialaminya. “Dunia harus memahami besarnya kejahatan yang dilakukan para teroris di Gaza — kekejaman, kekerasan seksual, dan penyiksaan yang mengerikan,” tulis Herzog di platform X.
Sebelumnya, sedikitnya empat perempuan mantan sandera juga telah berbicara mengenai dugaan pelecehan seksual yang dialami mereka maupun sandera lain selama di Gaza, sebagaimana dilaporkan Reuters.
Menanggapi tuduhan tersebut, seorang pejabat PIJ membantah dan menyebut klaim Braslavski “tidak benar” tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
PBB melalui Perwakilan Khusus untuk Kekerasan Seksual dalam Konflik pada Maret 2024 menyatakan telah menemukan bukti kuat adanya pemerkosaan dan penyiksaan seksual terhadap sebagian sandera di Gaza. Namun, Hamas menolak laporan itu dan menyebutnya “tidak berdasar”.
Sementara laporan Komisi Penyelidik PBB pada Maret 2025 juga menuduh Israel melakukan kekerasan berbasis gender terhadap warga Palestina, termasuk pelecehan dan pemaksaan telanjang di muka umum. Israel membantah tuduhan tersebut dan menyebutnya tidak berdasar.
Kasus Braslavski muncul di tengah meningkatnya sorotan terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusia oleh kedua pihak selama konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina. (bin)



Tinggalkan Balasan