
Surabaya (Trigger.id) – Marwan Rosyadi Peneliti di Laboratory of Electric Machinery, Department of Electrical and Electronic Engineering, Kitami Institute of Technology, Hokkaido, Jepang menjelaskan, energi fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam akan habis pada 2050 mendatang.
“Berdasarkan Global Wind Energy Council (GWEC), sebuah organisasi statistik turbin-turbin di dunia, menjelaskan bahwa pada 2050 mendatang, tren di Eropa nanti akan menggunakan 100 persen sumber energi baru terbarukan untuk pasokan energi listrik,” kata Marwan..
Menurut Undang-Undang (UU) Energi No.30/2007 dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Konservasi energi, definisi konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya.
Sedangkan efisiensi energi bisa diartikan sebagai upaya untuk mengurangi konsumsi energi yang dibutuhkan dalam menghasilkan suatu jenis produk maupun jasa tanpa mengurangi kualitas dari produk dan jasa yang dihasilkan.
Perlu diketahui masalah pemborosan energi secara umum sekitar 80 persen oleh faktor manusia dan 20 persen disebabkan oleh faktor teknis. Efisiensi energi penekanannya lebih ke demand side management (DSM), di masyarakat kadangkala efisiensi energi diartikan juga sebagai penghematan energi.
Menggunakan energi secara efisien bukan berarti penggunaan energi harus mengorbankan kenyamanan misalnya membaca buku di ruangan gelap untuk menghemat lampu atau mematikan seluruh AC di gedung demi menghemat biaya listrik.
Contoh tindakan yang menggunakan energi secara efisien adalah menggunakan lampu tipe compact fluorescent lamp (CFL) sebagai pengganti lampu pijar yang bisa menghemat penggunaan energi hingga 40 persen untuk menghasilkan intensitas cahaya yang sama, atau memperbanyak jendela di langit-langit (skylights), sehingga bisa menghindari penggunaan lampu di siang hari.Keberhasilan penggunaan energi secara efisien sangat dipengaruhi oleh perilaku, kebiasaan,kedisplinan dan kesadaran akan hemat energi.
Bukan hanya itu cara efisiensi energi, cara lain diantaranya melakukan perawatan dan perbaikan pada alat-alat yang mengkonsumsi energi, menggunakan teknologi yang efisiensi energi, mengaplikasikan teknologi proses produksi di industri yang hemat energi dan lain-lain.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat serta bertambahnya gedung-gedung di Indonesia, penerapan efisiensi energi di gedung-gedung yang sesuai dengan standar nasional Indonesia menjadi hal yang sangat penting.
Pada umumnya gedung di negara tropis seperti Indonesia paling banyak menggunakan energi untukm sistem tata udara (45-70 persen), sistem tata cahaya (10-20 persen), lift dan eskalator (2-7 persen) serta alat-alat kantor dan elektronik (2-10 persen).
Gedung yang boros energi bukan hanya mahal biaya operasionalnya namun juga menghasilkan emisi gas rumah kaca yang merusak lingkungan.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan saat ini banyak negara menghadapi krisis energi yang sangat akut. Salah satu contoh konkritnya adalah Sri Lanka.
Ia menuturkan lanskap energi global telah diubah atau dibentuk kembali secara radikal. Harga komoditas energi pun meroket. “Saya yakin Anda semua sebagai Menteri Keuangan sekaligus Gubernur Bank Sentral melihat ini sebagai ancaman bagi stabilitas makro ekonomi kita, serta lingkungan yang kondusif bagi kita untuk mempertahankan pemulihan,” ungkap Sri Mulyani dikutip dari Antara, Sabtu (16/4/2022). (ian)
Tinggalkan Balasan