
“Djaduk ini mendapat sambutan dan apresiasi luar biasa”.
Oleh: Isa Anshori (Pemred Trigger.id)

Orang mengenal Djaduk Ferianto sebagai seniman serba bisa. Namun bagi penulis, Djaduk lebih dari seorang seniman. Totalitasnya sebagai seniman tak perlu diragukan. Kepiawaian menjadi musisi telah terasah sejak muda. Dunia panggung, musik dan teater lekat selama hidupnya.
Jika hanya sebagai musisi, barangkali Djaduk seperti halnya musisi lainnya hanya berpikir bagaimana bisa tetap eksis dalam kondisi apapun. Namun Djaduk Ferianto lebih dari itu. Ia merasa gamang dan resah ketika musik tak mampu menjadi peristiwa budaya yang menjadi suguhan atau persembahan budaya yang agung dan bisa dinikmati oleh semua kalangan.
Karena itu, ketika para pelaku seni pertunjukan secara tak sadar membuat sekat-sekat kebudayaan, sekat-sekat kemanusiaan, sekat ekonomi, sosial dan budaya, Djaduk justru menabraknya dengan langkah berani dan beresiko.
Pria kelahiran Yogyakarta 19 Juli 1964 dari pasangan maestro tari Bagong Kussudiardja dan Soetiana tersebut, membuat peristiwa budaya “Ngayogjazz” pertama kali tahun 2007. Konsep seni pertunjukan musik (jazz) yang mengeliminir sekat-sekat ekonomi, sosial dan budaya itu sendiri. Djaduk membawa jazz di tengah perkampungan, di pinggir sawah, di lapangan bola dan seterusnya.
Konsep anti maintream yang dimotori Djaduk ini mendapat sambutan dan apresiasi luar biasa. Jika sebelumnya jazz lekat dengan strata masyarakat tertentu, dengan status ekonomi tertentu dan dengan atribut-atribut tertentu juga ternyata di tangan Djaduk Ferianto, jazz hadir dengan kelenturan yang mampu menjadi jembatan sekat-sekat tersebut.
Ketika penikmat musik jazz datang ke acara Ngayogjazz, tidak usah heran jika mereka melihat para pedagang makanan, minuman, souvenir yang tidak ada kaitan sama sekali dengan konser jazz, termasuk penawar jasa pijat refleksi kerap kali tersedia. Mereka membaur dengan agenda event Ngayogjazz dan pengunjung dibuat kagum meskipun agak heran.
Namun seiring perjalanan waktu, event Ngayogjazz buah karya Djaduk Ferianto yang total mengabdikan dirinya pada dunia seni, makin dipahami masyarakat. Inilah peristiwa budaya Djaduk Ferianto, yang meninggal 13 nopember 2019 (hanya tiga hari) sebelum event Ngayogjazz 2019.
Tinggalkan Balasan