• Skip to main content
  • Skip to secondary menu
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer
  • BERANDA
  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Sitemap
Trigger

Trigger

Berita Terkini

  • UPDATE
  • JAWA TIMUR
  • NUSANTARA
  • EKONOMI PARIWISATA
  • OLAH RAGA
  • SENI BUDAYA
  • KESEHATAN
  • WAWASAN
  • TV

Ada Apa Di Balik Melonjaknya Penyakit Autoimun?

19 November 2024 by admin Tinggalkan Komentar

Oleh: Ari Baskoro*

Mungkin publik internasional masih belum melupakan peristiwa nahas yang menimpa pesawat sipil Ukraina. Kejadiannya sudah “cukup lama”. Tepatnya tanggal 8 Januari 2020. Insiden itu menewaskan 176 orang penumpangnya. Kegagalan mengidentifikasi pesawat sipil dengan nomor penerbangan PS752, sebagai biang penyebabnya. Pesawat itu diduga sebagai pesawat militer “lawan”. Imbasnya ditembak jatuh oleh rudal Iran.

Penyakit autoimun yang kini melonjak prevalensinya di seluruh dunia, dapat dianalogikan sebagai penyakit akibat “salah identifikasi”/”salah sasaran”. Sistem imun yang tadinya bersifat protektif terhadap sel/jaringan tubuh, berubah menjadi “beringas” dan tidak terkendali. Sistem kekebalan tubuh itu justru menganggap sel/jaringan tubuhnya sendiri, sebagai lawan/antigen yang berbahaya. Efeknya memicu terjadinya inflamasi/peradangan/kerusakan kronis pada jaringan tubuh yang diserangnya itu.

Pada hakikatnya sistem imun manusia diciptakan-Nya untuk melindungi tubuh dari invasi berbagai macam mikroba. Tetapi dengan munculnya beragam faktor pemicu, menjadi “berbalik arah”. Sel/jaringan tubuh yang “tidak berdosa”, menjadi sasaran serangan sistem imun yang agresif. Akibatnya terjadilah berbagai macam manifestasi penyakit yang bisa bersifat lokal ataupun sistemis.

Autoimunitas lokal hanya menyerang organ-organ tertentu saja secara spesifik. Misalnya pada diabetes melitus (DM) tipe-1. Serangan sistem imun, berdampak pada rusaknya pankreas. Imbasnya hormon insulin tidak bisa diproduksi lagi. Mekanisme itulah yang kemudian memantik lonjakan kadar gula darah. Contoh penyakit autoimun lainnya yang menyerang secara spesifik organ tubuh tertentu (kelenjar tiroid) adalah penyakit Hashimoto. Dampaknya produksi hormon tiroid mengalami hambatan. Penyakit Hashimoto disebut juga hipotiroidisme.
Di sisi lain, agresi sistem imun tidak “tebang pilih” terhadap organ tertentu saja. Tanpa kecuali, semua sel/jaringan tubuh dapat menjadi sasarannya. Efeknya bisa menimbulkan manifestasi klinis, mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut. Contoh klasik penyakit autoimun sistemis adalah Lupus. Nama lengkapnya, Lupus Eritematosus Sistemis (LES).

Lupus Eritematosus Sistemis (LES)

Dasamuka adalah tokoh antagonis dalam cerita pewayangan Ramayana. Dialah Prabu Rahwana. Sebagai “manusia” yang dengan kesaktiannya, bisa menampakkan sepuluh muka, menggambarkan watak angkara murka yang bengis dan kejam.

Dalam dimensi lain, ada penyakit lupus yang dijuluki sebagai “penyakit seribu wajah”. Manifestasi klinisnya memang sangat heterogen, sehingga sering kali sulit dideteksi. Bahkan bisa “meniru”/menyerupai gambaran penyakit lain. Tidak mengherankan apabila penyakit itu mendapat julukan “great imitator” alias peniru ulung.

Dengan berbagai “keanehannya” tersebut, layak kiranya LES mendapatkan perhatian serius. Dampak klinisnya bisa fatal, bahkan mematikan. Sayangnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya yang berpotensi mengancam jiwa itu, masih jauh dari harapan. Dengan melonjaknya penyakit “seribu wajah” itu dari tahun ke tahun, mestinya dapat diantisipasi dengan baik. Di tanah air, beberapa artis/selebriti terkenal, dikabarkan sebagai penyandang LES. Pun demikian dengan beberapa selebriti papan atas mancanegara.

Peradangan kronis yang ditimbulkannya, bisa menyasar pada semua organ. Meski kadang-kadang polanya berfluktuasi, antara remisi (fase tenang) dan kekambuhan/flare. Tanpa tatalaksana yang tepat, bisa berakibat fatal. Bahkan tidak jarang bisa berakhir dengan kematian.

Baca juga: Hari Lupus Sedunia, Waspada “Penyakit Seribu Wajah”

Epidemiologi

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terjadi tren peningkatan kasus LES di seluruh dunia. Diperkirakan terjadi pertambahan 100 ribu kasus per tahunnya. Demikian pula yang terjadi di Indonesia. Belum diketahui berapa angka pasti penyandang penyakit tidak menular itu. Menurut Kementerian Kesehatan, prevalensinya sebesar 0,5 persen terhadap total populasi. Artinya diperkirakan terdapat sekitar 1.250.000 kasus di negara kita. Tingkat morbiditas dan mortalitasnya pun cukup tinggi. Angka kesintasan (survival) mencapai 93 hingga 97 persen untuk lima tahun pertama. Tetapi angka kesintasan itu menurun hingga 53-64 persen, setelah 20 tahun. Pada umumnya infeksi menjadi penyebab kematian pada tahun-tahun awal penyakit. Dalam jangka panjang, sering mengakibatkan komplikasi penyakit kardiovaskuler yang pada akhirnya memicu kematian.

LES melibatkan banyak faktor risiko penyebab. Ada interaksi antara unsur genetik, hormon (jauh lebih berisiko pada perempuan usia subur), infeksi dengan mikroba tertentu, dan faktor lingkungan.

Baca juga: Viral Mandi Susu, Ironis Program Makan Bergizi Gratis (MBG)

Berbagai riset menyokong dugaan, bahwa pajanan ultraviolet (UV) sinar matahari sebagai faktor pemicu lingkungan yang dominan. Di atmosfer bumi, lapisan ozon (O3), oksigen (O2) dan uap air (H2O), secara selektif menyaring radiasi. Khususnya terhadap ultraviolet C (UVC) dan UVB. UVA menghasilkan sekitar 95 persen radiasi UV yang mencapai bumi. Karena lapisan ozon yang semakin menipis, berdampak lebih banyak UVB yang mencapai bumi. Hal itu sebagai salah satu efek polusi chlorofluorocarbon (CFC). UVB paling signifikan memantik terjadinya “luka bakar”, akibat pajanan UV dengan intensitas tinggi (sunburn). Pada individu yang rentan secara genetik, paparan UV dapat menginisiasi mekanisme peradangan sel-sel imun di bawah lapisan kulit. Karena itulah penggunaan CFC (untuk pengharum ruang, pendingin ruang, kulkas) dilarang di banyak negara.

Stres, baik yang berlatar belakang psikis maupun fisik, merupakan faktor pemicu penting lainnya. Hal itu berisiko menginisiasi aktivitas penyakit yang khas dengan gambaran ruam “kupu-kupu” di wajahnya. Umumnya penyandang LES merupakan individu dengan tingkat kepekaan yang lebih tinggi terhadap beban stres. Dampaknya sistem imun menjadi “goyah” dan cenderung menjadi lebih agresif. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan, misalnya perceraian, kematian orang terdekat, kecemasan, atau stres di tempat kerja, bahkan kelelahan ekstrem atau kurang tidur, bisa berdampak buruk. Pasca pandemi COVID-19, semakin menunjukkan tren peningkatan penyakit autoimun, termasuk LES. Virus SARS-CoV-2 sebagai penyebab Covid-19, telah diketahui sebagai “inisiator” mekanisme autoimunitas.

Berdasarkan survei global yang dilakukan World Lupus Federation (WLF), sebanyak 89 persen penyandang lupus, kualitas hidupnya menjadi terganggu. Hal itu sebagai dampak disfungsi organ. Imbasnya:

  • Menjadi pengangguran dan keuangannya tidak stabil
  • Tidak dapat berpartisipasi dalam acara sosial
  • Tantangan transportasi
  • Masalah kesehatan mental

Mempertimbangkan lonjakan penyakit autoimun dan hasil survei tersebut, diperlukan upaya yang lebih intensif untuk meningkatkan pemahaman publik tentang LES. Segala usaha mendukung penelitian dan pengembangan pilihan pengobatan yang lebih baik, harus terus digalakkan. Sejatinya penyakit autoimun dapat dikendalikan dengan baik, melalui deteksi dini dan perhatian medis yang cermat. Risiko kerusakan organ lebih lanjut pun, dapat ditekan.

Dibutuhkan kerja sama yang intens dari berbagai pihak, organisasi, komunitas, lembaga sosial, dan profesional bidang kesehatan. Tujuannya untuk saling bahu-membahu, meredam angkara murka penyakit autoimun.

—000—

*Penulis:

  • Staf pengajar senior di Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya
  • Magister Ilmu Kesehatan Olahraga (IKESOR) Unair
  • Penulis buku:
    – Serial Kajian COVID-19 (tiga seri)
    – Serba-serbi Obrolan Medis
    – Catatan Harian Seorang Dokter
Share This :

Ditempatkan di bawah: Kesehatan, nusantara, update, wawasan Ditag dengan:Autoimun, Kegagalan, Kekebalan Tubuh, penyakit, Prevalensi, Salah Identifikasi

Reader Interactions

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Sidebar Utama

Lainnya

Jazz dan Blues: Dua Saudara dalam Dunia Musik

10 Oktober 2025 By admin

Axl Rose Kibarkan Bendera Palestina Saat Konser Guns N’ Roses di Bogota

9 Oktober 2025 By admin

Trump Umumkan Israel dan Hamas Setujui Tahap Pertama Rencana Gencatan Senjata di Gaza

9 Oktober 2025 By admin

Kualifikasi Piala Dunia 2026, Arab Saudi Taklukkan Indonesia 3-2

9 Oktober 2025 By admin

KPK Temukan Fakta Baru: Biro Travel Tak Berizin Bisa Dapat Kuota Haji Khusus

8 Oktober 2025 By admin

Timnas Indonesia Asah Eksekusi Bola Mati Jelang Hadapi Arab Saudi

8 Oktober 2025 By admin

Pertamina Imbau Masyarakat Tak Terpengaruh Isu Negatif Soal Etanol pada BBM

8 Oktober 2025 By admin

Kluivert: Timnas Indonesia Siap Tarung Habis-habisan Demi Tiket Piala Dunia 2026

7 Oktober 2025 By admin

Kementerian PUPR Siap Bangun Ulang Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo

7 Oktober 2025 By admin

Arsenal Geser Liverpool dari Puncak Klasemen Liga Inggris

6 Oktober 2025 By admin

Delegasi Hamas Tiba di Mesir untuk Bahas Rencana Gencatan Senjata Gaza

6 Oktober 2025 By admin

Menjaga Harmoni Laut: Kisah Nelayan Bajo Berburu Gurita dengan Panah Tradisional di Wakatobi

6 Oktober 2025 By admin

Negosiator Menuju Kairo Bahas Gencatan Senjata dan Pembebasan Sandera di Gaza

5 Oktober 2025 By admin

Basarnas Temukan Lagi 13 Jenazah Korban Reruntuhan Mushalla Ponpes Al-Khoziny Sidoarjo

5 Oktober 2025 By admin

Titi Kamal: Teror Santet Getih Ireng, Film Horor Terbaru yang Siap Guncang Bioskop

5 Oktober 2025 By admin

BMKG Prediksi Hujan Ringan Warnai Balapan Utama MotoGP Mandalika 2025

5 Oktober 2025 By admin

5 Makanan dengan Kandungan Magnesium Lebih Tinggi dari Almond

4 Oktober 2025 By admin

Ruben Amorim Bantah Taktik Jadi Biang Keterpurukan Manchester United

4 Oktober 2025 By admin

TikTok Tanggapi Pembekuan Sementara Izin PSE oleh Kemkomdigi

4 Oktober 2025 By admin

Jeda BRI Super League, Eliano Reijnders Antusias Bela Timnas Indonesia

3 Oktober 2025 By admin

Emas untuk Kehidupan: Dari Perut Bumi Martabe, Tumbuh Harapan Anak Negeri

3 Oktober 2025 By admin

Kenapa Puasa Sunnah di Hari Jumat Makruh?

3 Oktober 2025 By admin

Mau Dibawa ke Mana Program Makan Bergizi Gratis?

3 Oktober 2025 By admin

Janet Jackson dan Paris Jackson Reuni dan Tampil Bersama di Paris Fashion Week

3 Oktober 2025 By admin

4 Kebiasaan di Dapur yang Dapat Membuat Anda Sakit

3 Oktober 2025 By admin

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • YouTube

TERPOPULER

Kategori

Video Pilihan

WISATA

KALENDER

Oktober 2025
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031  
« Sep    

Jadwal Sholat

RAMADHAN

Merayakan Keberagaman: Tradisi Unik Idul Fitri di Berbagai Negara

31 Maret 2025 Oleh admin

Khutbah Idul Fitri 1446 H: Ciri-ciri Muttaqin Quran Surat Ali Imran

31 Maret 2025 Oleh admin

Ketika Habis Ramadhan, Hamba Rindu Lagi Ramadhan

30 Maret 2025 Oleh admin

Tujuh Tradisi Lebaran yang Selalu Dinantikan

29 Maret 2025 Oleh admin

Ramadhan, Sebelas Bulan Akan Tinggalkan Kita

28 Maret 2025 Oleh admin

Footer

trigger.id

Connect with us

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • YouTube

terkini

  • Trump Tegaskan Tidak Akan Biarkan Israel Langgar Gencatan Senjata di Gaza
  • Dikalahkan Irak 0-1, Indonesia Gagal Lolos ke Piala Dunia 2026
  • Aktivis Serukan Larangan Israel di Dunia Sepak Bola Meski Gencatan Senjata Diberlakukan di Gaza
  • Jelang Laga Hidup Mati, Timnas Indonesia Siap Hadapi Irak di Kualifikasi Piala Dunia 2026
  • Jay Idzes Tegaskan Perjuangan Timnas Indonesia Menuju Piala Dunia 2026 Belum Usai

TRIGGER.ID

Redaksi

Pedoman Media Siber

Privacy Policy

 

Copyright © 2025 ·Triger.id. All Right Reserved.