
Surabaya (Trigger.id) – Proses rekrutmen Direktur Kebun Binatang Surabaya (KBS) menuai gelombang kritik dari kalangan pecinta satwa. Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (Apecsi) menolak calon-calon yang dinilai tidak memiliki latar belakang dan kompetensi di bidang konservasi.
Koordinator Apecsi, Singky Soewadji, bahkan melontarkan sindiran tajam dengan menyebut beberapa calon sebagai “Direktur Odong-Odong”, karena dianggap tidak memahami dunia konservasi.
“Bayangkan, bagaimana jadinya lembaga konservasi dipimpin oleh orang yang tidak paham dan tidak punya pengalaman di bidang konservasi,” ujar Singky dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/10/2025).
Menurut Singky, dari sembilan nama calon Direktur KBS, tidak satu pun yang memiliki rekam jejak di bidang konservasi satwa. Ia juga menilai proses seleksi tersebut berlangsung tanpa transparansi.
Kecurigaan publik semakin kuat setelah diketahui bahwa tiga dari sembilan calon memiliki latar belakang pendidikan sarjana hukum. “Ini rekrutmen Direktur Lembaga Konservasi atau Lembaga Bantuan Hukum? Kriterianya tidak jelas dan prosesnya tidak transparan,” kritiknya.
Singky juga menyoroti Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, yang dinilai tidak menghargai fungsi penting KBS sebagai lembaga konservasi. “Wali Kota Surabaya tidak menghargai arti lembaga konservasi dan melukai hati para konservasionis,” tegasnya.
Selain menyampaikan kritik, Apecsi juga menyatakan dukungan bagi karyawan KBS yang berani menolak calon Direktur yang dianggap tidak kompeten. Singky memastikan pihaknya siap memberikan pendampingan dan bantuan hukum gratis bagi pekerja yang mendapat sanksi akibat aksi protes.
“Karyawan KBS jangan takut. Bila ada yang disanksi karena demo penolakan, kami akan memberikan bantuan hukum gratis,” ujarnya.
Lebih jauh, Apecsi memperingatkan Pemerintah Kota Surabaya mengenai risiko hukum jika penunjukan Direktur yang tidak berkompeten berujung pada insiden terhadap satwa. Singky mengingatkan, hal itu dapat dipidana sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta UU Nomor 32 Tahun 2024.
“Biro hukum Pemkot sebaiknya membaca undang-undang tersebut dan mengingatkan wali kota,” kata Singky menegaskan.
Kekhawatiran publik terhadap pengelolaan KBS semakin meningkat setelah muncul insiden anak gajah berusia satu tahun yang ditunggangi pawang di area kebun binatang. Menurut Singky, tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran kesejahteraan satwa.
Apecsi kini tengah mempertimbangkan untuk menempuh langkah hukum atau melaporkan kasus ini ke instansi berwenang, sebagai bentuk dorongan agar pengelolaan KBS benar-benar dilakukan oleh pihak yang memiliki kapasitas di bidang konservasi. (bin)



Tinggalkan Balasan