
Medan (Trigger.id) – Kota Medan, ibu kota Sumatera Utara, dikenal dengan kekayaan budaya dan kuliner khasnya. Salah satu ikon yang turut memperkuat identitas kota ini adalah becak dayung, alat transportasi tradisional yang memiliki sejarah panjang dan pesona tersendiri. Meski di tengah perkembangan transportasi modern, becak dayung tetap hadir sebagai simbol budaya dan bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Medan.
Bagi siapa saja yang berkunjung ke Medan, menaiki becak dayung bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan juga perjalanan waktu yang membawa kita menyelami sejarah dan budaya kota ini. Dengan pelestarian yang tepat, becak dayung diharapkan terus menjadi bagian dari denyut nadi Kota Medan dan mengantarkan generasi masa depan untuk terus menghargai warisan budaya yang kaya.
Sejarah Becak Dayung di Medan
Becak dayung diperkenalkan di Medan pada awal abad ke-20, seiring dengan masuknya pengaruh kolonial Belanda. Alat transportasi ini menjadi sarana mobilitas utama masyarakat karena kepraktisannya dan mampu menjangkau area yang tidak dilayani oleh kendaraan besar. Pada masa itu, becak dayung sering digunakan oleh pedagang pasar, pelajar, hingga wisatawan lokal yang ingin menjelajahi sudut-sudut kota Medan.
Tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi, becak dayung juga memancarkan keindahan estetika. Becak-becak ini biasanya dihiasi dengan warna-warna cerah dan ornamen khas Medan, seperti gambar flora dan fauna, hingga lukisan-lukisan pemandangan alam. Pengayuh becak, yang dikenal dengan istilah “tukang becak,” sering kali menjadi sosok yang ramah dan penuh cerita, menambah kehangatan dalam setiap perjalanan.
Kecepatan becak dayung yang cenderung pelan juga memungkinkan penumpang menikmati suasana sekitar dengan lebih santai. Suara derit pedal dan ritme dayung seolah menjadi bagian dari simfoni kota Medan yang unik.
Peran Becak Dayung di Era Modern
Di tengah serbuan kendaraan bermotor dan ojek daring, becak dayung tetap bertahan sebagai bagian penting dari identitas kota Medan. Meskipun jumlahnya semakin berkurang, becak dayung kini lebih banyak digunakan untuk wisatawan yang ingin merasakan pengalaman otentik berkeliling kota. Beberapa rute wisata populer mencakup kawasan heritage Kesawan, Masjid Raya Medan, dan Istana Maimun.
Pemerintah setempat juga mulai memberikan perhatian lebih kepada pengayuh becak dayung. Program pelatihan pariwisata dan bantuan perbaikan becak diberikan untuk memastikan alat transportasi ini tetap dapat bertahan dan menjadi daya tarik wisata yang berkelanjutan.
Salah satu tantangan terbesar bagi keberadaan becak dayung adalah persaingan dengan transportasi modern yang lebih cepat dan nyaman. Namun, banyak masyarakat dan komunitas pecinta budaya yang terus berupaya melestarikan keberadaan becak dayung. Beberapa festival budaya di Medan bahkan menjadikan becak dayung sebagai bagian dari atraksi utama.
Harapan ke depan adalah agar becak dayung tidak hanya menjadi sekadar alat transportasi, tetapi juga simbol kebanggaan masyarakat Medan yang mampu menyatukan sejarah, budaya, dan pariwisata dalam satu harmoni.
Becak dayung bukan sekadar kendaraan—ia adalah cerita dan jiwa kota Medan yang hidup dalam setiap kayuhannya. (bin)
Tinggalkan Balasan