
Medan (Trigger.id) – Harapan besar kembali menggelora di Tanah Batak. Taman Bumi Kaldera Toba, salah satu warisan geologi kebanggaan Indonesia, baru saja mendapatkan angin segar dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO). Dalam kunjungan revalidasi yang dilakukan pada 21–25 Juli 2025, para asesor UNESCO memberikan banyak penilaian positif terhadap perkembangan pengelolaan geopark tersebut.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sumatera Utara (Disbudparekraf Sumut), Yuda Pratiwi Setiawan, menyampaikan bahwa sejak hari pertama kunjungan, para asesor terlihat cukup terkesan dengan perbaikan yang dilakukan. Kunjungan ini menjadi bagian penting dari proses evaluasi pasca peringatan “kartu kuning” yang diberikan UNESCO pada 2023.
“Kami bersyukur karena empat geosite utama yang dikunjungi asesor mendapatkan respons sangat positif. Ini menunjukkan bahwa upaya kami selama dua tahun terakhir membuahkan hasil,” ujar Yuda saat dihubungi dari Medan, Selasa (22/7).
Empat Geosite Unggulan yang Mencuri Perhatian
Adalah Sipinsur, Hutaginjang, Taman Eden 100, dan Hutan Sibaganding yang menjadi titik sorotan para asesor, Prof. Jose Brilha dari Portugal dan Dr. Jeon Yongmun dari Korea Selatan. Masing-masing menawarkan keunikan tersendiri dalam lanskap dan pelestarian.
Sipinsur, yang terletak di tepian Danau Toba, menawarkan panorama alam yang spektakuler, dilengkapi dengan spot wisata yang ramah keluarga. Sementara itu, Hutaginjang, desa yang berada di dataran tinggi, menyuguhkan bentang alam hasil aktivitas vulkanik ribuan tahun lalu—sebuah warisan geologi yang luar biasa.
Tak kalah menarik, Taman Eden 100 mencuri perhatian dengan taman seluas 40 hektare yang ditanami 100 jenis tanaman, lengkap dengan air terjun alami. Terakhir, Hutan Sibaganding, rumah bagi berbagai spesies primata, menjadi representasi upaya konservasi hayati yang bersanding dengan pelestarian geologi.
“Keempat geosite itu sudah dikelola cukup baik, dan asesor menyatakan kesan positif terhadap pengelolaan serta upaya pelestarian yang telah dilakukan,” kata Yuda.
Dari Kartu Kuning Menuju Pembenahan Menyeluruh
Sebagai informasi, pada pertemuan UNESCO Global Geopark di Maroko tahun 2023, kawasan Kaldera Toba sempat mendapatkan peringatan “kartu kuning” akibat belum terpenuhinya sejumlah indikator penting. Ini menjadi alarm bagi Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark (BP TCUGGp) untuk segera berbenah.
Kini, dua tahun kemudian, hasil kerja keras tersebut mulai membuahkan pengakuan. Namun, para asesor tetap memberikan sejumlah catatan untuk pendalaman lebih lanjut, terutama dalam aspek geologis di setiap geosite.
Menurut Prof. Jose Brilha, esensi dari geopark bukanlah pariwisata semata, melainkan bagaimana manusia menjaga warisan geologi dan sejarahnya agar dapat diwariskan ke generasi berikutnya.
“Geopark bukan sekadar tujuan wisata. Yang utama adalah perlindungan terhadap formasi batuan, material geologi, dan sejarahnya. Pariwisata hanyalah bonus,” tuturnya.
Kolaborasi Antarwilayah dan Harapan Ke Depan
Kunjungan ini menjadi momentum refleksi bersama, tidak hanya bagi pemerintah provinsi, tetapi juga bagi tujuh kabupaten di kawasan Danau Toba. Yuda menekankan pentingnya kolaborasi berkelanjutan lintas pemerintah daerah dan lembaga untuk meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan secara keseluruhan.
“Memang belum sempurna. Tapi kami tidak berhenti membenahi diri. Masukan dari para asesor menjadi bahan penting untuk terus memperbaiki pengelolaan Geopark Kaldera Toba,” tegas Yuda.
Dengan semangat pembaruan dan semangat pelestarian, Kaldera Toba kembali menegaskan posisinya bukan hanya sebagai tujuan wisata, melainkan sebagai taman bumi kelas dunia yang menyimpan kisah alam dan peradaban dalam setiap lapisan batunya. (bin)
Sumber: Antara
Tinggalkan Balasan