
“……… ketika insentif untuk KBLBB diberikan, maka akan mencederai perasaan masyarakat.”
Oleh: Isa Anshori (Pemred Trigger.id)

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebut insentif yang diberikan Pemerintah bagi konsumen mobil listrik saat perlu ditingkatkan agar mampu mendongkrak permintaan pasar.
Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi mengatakan terdapat tiga hal yang harus dilakukan secara beriringan untuk mendongkrak permintaan mobil listrik yang tergolong sangat baru di Indonesia.
Pertama adalah waktu pengisian baterai (charging). Kedua, masa pemakaian kendaraan. Ketiga, harga terjangkau. “Waktu charging perlu diperpendek. masa pemakaian kendaraan yang lebih lama, dan harga. Kalau itu beriringan akan mendongkrak permintaan,” katanya
Jika dilihat urgensinya, apa memang perlu pemerintah memberikan bantuan subsidi mobil listrik. Jangan lupa, bahwa mobil listrik ini tergolong barang mewah yang mustinya pemerintah tidak bisa begitu saja memutuskan pemberian insentif tersebut.
Keberpihakan penggunaan anggaran untuk hal-hal yang urgen harus diutamakan. Pemberian bantuan atau subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) misalnya, hal tersebut bisa dimaklumi dan dibenarkan dilakukan pemerintah untuk membantu ekonomi masyarakat lemah dalam pembelian BBM.
Namun saat ini bantuan berupa subsidi tersebut diberikan untuk pembelian mobil listrik dengan tujuan agar bisa menekan harga.
Kita tahu siapa konsumen mobil listrik tersebut. Masyarakat menengah saja masih berpikir keras sebelum memutuskan membeli mobil listrik, apalagi masyarakat ekonomi kelas bawah.

Saat ini harga mobil listrik termurah saja ada di kisaran Rp 300 juta, tetapi bentuknya kecil, dan waktu tempuh kurang. Sebaliknya ada yang waktu tempuhnya lama tapi harganya mahal sekali.
Jelas, bahwa dilihat dari sisi harganya saja sudah tidak murah untuk ukuran kelompok ekonomi menengah bawah. Sehingga, penikmat subsidi adalah kelompok ekonomi menengah atas yang jelas-jelas tidak termasuk kelompok masyarakat yang berhak menerima subsidi.
Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Negara (BAKN) DPR RI Anis Byarwati meminta pemerintah untuk meninjau ulang pemberian insentif bagi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Meskipun dalihnya untuk percepatan adopsi KBLBB itu, pemerintah telah mengucurkan berbagai insentif yang tersebar di berbagai sektor. Mulai dari perbankan hingga industri asuransi.
Menurut Anis, KBLBB, khususnya mobil listrik, masih tergolong sebagai barang mewah bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara, dengan jumlah penduduk Indonesia 270 juta jiwa, rasio kepemilikan mobil masih rendah. Yaitu 99 mobil dari 1.000 penduduk.
“Artinya mobil listrik masih menjadi barang mewah di negeri kita,” kata Anis saat menghadiri Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan OJK, di Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (14/12/2022) di Jakarta. Rapat tersebut memiliki agenda untuk membahas peluang dan tantangan industri jasa keuangan dalam mendukung pembiayaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Politisi PKS ini mengingatkan bahwa semua pihak perlu mencermati tentang peruntukan KBLBB. Lebih lanjut Anis menjelaskan bahwa ketika insentif untuk KBLBB diberikan, maka akan mencederai perasaan masyarakat. Ia memandang kurang tepat membandingkan intensif untuk mobil listrik dengan negara lain yang memiliki program serupa karena kondisi berbeda.
“Sekarang ini, bukan insentif mobil listrik yang dibutuhkan rakyat. Jadi, kalau insentif diberikan kepada sesuatu yang tidak punya dampak ekonomi langsung kepada kesejahteraan masyarakat, saya kira hal itu patut untuk ditinjau ulang,” tandas Legislator Dapil DKI Jakarta I itu
Anis pun menegaskan bahwa sebaiknya keputusan untuk memberikan insentif KBLBB tidak hanya melihat dari sisi supply-side. Tetapi perlu dipikirkan juga dari sisi demand side-nya, khususnya siapa yang akan membeli. Baik demand side yang orientasinya ekspor maupun untuk keperluan domestik. Termasuk analisis daya beli yang dimiliki pasar domestik.
“Nampaknya hal ini perlu menjadi pertimbangan kita bersama. Sehingga insentif yang diberikan untuk KBLBB betul-betul tepat sasaran dan tidak sia-sia ” tutup Anggota Komisi XI DPR RI ini.
Sementara Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyoroti kebijakan subsidi kendaraan listrik baru-baru ini oleh pemerintah. Menurutnya, transportasi telah menjadi bagian penting dari kehidupan rakyat sehari-hari. Berkat transportasi, bisa dihasilkan barang dan jasa untuk menggerakkan rantai ekonomi. Karena begitu sentralnya peran transportasi pada kehidupan modern, bahkan ke depan, maka kebijakan sektor transportasi juga harus tepat. Namun harus diakui, ada ekosistem kebijakan energi dan transportasi yang tidak saling menopang (mismatch), padahal keduanya terikat pada suplai dan permintaan.
Dari sisi suplai energi nasional, lanjut Said, terpenuhi dari batu bara (67 persen), BBM (15 persen), Gas (8 persen), LPG, Biomassa, dan lainnya sebesar 5 persen, dan listrik non batubara (5 persen). Pada sisi permintaan atas energi, sektor transportasi mengonsumsi 41 persen, industri 39 persen, rumah tangga 15 persen, sektor bisnis 4 persen. Sektor transportasi yang mengonsumsi energi nasional terbesar justru ditopang dari BBM, padahal kontribusi BBM jauh lebih rendah dibandingkan dengan suplai sisi batu bara yang menjadi kekuatan energi nasional.
Tinggalkan Balasan