

Dalam kehidupan modern yang penuh kompetisi ini, banyak orang merasa cemas dan galau soal rezeki: takut miskin, takut gagal, takut tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup. Namun, sebagai seorang Muslim, penting untuk menyadari bahwa rezeki adalah sesuatu yang telah dijamin oleh Allah SWT. Kegalauan tentang rezeki sejatinya lahir dari kelemahan iman dan kurangnya tawakal kepada Allah. Artikel ini akan menguraikan narasi ketenangan hati melalui pemahaman bahwa rezeki adalah jaminan Ilahi, disertai dalil-dalil Al-Qur’an, hadits, dan pandangan ulama salafus shalih.
1. Rezeki Sudah Dijamin oleh Allah SWT
Allah SWT berfirman:
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak ada suatu makhluk melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.”
(QS. Hud: 6)
Ayat ini menegaskan bahwa setiap makhluk—termasuk manusia—sudah dijamin rezekinya oleh Allah. Tidak satu pun yang luput dari pengaturan-Nya. Maka seharusnya, orang yang beriman tidak hidup dalam kecemasan berlebih, karena rezeki sudah ditentukan sejak kita belum lahir.
2. Rezeki Tidak Tertukar, Tapi Butuh Usaha
Sebagian orang mungkin bertanya, “Jika rezeki sudah dijamin, mengapa kita tetap harus bekerja keras?” Karena usaha adalah bentuk ketaatan, bukan penentu mutlak datangnya rezeki.
Rasulullah SAW bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ، لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ، تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Ia pergi pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.”
(HR. Tirmidzi, hasan shahih)
Burung tetap terbang, tetap berusaha. Tapi ia tidak pernah galau. Tawakal adalah kunci, dan kerja adalah bentuk ikhtiar. Ulama salaf memahami ini secara mendalam.
3. Pandangan Ulama Salaf tentang Rezeki
- Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: “Aku tahu bahwa rezekiku tidak akan diambil oleh orang lain, maka hatiku tenang.”
- Imam Asy-Syafi’i rahimahullah juga pernah berkata: “Jangan engkau mengira bahwa rezeki itu datang karena kelebihan usahamu. Jika demikian, tentu burung elang lebih kenyang daripada burung pipit.”
Keduanya menunjukkan pemahaman mendalam bahwa rezeki adalah pemberian Allah, bukan semata-mata hasil upaya manusia.
4. Kegalauan Datang dari Kurangnya Keyakinan
Kegalauan tentang rezeki muncul karena kurang iman, kurang yakin pada janji Allah, dan terlalu mengandalkan logika dunia. Padahal Allah telah menegaskan dalam Al-Qur’an:
إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
(QS. Al-Insyirah: 6)
Dan Allah juga mengingatkan:
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.”
(QS. At-Talaq: 2-3)
5. Menata Hati: Antara Qana’ah dan Tawakal
- Qana’ah adalah merasa cukup dengan apa yang Allah beri.
- Tawakal adalah berserah diri setelah berikhtiar.
Ulama salaf menekankan dua sikap ini agar hati tidak lelah mengejar dunia, namun tetap semangat berikhtiar.
“Kaya itu bukan karena banyak harta, tetapi kaya itu adalah kaya hati.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Penutup: Rezeki Itu Sudah Ada, Tinggal Jalani Dengan Iman
Jika rezeki sudah dijamin Allah, masihkah kamu galau? Tenanglah. Allah lebih tahu kapan dan bagaimana rezekimu datang. Yang Allah minta hanya: tetap taat, tetap sabar, tetap usaha, dan jangan tinggalkan tawakal.
Ingatlah perkataan Imam Ibn Qayyim Al-Jauziyyah:
“Sesungguhnya orang yang paling besar rezekinya adalah yang paling kuat tawakalnya kepada Allah.”
Semoga dengan memahami ini, hati kita tidak mudah resah, dan hidup pun terasa lebih lapang. Karena sesungguhnya, rezeki itu bukan hanya soal harta, tapi keberkahan dalam hidup.
—000—
*Dosen Univ. Trunojoyo Madura
Tinggalkan Balasan