Saya bukanlah seorang ahli hukum. Bukan pula seorang ahli forensik. Penulis hanya seorang dokter spesialis penyakit dalam yang kadang kala menangani kasus penyalahgunaan alkohol
Disclaimer ini perlu penulis sampaikan, menyikapi putusan majelis hakim (MH) yang kontroversial di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Gregorius Ronald Tannur(GRT), dibebaskan dari segala dakwaan yang menjeratnya. Dia dinilai MH tidak terbukti menganiaya dan membunuh korban Dini Sera Afrianti (DSA), kekasihnya. Hasil autopsi yang dituangkan dalam Visum etRepertumNo.KF.23.0465 yang mestinya jelas dari sisi medis, malah disimpulkan MH menjadi “kabur”. Secara umum ada dua hasil prinsip visum yang penting untuk bisa diambil kesimpulannya.
Pertama. Didapatkan berbagai luka memar pada hampir semua bagian tubuh. Banyaknya lokasi jejas tersebut, disimpulkan akibat kekerasan benda tumpul. Hati dan (terutama) paru sisi kanan bawah, merupakan organ bagian dalam yang paling terkena dampaknya. Disimpulkan pula, keterlibatan kedua organ itu akibat kekerasan benda tumpul. Hasil autopsi juga mendapatkan adanya perdarahan di dalam rongga perut, sebanyak sekitar 1200 ml. Perdarahan juga terdeteksi pada bagian paru kiri atas dan tempat terjadinya pertukaran udara. Kedua. Ditemukan adanya alkohol dan darah pada lambung korban DSA.
Berdasarkan temuan autopsi, dakwaan jaksa sangat jelas. Penyebab kematian korbankarena luka robek majemuk pada organ hati, akibat kekerasan benda tumpul. Dampaknya terjadi perdarahan hebat di dalam rongga perut.
Persoalan yang kemudian menimbulkan kontroversi adalah, dibebaskannya terdakwa GRT dari tuntutan 12 tahun penjara.“Anehnya”, MH memutuskan kematian korban DSA akibat pengaruh alkohol.
Alkoh
Di beberapa daerah di Indonesia, etanol sering dioplos dengan metanol. Masyarakat di daerah tertentu menyebutnya sebagai “cukrik”. Ada pula yang menamakannya sebagai “arak Jawa
Etanol (selanjutnya disebut dengan alkohol), berisiko menimbulkan efek buruk dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hampir semua bagian organ tubuh dapat terpapar dampak negatifnya. Efek sampingnya bersifat individual. Hal itu tergantung pada kondisi fisik seseorang, terutama perihal toleransinya. Ada individu tertentu yang secara genetik memiliki sistem enzim yang dapat mempercepat metabolisme alkohol. Bisa jadi orang-orang seperti itu, dapat mengonsumsi alkohol dalam jumlah relatif lebih banyak, tanpa menimbulkan efek yang nyata. Selain faktor toleransi, berat ringannya gejala klinis tergantung pada kadar/konsentrasi alkohol dalam minuman, jumlah dan rentang waktu yang dikonsumsi, serta berat badannya.
Tanda awal yang mudah dikenali adalah menjadi banyak bicara. Ada perasaan hangat, detak jantung yang mulai meningkat, dan pembuluh darah yang melebar (ditandai wajah yang terlihat kemerahan, seperti orang marah). Semakin banyak jumlah yang dikonsumsi, otak/susunan saraf pusat mulai terpengaruh. Terjadi gangguan penilaian terhadap situasi lingkungan dan pengambilan keputusan. Pada fase inilah sering terjadi perubahan mood, personalitas, dan perilaku. Bicaranya mulai kacau, terjadi gangguan fokus penglihatan, mual-muntah, dan respons reaksi yang semakin melambat.
Risiko kecelakaan, perilaku antisosial, dan tindak kekerasan/kejahatan,biasanya terjadi pada fase ini. Manifestasi toksik alkohol, sering kali diiringi perilaku seksual berisiko yang memantik penularan penyakit (HIV, Hepatitis Virus B/C, sifilis). Bila terjadi keracunan yang berat, akan memicu timbulnya depresi pernapasan, menurunnya tingkat kesadaran (koma), dan berakhir dengan kematian. Dalam kasus tertentu yang menimbulkan masalah hukum, kadar alkohol dalam darah (blood alcohol concentration/BAC), bisa dijadikan bukti yang tidak terbantahkan. Hasil autopsi-patologi forensik terkait kematian akibat keracunan alkohol akut, tidak ada yang spesifik. Jadi harus dapat menyingkirkan terlebih dahulu penyebab kematian lainnya. Seperti misalnya akibat cedera mekanis, perdarahan, sengatan listrik, tenggelam, dan sebagainya (ForensicSci Res,2020).
Penyalahgunaan alkohol dalam jangka panjang, memantik dampak buruk pada berbagai organ tubuh. Kerusakan yang paling sering terjadi adalah pada otak/SSP, jantung, lever, dan pankreas. Tekanan darah dan kadar lemak darah pun, akan meningkat. Kedua faktor tersebut, merupakan faktor pemicu terjadinya serangan jantung dan stroke. Sistem imun dapat tertekan, sehingga rentan mengakibatkan dampak infeksi yang berat. Risiko mengalami patah tulang pun, juga meningkat secara bermakna.
Demikian pula probabilitas terjadinya kanker pada beberapa organ, bisa meningkat hingga berkali-kali lipat.
Cedera organ akibat trauma tumpul
Area perut paling riskan sebagai akibat trauma benda tumpul. Persentasenya bisa mencapai 75 persen dari keseluruhan trauma tumpul. Tersering menyasar pada lever, karena merupakan organ perut yang terbesar dan terletak di kuadran kanan atas. Dampak bahaya yang diakibatkannya,tergantung pada derajat cederanya. Risiko terberat yang bisa langsung mengakibatkan kematian, adalah terjadinya perdarahan masif di dalam rongga perut. Dalam bidang medis hal itu disebut syok hipovolemia, akibat turunnya volume darah secara drastis di dalam sistem sirkulasi tubuh.
Dari uraian tersebut di atas,menurut pendapat penulis penyebab kematian korban DSA adalah akibat perdarahan di dalam rongga perut. Semoga kasus kontroversi yang banyak mendapatkan perhatian masyarakat itu, dapat menemukan titik terang yang adil bagi semua pihak yang terlibat.
—000—
*Penulis:
- Staf pengajar senior di :Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya
- Magister Ilmu Kesehatan Olahraga (IKESOR) Unair
- Penulis buku :Serial Kajian COVID-19 (tiga seri)Serba-serbi Obrolan Medis
Tinggalkan Balasan