
“Berbeda-beda tetapi tetap satu jua, itulah Indonesia.”
Oleh: Isa Anshori (Pemred Trigger.id)

Perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang fikih biasanya disebut khilafiah. Perbedaan ini populer juga dengan istilah ikhtilaf, yang pada dasarnya memiliki makna yang sama, yakni perbedaan pendapat di kalangan ulama disebabkan karena perbedaan cara pandang (istimbath) di dalam memahami dalil-dalil agama.
Tetapi bagaimana jika perbedaan itu menyangkut prediksi cuaca?. Letak rahmatnya ada dimana dan sebaliknya mudharatnya dimana juga?.
Sebelumnya, peringatan dari peneliti klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, lewat akun Twitter pribadinya @EYulihastin pada Senin (26/12/2022), sempat membuat heboh jagat maya di Tanah Air. Ermi menyebut wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek) berpotensi mengalami banjir besar pada Rabu (28/12/2022).
“Siapa pun anda yang tinggal di Jabodetabek dan khususnya Tangerang atau Banten, mohon bersiap dengan hujan ekstrem dan badai dahsyat pada 28 Desember 2022,” tulis Erma.
Erma menjelaskan, badai dahsyat dari laut akan dipindahkan ke darat melalui dua jalur yakni dari barat melalui angin baratan yang membawa hujan badai dari laut (westerly burst). Selain itu juga dipindahkan dari utara melalui angin permukaan yang kuat (northerly, CENS).
Berbea dengan BRIN, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi cuaca di Jabodetabek pada 28 Desember 2022 terkendali. Tidak ada hujan ekstrem yang bisa memicu banjir besar.
“Jadi insya Allah menurut prediksi ini, justru Jawa Barat, Jabodetabek sampai 28 Desember insya Allah masih bisa terkendali, relatif aman,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers, Selasa (27/12/2022).
Berbeda-beda tetapi tetap satu jua, itulah Indonesia. Dan memang betul antara BRIN dan BMKG dua lembaga yang dibentuk pemerintah Indonesia dan ada di wilayah hukum Indonesia.
Kedua lembaga tersebut berisi para pakar yang tentu kita berharap dari keterangan mereka masyarakat bisa tercerahkan dan bukan sebaliknya membuat masyarakat resah dan gelisah.
Sekarang, jika kedua lembaga tersebut mengeluarkan statemen berbeda tentang kondisi cuaca, tentu ini tidak bisa dianggap sepele. Masyarakat saat ini dihinggapi kekhawatiran yang sangat tentang kondisi cuaca, apalagi jika ada kalimat cuaca ekstrem. Banyaknya kejadian korban meninggal dan luka-luka dampak dari cuaca ekstrem telah banyak membuat masyarakat tambah khawatir akan keselamatan dirinya.
Pernyataan Erma Yulihastin memang disampaikan lewat twitter pribadinya. Namun statusnya sebagai anggota BRIN, apalagi posisinya sebagai peneliti klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mau tak mau masyarakat menganggap hal tersebut pernyataan resmi.
Tentu kurang bijak jika kemudian gambaran cuaca ekstrem yang disampaikan Ratna tak terbukti lalu ia meminta maaf, karena persoalannya bukan disitu. Masalahnya tanggung jawab kepada masyarakat yang terlanjur khawatir dan resah, tidak bisa hanya meminta maaf.
Sementara pihak BMKG yang selama ini menjadi acuan masyarakat yang ingin mengetahui perkembangan dan prakiraan cuaca, menjadi pakewuh atau serba salah. Tetapi atas nama lembaga yang berkompeten menyampaikan kondisi dan prakiraan cuaca, BMKG akhirnya memutuskan harus menyampaikan pernyataannya, meskipun hal tersebut berbeda dengan statemen BRIN.
Ke depan, jika hal tersebut tidak ingin terulang, kuncinya ada pada komunikasi dan koordinasi. Mis-komunikasi dan lemahnya koordinasi antar lembaga jangan sampai menjadikan masyarakat sebagai korban.
Masyarakat saat ini sudah kebanjiran informasi dan bahkan mereka sudah sangat sulit memilah dan memilih informasi mana yang valid dan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
Tinggalkan Balasan