
Surabaya (Trigger.id) – Rivalitas antara Inter Milan dan AC Milan, yang dikenal sebagai Derby della Madonnina, telah menjadi salah satu persaingan terpanas dalam sejarah sepak bola Italia. Rivalitas ini bukan hanya soal supremasi di kota Milan, tetapi juga simbol dari perbedaan identitas dan nilai-nilai yang mewakili kedua klub.
Dalam perkembangan terbaru, ketegangan antara Presiden Inter, Beppe Marotta, dan pemilik AC Milan, Gerry Cardinale, telah menambahkan dimensi baru pada rivalitas ini. Keduanya dikabarkan terlibat dalam perang komentar yang mencerminkan dinamika persaingan tidak hanya di lapangan tetapi juga di level manajemen.
Faktor Pemicu Ketegangan
Menurut laporan dari Gazzetta dello Sport via FCInterNews, konflik ini dimulai ketika Gerry Cardinale, pemimpin RedBird Capital yang menjadi pemilik saham mayoritas AC Milan, melontarkan kritik pedas terhadap Inter.
Cardinale menuduh Marotta dan Suning Group telah membawa Inter ke ambang kebangkrutan setelah memenangkan Scudetto pada tahun 2021. Pernyataan ini dianggap oleh kubu Inter sebagai serangan pribadi yang tidak berdasar.
Beppe Marotta, yang dikenal sebagai salah satu eksekutif paling dihormati di dunia sepak bola, tidak tinggal diam.
Gerry Cardinale, yang berlatar belakang sebagai pemodal dari RedBird Capital, sangat agresif dalam mengejar pertumbuhan komersial Milan. Ini menimbulkan perdebatan tentang siapa yang lebih baik dalam mengelola merek global klub mereka.
Dalam pernyataannya, Marotta menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak hanya tidak pantas, tetapi juga jauh dari kenyataan.
Ia menyoroti kesuksesan Inter dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pencapaian keuangan yang lebih stabil sejak diambil alih oleh Oaktree Capital.
Transformasi Keuangan Inter
Marotta mengakui peran besar Oaktree dalam membawa keberlanjutan finansial Inter. Meski demikian, ia juga memberikan penghormatan kepada mantan presiden Inter, Steven Zhang, yang dianggap telah meletakkan dasar untuk era baru yang penuh trofi.
Di bawah kepemimpinan Zhang, meskipun ada masalah keuangan, Inter tetap berfokus pada kepentingan jangka panjang dan mempertahankan status sebagai salah satu kekuatan utama di Serie A.
Meskipun gagal membayar utangnya kepada Oaktree, Steven Zhang selalu bertindak demi kepentingan terbaik Inter. Hal itu menjadikan Inter sebagai tim yang lebih kompetitif, baik di dalam maupun di luar lapangan. Kesuksesan mereka belakangan ini telah membuat banyak rival merasa iri, termasuk AC Milan.
Dalam menanggapi tuduhan Cardinale, Marotta tidak hanya menolak kritik tersebut tetapi juga memberikan pernyataan yang elegan dan penuh percaya diri. Ia menekankan bahwa Inter tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang di bawah manajemen yang solid.
Sebagai salah satu klub terbesar di Italia dengan sejarah yang kaya, Inter kini kembali berada di puncak, siap untuk menghadapi tantangan apa pun.
Perseteruan verbal ini hanya memperkuat api rivalitas yang sudah membara antara dua klub besar Milan.
Dengan kedua tim bersaing untuk supremasi domestik dan internasional, perang kata-kata ini kemungkinan hanya akan menjadi awal dari persaingan yang lebih sengit di musim-musim mendatang.
Meski persaingan ini memberikan warna pada sepak bola Italia, penting bagi kedua pihak untuk menjaga profesionalisme agar rivalitas tetap sehat dan tidak merusak hubungan antar klub di luar lapangan. (ian)
Tinggalkan Balasan