
Jakarta (Trigger.id) – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyerukan langkah konkret dalam mencegah penyebaran paham ekstremisme di kalangan anak dan remaja. Upaya tersebut meliputi penerapan deteksi dini, penguatan dukungan psikososial di sekolah, serta penyusunan regulasi dan prosedur penanganan kekerasan yang berpihak pada anak.
Komisioner KPAI Klaster Pendidikan, Waktu Luang, dan Budaya, Aris Adi Leksono, menyampaikan hal ini di Jakarta, Selasa, sebagai respons atas insiden ledakan yang diduga berasal dari rakitan bahan peledak di SMAN 72 Jakarta. Peristiwa tersebut melibatkan seorang siswa sebagai terduga pelaku.
“Kasus ini bukan hanya mengganggu rasa aman di lingkungan sekolah, tetapi juga menjadi sinyal adanya tantangan serius dalam mewujudkan sekolah yang ramah anak dan bebas kekerasan,” ujar Aris.
Menurut hasil pemantauan KPAI, terduga pelaku menunjukkan perubahan perilaku yang mencolok dalam beberapa bulan terakhir — menjadi lebih tertutup dan aktif mengakses konten bernada radikal di internet. Aris menilai, tindakan tersebut dipengaruhi oleh kombinasi antara emosi pribadi yang tidak stabil dan pengaruh ideologi ekstrem dari ruang digital.
Ia menyoroti peran besar media sosial dan algoritma digital yang dapat memperkuat bias, menumbuhkan intoleransi, serta memfasilitasi apa yang disebut “digital grooming ideologis” — proses di mana anak-anak dibujuk untuk mengadopsi pandangan ekstrem melalui interaksi daring yang tampak positif.
Untuk mengatasi hal ini, KPAI merekomendasikan sejumlah langkah strategis. Pertama, penerapan Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) di sekolah untuk mengenali perubahan perilaku siswa, seperti kecenderungan menyendiri, menyebarkan ujaran kebencian, atau tertarik pada konten kekerasan.
Kedua, penguatan dukungan psikososial di sekolah dengan melibatkan guru bimbingan konseling, psikolog, dan orang tua agar tercipta komunikasi yang terbuka dan empatik terhadap siswa.
Ketiga, pelaksanaan pendidikan literasi digital dan anti-kekerasan secara kolaboratif antara KPAI, Kemenkominfo, KemenPPPA, dan Dinas Pendidikan. Program ini diharapkan dapat membantu siswa memahami serta menolak konten ekstrem dan berbahaya di dunia maya.
Selain itu, KPAI juga menekankan pentingnya pemantauan media sosial anak oleh pihak sekolah dengan tetap menjaga privasi, serta penguatan regulasi dan SOP penanganan kekerasan agar setiap kasus dapat ditangani dengan cepat, aman, dan berpihak pada kepentingan terbaik anak.
“Kekerasan dan ekstremisme bukan sekadar masalah individu, tetapi merupakan cerminan dari ekosistem pendidikan yang perlu diperkuat, mulai dari keluarga, sekolah, komunitas, hingga ruang digital,” tegas Aris.
Sebagai tindak lanjut, KPAI telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, pihak sekolah, dan kepolisian untuk memastikan proses penanganan kasus dilakukan dengan pendekatan perlindungan anak serta dukungan pemulihan psikososial bagi seluruh pihak yang terdampak. (bin)



Tinggalkan Balasan