

Literasi tidak menyempitkan makna dan tafsir menyoal baca-tulis saja, semua disiplin pengetahuan keilmuan melekat sisi literasi yang bisa diambil enggelnya sebagai diskursus yang hangat dan mencerahkan, membuka cakrawala pengetahuan, juga mengidentifikasi genetika leluhur kita. Nenek moyang Nusantra mewarisi maha karya yang mewah dan agung yang menyiratkan perjalanan sebuah bangsa yang panjang dan matang, diantaranya ada sastra, aksara, bahasa, bangunan candi, tata nilai kehidupan, teknologi maritim.
Nusantara adalah penamaan sebuah bangsa yang menggambarkan keluasan wilayah, keragaman suku, kemakmuran, kerukunan. Abad keluhuran Nusantara sebagai bangsa bahari dengan letaknya yang strategis, sebagai titik singung dalam persilangan perdagangan dan kultur antar bangsa, Nusantara pernah mencapai titik puncak sentrum maritim dunia, mempunyai kekuatan laut yang mashur. Maritim menjadi faktor penghubung komunikasi sosial antarpulau dan kemudian antar benua.
Dalam catatan Openheimer, bahkan jauh sebelum masehi nenek moyang bangsa Indonesia, menemukan teknologi perahu bersistem “cadik” (penyeimbang sisi kiri dan kanan), perahun ini menyebrangi 70 kilo meter laut lepas menuju Australia, dalam perjalanan menemukan pulau-pulau tidak dikenal di lautan Pasifik. Dengan perahu yang sama mereka juga berlayar kearah barat, mengarungi samudera Hindia, hingga sampai Afrika dan Madagaskar sebelum laut itu dijelajahi para pelaut Mesir, Yunani, India, dan Romawi bahkan sebelum bangsa Dravida menuju India Selatan.
Para leluhur Nusantara mempunyai peranan penting sebagai katalis perniagaan antara Romawi, India, dan Timur khususnya dalam perniagaan rempah-rempah, kayu manis, dan cassia nya yang tidak singgah dipasar India dan Sri Lanka, untuk menemukan jalam menuju Roma melalui Horn of Afrika. Bahkan Cina lebih mempercayakan pengiriman (barang niaga) pada pelaut Nusantara. Teknologi kapal Nusantara juga dipelajari bangsa Cina dari para pelaut Nusantara. Dalam catatan Dick-Read, pelaut Persia dan Arab berpartisipasi dalam bazar Sanudera Hindia belakangan dalam percaturan pelayaran jarak jauh dibanding pelaut Nusantara.
Dalam perjalanan ke Samudera Hindia, para pelaut Nusantara bukan hanya singgah di Afrika, tetapi juga meninggalkan banyak jejak kebudayaan di benua Afrika; memperkenalkan jenis-jenis tanaman baru, teknologi, musik, dan seni yang pengaruhnya masih bisa ditemui sampai sekarang. Di benua Afrika juga ada kelompok masyarakat yang disebut “Zanj” yang mendominasi Pantai sisi timur, merupan asal nama bangsa Azania, Zanzibar, dan Tanzania, nama-nama yang terkait erat dengan Zabag Zanaj yang akar silsilahnya berasal dari Jawa dan Samudra.
Monument kejayaan Bahari Nusantara menjelma dalam kehadiran dua Imperium besar sepanjang abad 7 sampai 15, yaitu Kerajaan Sriwijya yang berpusat di Sumatra (abad 7-13 M) dan dilanjutkan oleh Kerajaan majapahit yang berpusat di Jawa Timur (abad 13-15 M). Sriwijaya menguasai sebagaian besar Jawa, Sumatra, hampir seluruh semenanjung Malaka dan sekitarnya, yang mahzur dengan sebutan Kerajaan Maritim terbesar di Asia Tenggara dengan kekuatan Angkatan laut pertama yang diorganisasi secara baik dikawasan tersebut. Dizaman yang sama Sriwijaya sepadan dengan Kekhalifahan Islam Abasiyyah di Baghdad, dan Dinasti Tang di Cina. Kerajaan Majapahit melanjutka kejayaan Nusantara sebagai kekuatan Bahari yang mengagumkan dengan memanfaatkan jejak-jejak yang diwariskan Sriwijaya.
Pramudya Ananta tour, melukiskan masa keemasan Majapahit sebagai berikut; Semasa jaya Gajah Mada, arus bergerak daru Selatan ke utara, segala-galanya; kapal-kapalnya, manusianya amal perbuatanya, dan cita-citanya bergerak dari Nusantara diselatan ke “atas angin” di utara, sebab Nusantara bukan hanya kekuatan darat tetapi Kerajaan laut terbesar diantara bangsa-bangsa beradab di muka bumi.
Perjalanan dan pengalaman yang panjang leluhur kita dalam percaturan berbangsa dan pengelolaan maritim yang mengagumkan menunjukan daya juang yang luar bisa, penjelajahan Samudra, teknologi pelayaran, kekuatan maritim yang mumpuni, membina hubungan berbasis laut antar benua, menegaskan bawasanya leluhur bangsa Indonesia sebagi peletak tonggak kedaulatan bahari, perintis “globalisasi purba”
—000—
* Dosen Jurusan Ilmu Perpustakaan FISIP UWKS, Pegiat Literasi.
Tinggalkan Balasan