
Surabaya (Trigger.id) – Lebaran atau Idulfitri merupakan momen yang dinanti-nantikan oleh banyak orang, terutama di Indonesia. Tradisi ini tidak hanya dimanfaatkan untuk berkumpul dengan keluarga, tetapi juga menjadi kesempatan untuk mempererat tali silaturahmi dengan kerabat yang jarang ditemui. Menurut Puji Karyanto SS MHum, dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR), tradisi Lebaran memiliki makna yang lebih luas daripada sekadar pertemuan keluarga.
Lebaran sebagai Wujud Guyub dan Kebersamaan
Puji menjelaskan bahwa dalam budaya Nusantara, konsep kekerabatan sangat menekankan rasa kebersamaan atau guyub. Halalbihalal sebagai bagian dari tradisi Lebaran merupakan salah satu bentuk ekspresi dari nilai kebersamaan tersebut. Momen ini menjadi ajang bagi keluarga dan kerabat untuk saling bersilaturahmi, berbagi cerita, serta mempererat hubungan yang mungkin telah lama renggang.
Pergeseran Makna dalam Tradisi Lebaran
Seiring dengan perkembangan zaman, makna tradisi Lebaran mengalami perubahan. Dahulu, Lebaran tidak hanya tentang bertemu keluarga tetapi juga memiliki nilai sosial yang lebih dalam, seperti mengenal lebih jauh sanak saudara untuk menghindari perkawinan antar kerabat yang masih memiliki hubungan dekat. Dalam budaya Jawa, tradisi ini dikenal dengan istilah “ngambah bature,” yang berarti menjalin kembali hubungan dengan kerabat dan teman lama.
Namun, saat ini, tradisi silaturahmi Lebaran telah berkembang menjadi acara yang lebih luas, bahkan diadopsi oleh instansi pemerintah dan swasta dalam bentuk halalbihalal. Sayangnya, menurut Puji, dalam praktiknya, halalbihalal sering kali hanya menjadi formalitas tanpa adanya interaksi yang mendalam. Banyak orang berkumpul untuk saling bersalaman, tetapi tidak benar-benar mengenal satu sama lain, berbeda dengan silaturahmi yang dilakukan dalam lingkup keluarga terbatas.
Mempertahankan Esensi Silaturahmi
Agar makna silaturahmi tetap terjaga, Puji menyarankan agar pertemuan keluarga saat Lebaran tidak terlalu besar. Hal ini bertujuan agar setiap individu dapat berkomunikasi dengan lebih intens dan membangun hubungan yang lebih erat. Ia juga menekankan bahwa halalbihalal seharusnya bukan sekadar menggugurkan kewajiban, tetapi menjadi upaya untuk memperbaiki dan merekatkan kembali hubungan yang mungkin telah lama merenggang.
Dengan demikian, merayakan Lebaran sebaiknya tidak hanya fokus pada aspek seremonial, tetapi juga pada esensi utama dari silaturahmi itu sendiri, yakni membangun kembali kedekatan emosional dan kebersamaan yang sejati dalam keluarga dan lingkungan sekitar. (bin)
Tinggalkan Balasan