
Jakarta (Trigger.id) – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menyoroti semakin maraknya penggunaan bahasa kasar di kalangan anak muda, khususnya dalam interaksi di media sosial. Ia mengingatkan pentingnya menanamkan keadaban dalam berbahasa sebagai bagian dari karakter bangsa.
Hal ini disampaikannya dalam forum dialog bertajuk “Pak Menteri Menyapa Guru Bahasa Indonesia” yang digelar di Gedung A Kemendikdasmen, Jakarta, Selasa (24/6).
“Kata-kata kasar, jorok, dan kotor saat ini seolah menjadi hal biasa di ruang publik digital. Ini menjadi fenomena yang perlu kita sikapi dengan serius,” ujar Abdul Mu’ti.
Menurutnya, kemajuan teknologi komunikasi digital telah memicu pergeseran dalam cara masyarakat, terutama generasi muda, berbahasa. Sayangnya, kebebasan berekspresi tersebut kerap disalahgunakan tanpa mempertimbangkan etika dan empati dalam komunikasi.
Ia menegaskan bahwa kemunduran dalam keadaban berbahasa perlu menjadi perhatian bersama. Tidak hanya menyangkut kesopanan, tetapi juga mencerminkan kedalaman berpikir dan rasa hormat kepada sesama.
“Kalau kita lihat kolom komentar di media online, banyak yang dipenuhi dengan kata-kata yang tidak mencerminkan nilai-nilai keadaban bangsa,” tambahnya.
Abdul Mu’ti juga mengutip laporan Microsoft Digital Civility Index (DCI) 2021 yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-29 dari 32 negara terkait tingkat kesopanan digital, sekaligus menjadi negara dengan kesopanan terendah di Asia Tenggara.
Ia menilai kurangnya keadaban dalam penggunaan Bahasa Indonesia turut menyebabkan banyak anak muda lebih sering menimbulkan kegaduhan (noise) dibanding menyampaikan pemikiran yang membangun (voice) di era kebebasan berekspresi saat ini.
Dorong Pembelajaran Bahasa yang Reflektif dan Kontekstual
Dalam kesempatan itu, Mendikdasmen mendorong para guru untuk menerapkan pendekatan deep learning berbasis proyek dan literasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Menurutnya, metode ini akan mendorong siswa untuk belajar secara aktif, reflektif, dan emosional, sehingga mampu membentuk karakter yang lebih baik.
“Forum ini bertujuan memperkuat pemahaman guru tentang kebijakan kebahasaan nasional, sekaligus mendorong pembelajaran yang lebih menyenangkan dan relevan dengan konteks kehidupan siswa,” ujarnya.
Acara dialog ini diikuti oleh sekitar 250 peserta secara langsung, yang terdiri atas guru Bahasa Indonesia dari wilayah Jabodetabek, mahasiswa, serta pejabat terkait. Sementara itu, lebih dari 5.000 peserta dari seluruh Indonesia turut berpartisipasi secara daring. (ian)
Tinggalkan Balasan