
Suasana sidang putusan gugatan perselisihan hasil pemilu di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (22/4/2024).
Jakarta (Trigger.id)-Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang diajukan pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, Senin (22/4/2024).
“Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan eksepsi pemohon dan pihak terkait perkenaan dengan kewenangan Mahkamah serta eksepsi pihak terkait mengenai tenggang waktu pengajuan permohonan dan kedudukan hukum adalah tidak beralasan menurut hukum,” kata Ketua MK, Suhartoyo.
Dia menyebut, mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo permohonan diajukan masih dalam tim yang waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Menurutnya, permohonan hukum untuk mengajukan permohonan a quo dengan pokok permohonan adalah menurut hukum permohonan pemohon tidak berdasarkan hukum untuk seluruhnya berdasarkan undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 7 tahun 2020 dan seterusnya dianggap dibacakan.
“Amar putusan mengadili dalam eksepsi menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” pungkasnya.
Sebelumnya, para Hakim MK telah membacakan pertimbangan penolakan gugatan dari Capres-Cawapres Anies-Cak Imin diantaranya membuktikan dalil cawe-cawe Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres, hingga pemberian bansos tidak cukup untuk membuktikan kecurangan Pilpres 2024 yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
3 Hakim Dissenting Opinion
Tiga Hakim Konstitusi memberikan pendapat berbeda atau dissenting opinion yaitu Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
“Terhadap putusan Mahkamah Konstitusi a quo, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari tiga Hakim Konstitusi yaitu Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat,” kata Suhartoyo.
Saldi Isra, salah satu Hakim Konstitusi yang mengajukan pendapat berbeda menjelaskan mengaku memiliki posisi kedudukan yang sama dengan hakim konstitusi lainnya.
Namun demikian Saldi mengaku berpandangan berbeda mengenai persoalan penyaluran dana bantuan sosial untuk memenangkan salah satu peserta pemilu dan wakil presiden serta keterlibatan aparat negara, pejabat negara, atau penyelenggara di sejumlah negara.
“Ada dua hal yang membuat saya mengambil haluan untuk berbeda pandangan dengan pendapat mayoritas majelis hakim yaitu persoalan mengenai penyaluran dana bansos yang dianggap menjadi alat untuk memenangkan salah satu peserta pemilu presiden dan perihal keterlibatan aparat negara, pejabat negara atau penyelenggara di sejumlah negara,” kata Saldi.(zam)
Tinggalkan Balasan