
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.”
Oleh: Ustadz Adi Hidayat, Lc.

Apa ciri-ciri amal shaleh atau amal ibadah telah diterima oleh Allah Swt. Salah satu cirinya adalah efek dari amal ibadah tersebut tampak dalam kehidupan sehari-hari. Semua ibadah tersebut memiliki fungsi dan manfaat, cohnya shalat.
Orang yang melakukan shalat pasti mendapatkan manfaat. Ada lima manfaat shalat. Jika ia tidak memperoleh manfaat dari shalat yang ia kerjakan, berarti shalatnya belum benar. Salah satu manfaat shalat kata Allah Swt:
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Artinya: Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al Ankabut 45)
Jadi jika Anda sudah shalat tetapi masih senang membaca kata-kata yang kotor, gambar-gambar yang menjurus pada kalimat-kalimat porno dan sebagainya, berarti shalat Anda belum mampu mencegah perbuatan yang fahsa (keji) atau menganiaya diri sendiri. Jika hal tersebut ada pada Anda, berarti ada yang salah dalam shalat Anda.
Ingat ya, yang membedakan antara manusia dan setan itu sangat jelas. Jika manusia bersalah maka ia ada keinginan untuk bertobat. Tetapi setan tidak. Setan itu mahluk Allah yang tetap mempertahankan kesalahannya. Karena setan tidak memiliki sifat baik.
Nah, jika ada manusia bersalah atau berdosa tidak mau bertobat, maka patut dipertanyakan ia itu manusia atau bukan. Termasuk mereka yang shalat tetapi masih suka membaca kata-kata kotor, ucapannya juga kurang baik dan seterusnya, berarti ia sama dengan setan.
Contoh lagi, orang shalat tetapi masih suka menipu, orang shalat tetapi masih suka korupsi. Ini jelas bahwa salah satu makna shalat belum nampak pada orang tersebut.
Orang yang shalat itu intinya mengingat Allah, dan jika ia mengingat Allah mustahil ia menipu, korupsi dan seterusnya. Allah Swt berfirman:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا ٱطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا
Artinya: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Shalat itu ditegakkan dalam rangka ingat kepada Allah tetapi Alquran mengatakan bahwa mengingat Allah itu tidak cukup hanya di dalam shalat saja. Mungkin karena shalat itu terlalu singkat waktunya sehingga Alquran menekankan pentingnya mengingat Allah di luar waktu shalat.
Maka apabila kalian telah menyelesaikan salat (kalian), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, dan di waktu berbaring. Ayat ini mengesankan bahwa ingat kepada Allah itu harus 24 jam sehari semalam dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring. Bahkan dalam keadaan perang ingat kepada Allah itu menjadi hal yang sangat penting.
Ciri yang lain bahwa amal kita diterima oleh Allah Swt, misalnya zakat. Jika orang sudah menunaikan zakatnya, maka dalam dirinya tidak ada keinginan menguasai harta yang bukan haknya. Selain itu, orang tersebut lebih senang berbagi, memanfaatkan harta secara tepat guna dan memiliki visi yang jelas tentang bagaimana cara memanfaatkan hartanya di jalan Allah.
Maka orang-orang yang lulus dari ujian harta itu adalah mereka yang memiliki orientasi akhirat terlebih dulu dalam memanfaatkan hartanya.
Kemudian mereka yang sudah haji atau umroh. Jika seseorang telah berhaji mereka sesungguhnya ia ahli surga. Karena jika haji mereka mabrur, maka tidak ada balasan yang lebih baik kecuali surga.
Nah sekarang, jika ada orang yang sudah berhaji bahkan berkali-kali bisa menunaikan rukun Islam yang kelima tersebut, tetapi perilakunya belum menunjukkan seperti calon penghuni surga, maka bisa dikatakan amal ibadah hajinya belum diterima oleh Allah Swt.
Seringkali perbuatan jelek itu bukan bersumber dari orang lain tetapi dari kita sendiri yang tidak bisa menahan hawa nafsu. Contoh, jika ada orang yang lewat tetapi tidak menegur atau menyapa kita, hal itu bukan karena orang tersebut tidak peduli dengan kita. Kita saja yang tidak bisa menahan amarah, sehingga orang lain tidak mau menyapa kita.
Jika hati kita lapang dan kita bisa memahami orang lain, kita tidak perlu sewot, tetapi kita bisa berprasangka baik, bahwa mungkin orang yang lewat tadi buru-buru sehingga tidak sempat menyapa kita.
Jadi itu beberapa tanda atau ciri-ciri amal kita diterima oleh Allah Swt atau tidak. Jika kita sudah mengerjakan amal ibadah, efek dari amal ibadah tersebut tampak dalam kehidupan kita sehari-hari.
Tinggalkan Balasan